Ujian Kelulusan
"Nad, kamu serius akan kuliah di sana? Kenapa gak S2 aja kamu di sana? Indonesia juga punya universitas yang bagus, apalagi kedokterannya. Tetap di Yogya ya, UGM sama aku,"
"Wi, ini juga salah satu cara paling benar untuk menyembuhkan luka. Aku butuh tempat baru, dunia baru."
Aku tahu Wila tidak pernah menyetujui keputusanku, katanya perasaan itu tidak berbatas jadi lari pun hingga ke luar angkasa tidak akan mengubah rasa itu jika kita tidak benar-benar mengikhlaskannya. Tapi ini keputusanku, ini hidupku, mimpi dan cita-cita berdasarkan kendaliku.
"Nad, Deka lagi nungguin kamu di taman belakang. Ada yang mau dia bicarakan sama kamu."
Ah, aku lupa menceritakan satu hal. Bahwa hubunganku dengan Deka semakin baik bahkan kami sering menghabiskan waktu untuk bertemu Sultan dan teman-temannya. Deka, Sultan dan seluruh anggota bajak lautnya mampu menenggelamkan rasa sedih dalam diriku.
Aku melihat Deka sedang duduk di atas rumput dengan kotak di sampingnya. "De…"
"Duduk." Serunya sambil menepuk tepat di samping. Aku menurut saja apa yang ia perintahkan tapi kenapa rasanya dia menjadi sosok yang serius begini "Nad, aku tahu perasaanmu akan tetap untuknya bahkan sekeras apapun aku berusaha tidak akan mengubah apapun, itu. Hanya Qafka satu-satunya dan tidak akan pernah berubah. Nad, aku mundur. Kita kembali saja seperti awal, saat semuanya tidak saling bersentuhan, jangan lagi datang ke rumahku hanya untuk memasak mie instan, jangan lagi bermain sepeda ke bukit dan jangan pernah datang lagi ke duniaku!"
Deka terus saja menatap ke depan tanpa menoleh padaku, kenapa rasanya sakit sekali? Apa perasaanku sudah berubah haluan? Tidak, tidak boleh berakhir seperti ini, cerita ini bahkan belum dimulai kenapa sudah menemui akhir?
"De, kenapa harus seperti ini? Katanya kamu akan menunggu sampai aku selesai sama segala keegoisan perasaanku. Jujur, aku sudah bahagia dengan adanya kamu di sini."
"Dari awal aku sudah yakin tidak akan pernah ada kata "kita". Aku hanya mampu berjuang sampai sini, Nad."
"Mungkin menurutmu ini sudah berakhir tapi tidak untukku, De. Kita belum memulainya,"
"Maka dari itu, sebelum semakin jauh lebih baik seperti ini."
"Bukankah selama ini kau yang mengajarkan tentang cinta dan perjuangan? Lantas kenapa kau bermental lemah? Tidak bisakah kau menunggu sebentar lagi, De? Aku juga tak ingin menyakitimu dengan perasaan yang masih tertinggal di masa lalu. Semuanya perlu waktu dan aku mohon hargai itu."
"Di dalam kotak ini ada catatan tentang negeri Sultan dan teman-temannya. Aku tidak bisa memaksamu untuk meninggalkan mereka. Jadilah dokter sesuai keinginanmu serta bantu Sultan dan teman-temannya untuk mewujudkan mimpi-mimpi mereka."
"Nad, aku akan selalu untukmu bahkan tanpa kamu minta. Aku tidak pernah hilang dan tidak akan. Kamu berhasil menyulap segala kelabuku menjadi sinar terang yang melebihi rembulan. Nad, jangan lupakan aku dan segala kesenjaan yang sudah kita rawat. Nad, aku…"
Apa yang barusan Deka katakan itu lebih menyakitkan dari luka yang Qafka ciptakan. Ia merawat luka lama tetapi menciptakan luka baru yang aku tak pernah tahu cara menyembuhkannya. Ternyata kepergian seseorang yang telah menyembuhkan luka akan memberi luka yang lebih besar.
Hal yang paling bodoh adalah ketika aku tak pernah bisa mencegah kepergian mereka. Aku tidak pernah menyuruh kalian untuk masuk ke duniaku tapi kenapa kalian memaksa dan menghancurkan semuanya? Masih bisakah aku percaya pada laki-laki yang akan datang selanjutnya atau Deka adalah yang terakhir?
***
Aku menyesap kopi yang baru saja kupesan. Setelah perpisahan beberapa bulan lalu dengan Deka, aku memutuskan untuk lebih banyak mencintai diri sendiri. Ujian berjalan dengan lancar dan besok adalah hari kepergianku ke Belanda. Mas Aga sudah menyiapkan segala keperluan di sana. Akhir-akhir ini kepalaku terasa pusing dan beberapa kali dadaku terasa sangat sesak, tapi kopi masih jadi minuman kesukaan. Usia mengubah aku yang dulu lebih suka makanan manis sekarang kebalikan dan aku tidak lagi pemilih dalam hal makanan atau minuman. Hal besar yang paling terasa adalah sikapku, sisi pendiam yang selalu kuperlihatkan tergerus perlahan, aku mudah senyum. Tubuhku sangat cepat tanggap, ia bersikap mandiri sebab sebentar lagi akan jauh dari Ibu.
Keanehan lain juga muncul, aku seperti lupa akan beberapa hal di masa lalu atau terkadang kepalaku terasa kosong tak sadar sedang di mana dan untuk apa. Apa ini efek dari usahaku untuk melupakan dia? Mungkin saja.
Sejak perpisahan itu, aku belum siap untuk kembali mengunjungi negeri Sultan, ya semua butuh waktu termasuk berpamitan dengan mereka. Deka salah, tidak seharusnya dia begitu percaya bahwa aku akan mewujudkan negeri itu karena pada akhirnya akulah yang akan pergi dan tidak tahu kapan aku kembali.
Setelah keluar dari kedai kopi, aku berjalan menyusuri kota untuk menikmati sisa-sisa waktu. Kemudian menaiki bus dan ternyata berhenti di gang perkampungan yang dulu sering kudatangi, apa aku harus masuk ke sini, lagi?
"Kak Nad? Kenapa kakak jarang ke sini? Kami rindu tiap kali kakak memperagakan nyonya dari Belanda, ayo kak, kami sudah lama menunggu." Ternyata Sultan sudah melihat kedatanganku. Sultan, maafkan aku yang selama ini hilang. Itu semua karena laki-laki yang pertama kali mengajakku ke sini, dia sudah hilang dan pergi bahkan sebelum aku membuka pintu.
Tawa kalian masih sama. Apa tidak ada yang mengganti origami burung-burung di sini, kenapa semuanya lusuh? Deka, kamu boleh meninggalkan duniaku tapi tidak dengan dunia Sultan dan teman-temannya. Mereka tidak sekuat aku untuk kehilanganmu.
Senja yang seharusnya kunikmati bersamamu kini kunikmati hanya dengan angin. Mereka menyuruh untuk datang lagi, aku tak seberani kau untuk pergi dengan pamit, karena mengetahui kamu tidak akan kembali lebih menyakitkan daripada menunggu. Biar saja, seperti ini, Sultan dan teman-temannya tetap yakin aku akan kembali pada mereka.
"Kak Nad?"
"Ehh.. iya Sultan, kenapa belum pulang?"
"Nanti aja. Sultan mau nemenin kakak di sini, kapten tidak pernah merelakan satu pun anggotanya sendirian. Apalagi seorang putri."
Deka, apa kamu sudah merencanakan ini sejak awal? Merencanakan kepergianmu dan menyuruh dia menggantikan posisimu? Jangan suruh orang untuk menjagaku karena kamulah satu-satunya prajurit setiaku.
"Terakhir kali kak Deka ke sini hanya untuk menemuiku, dia bilang Sultan harus jaga kakak bahkan saat nanti kita tak lagi satu frekuensi. Entah kenapa hari itu kak Deka kelihatan sedang kacau seperti kehilangan hal yang paling berharga. Dan kak Deka menitipkan ini untuk kakak, maaf sudah lusuh karena Sultan selalu bawa ke mana saja Sultan pergi."
"Kenapa tidak dia yang memberikan secara langsung?"
"Sultan juga sudah memberitahukan untuk memberi surat ini langsung ke tangan kakak, tapi katanya, dia sudah tidak punya waktu dan percaya kalau kakak akan datang ke sini. Entah untuk bertahan atau pamit pergi. Begitu katanya, maksudnya apa ya, kak?"
Semesta, tidakkah terlalu banyak kejutan yang telah kau kirim? Kenapa harus aku yang menerima semua ini, aku sudah lelah dengan semua bentuk kepergian orang yang kusayang, haruskah kuterima semua luka-luka tak berdasar ini? Aku ingin pulang saja. Untuk pertama kalinya aku membenci senja.
Sultan sudah meninggalkan aku di pinggir pantai, sengaja kusuruh dia pulan agar air mata yang mungkin keluar nanti tak merepotkan dia. Seharusnya dari awal aku jangan pernah percaya karena Deka saja tidak mampu menjagaku sampai akhir apalagi orang suruhannya. Aku harus membaca surat ini di sini karena Belanda tak boleh tahu masa laluku.
Untuk putri yang dingin
Dari prajuritmu yang tak mampu setia
Maafkan aku tidak mampu menjaga kau dan istanamu. Aku pergi. Bukan karena kalah berperang dengan musuh tapi kau yang menyuruhku pergi, karena dari awal kau memang tak percaya padaku. Seberapa keras aku menjaga daerah kekuasaanmu, itu tidak akan pernah mengubah perasaanmu. Aku memang seorang prajurit dan selamanya tak akan jadi pangeran.
Ah, memang bodoh, harusnya aku berhenti saja dari awal agar tidak kehilangan apa pun itu. Cinta harus diperjuangkan tapi cinta juga tidak bisa dipaksakan. Jangan kau pikir aku pergi tanpa luka, bahkan lukaku lebih dalam dari perkiraanmu.
Kau tidak perlu takut. Perasaan ini tidak akan mengganggumu lagi dan kumohon jangan pernah terima walau aku mengemis di depan istanamu, karena bisa jadi aku telah meruncingkan bambu untuk menusuk tepat di hulu hatimu. Jangan pedulikan aku, ini perasaanku.
Terima kasih telah memberi kesempatan untuk bertahan sejauh ini. Nad, aku tidak pernah benar-benar pergi. Angin akan menyampaikan tiap rindu yang kuhembuskan. Aku selalu berdoa pada Tuhan untuk mempertemukan kita dengan cara, waktu, keadaan yang lebih baik di dunia selanjutnya.
Surat ini adalah surat terburuk yang pernah kuterima. Masih bisakah kau meminta maaf tanpa pernah memikirkan sudah berapa banyak kenangan yang kau ciptakan yang akhirnya kau hancurkan? Hanya dengan sebuah surat yang aku tidak tahu apa tujuanmu melakukan ini semua.
De, kamu ke mana? Bagaimana seorang putri dapat melindungi istana jika prajuritnya memilih berburu yang akan membunuh dirinya sendiri. Aku terus berlari untuk segera pulang dan ternyata semesta juga merasakan kesedihan, dia turunkan hujan dengan sangat deras yang menyatu dengan hujan di tubuhku.
Sungai kecil telah tercipta di wajah bahkan arusnya teramat deras. Ponsel di saku bajuku terus saja berdering itu pasti ibu yang khawatir kenapa aku belum juga pulang. Bu, sebentar lagi Nadir akan sampai di rumah. Sebentar lagi, tapi kemudian kakiku mulai melemah, mataku kabur, yang kuingat hanya sebuah cahaya yang semakin lama semakin mendekat. Sejurus kemudian badanku terpental dan bau anyir menyelimuti indra penciumanku.
Deka, istanaku hancur karena kehilangan prajurit setianya.