webnovel

My Soully Angel (Jodoh Sang Dewa Api)

Yafizan - Diturunkan ke bumi akibat serangan fatal dari kekuatannya membuat seorang gadis meninggal karena melindungi adik calon suaminya. Dia selalu bersikap arogant dengan emosi yang meluap - luap karena sifat alami apinya. Tinggal di bumi hampir seribu tahun lamanya bersama asisten yang diperintahkan untuk menjaganya selama di bumi. 1000 tahun kemudian dia dipertemukan dengan reikarnasi gadis yang tanpa sengaja diserangnya, dan gadis itu selalu menolongnya sedari kecil - Soully. Kejadian tak terduga membuatnya keduanya terikat dalam pernikahan.

GigiKaka · Fantasía
Sin suficientes valoraciones
100 Chs

Bab 84

Soully dan Elly tertawa kecil ketika Elly melepas pelukannya pada Soully. Elly membuncah bahagia karena orang yang ingin didekatinya kini benar-benar dekat dengannya. Entah mengapa, namun perasaan itu terlalu besar. Ia ingin sekali merengkuh bahkan melindungi perempuan yang baru beberapa bulan dikenalnya itu.

"Kenapa kau menatapku seperti itu, Elly? Jangan seperti itu! Aku akan mengira kau mencintaiku," canda Soully.

"Aku memang mencintaimu, Nona," ucap Elly. Soully mendelik tak percaya dengan apa yang baru ia dengar. "Tepatnya, aku menyayangi dan ingin melindungimu. Sebagai teman, sebagai sahabat atau...saudara, mungkin," lanjut Elly dengan suara pelan di ujung kalimatnya.

Soully merasa terharu dengan kata-kata Elly. Ia tak bisa mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata. Sehingga Soully hanya bisa mendekap tubuh Elly dan merengkuhnya dengan sayang.

Perasaan bahagia yang ternyata masih ada orang yang ingin dekat dan menyayangi dirinya. Hal luar biasa yang Soully rasakan saat ini.

"Pergilah, bukankah kau harus segera kembali ke kantor?"

"Sungguh malas sekali. Apa yang harus aku lakukan nanti?" Elly mencebik malas mengingat ia harus menemukan apa yang diinginkan atasannya, Miller.

"Ya sudah, aku pergi dulu. Hati-hati di rumah. Aku akan segera pulang nanti," pamitnya.

Soully tertawa riang ketika mendengar kata-kata Elly. Menghentikan langkah kaki Elly yang saat itu hendak pergi ke kantornya kembali. "Kenapa kau tertawa?" Elly membulatkan matanya.

"Kau ini seperti seorang suami yang hendak meninggalkan istrinya," riang Soully

"Ya, anggap saja seperti itu. Kau ini menyebalkan, Nona." Elly memutar bola matanya jengah.

"Kau sungguh menggemaskan, Elly." Soully mengangkat kedua tangannya lalu menunjukkan jari jempol dan telunjukknya membentuk lambang hati ke arah Elly.

Elly menggelengkan kepala, berlalu meninggalkan teman barunya dengan mengulas senyuman di bibirnya. Ia melambaikan tangannya yang di balas Soully dengan lambaian tangannya. Hingga bayangan tubuh Elly benar-benar menghilang dari pandangannya. Soully menutup pintu rumah Elly. Tubuhnya merosot ke lantai, lalu ia mendesah pelan.

Sementara, mungkin ia bisa sedikit tenang dan melupakan sejenak masalahnya. Namun, bayangan kejadian semalam sungguh memenuhi isi kepalanya. Perlakuan dan sentuhan lembut itu, membuat Soully benar-benar tak bisa jauh dari suaminya. Soully sangat merindukan Yafizan.

***

"Baby, kenapa kau seperti ini? Kenapa kau malah mendiamkanku? Apa kau marah karena aku mengusir perempuan jalang itu?" perkataan Tamara membuat emosi Yafizan seketika naik pitam.

Awalnya Yafizan tak ingin berdebat karena ia benar-benar butuh ketenangan diri. Bayangan demi bayangan yang ia habiskan semalam bersama Soully terus menghantui fikirannya.

"Kau mau apa?" bentak Tamara, menantang Yafizan yang kini sedang berdiri menjulang di hadapannya dan menatapnya dengan tajam.

Rasanya Yafizan ingin melenyapkan Tamara saat itu juga. Namun, ia urungkan ketika mengingat Tamara adalah istrinya. Mungkin, sejenak ia meragu.

Yafizan memejamkan matanya lalu menghela nafasnya menahan emosi yang sudah bergejolak di dalam dadanya.

"Pergilah, Tamara! Selagi aku memintamu dengan baik-baik," ucap Yafizan menahan emosinya. "Kumohon," pintanya sekali lagi dan kali ini tak ingin ada bantahan.

Tanpa berkata apapun, Tamara segera meninggalkan Yafizan sendirian di dalam kamarnya. Tamara membanting pintu kamar itu dengan kesal. Tamara menghembuskan nafasnya setelah ia berhasil keluar dari dalam kamar yang menyesakkan baginya. Antara kesal dan merasa takut akibat tatapan Yafizan tadi kepadanya.

Yafizan meruntuhkan tubuhnya di bawah lantai dan bersandar pada tempat tidurnya. Ia merasa sangat frustasi ketika ia berusaha mengingat kejadian yang menimpa padanya. Namun semakin ia mengingat, semakin sakit pula sakit di kepalanya yang semakin menjadi-jadi. Dirinya merasa sangat buruk, ia merasa melakukan dosa besar seperti seorang suami yang telah berselingkuh dengan adanya Tamara di apartementnya.

Benarkah Tamara adalah istrinya? Lalu, siapa perempuan mungil yang terus menghantui fikirannya?

Dirinya, bahkan seluruh tubuhnya saja sampai saat ini terasa begitu bergetar ketika ia mengingat dengan jelas bagaimana tubuh mereka saling bersatu bahkan ia mengingat dengan jelas bagaimana tubuhnya mendominasi tubuh mungil yang masih ia rasakan aromanya saat ini.

Kenapa hatinya terasa pedih ketika sosok mungil itu pergi dari hadapannya?

Yafizan memeluk tubuhnya sendiri. Seolah ia benar-benar masih merasakan bagaimana tubuh mungil itu memeluk tubuhnya. Hampa, dia merasa sangat hampa...

***

Soully masih merasa canggung karena rumah Elly adalah tempat baru untuknya. Sebelumnya, Erick yang selalu membantunya di kala dirinya kesusahan. Soully sudah terbiasa akan hal itu. Bagaimanapun, Erick adalah seorang kakak bagi Soully. Dan kini, pertemanan yang ia jalani bersama Elly, masih membuatnya merasa segan dan tak enak hati. Walaupun mereka sudah saling mengenal satu sama lain, Soully tak mengira dirinya akan berteman dekat dengan perempuan yang terus saja memanggilnya dengan sebutan 'Nona'.

Sudah pukul tiga sore, dan Soully sungguh tak bisa hanya berdiam diri saja. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke rumah Erick terlebih dahulu untuk mengambil koper baju dan perlengkapannya yang ia tinggalkan begitu saja. Sebelumnya ia sudah mengirimkan pesan singkat pada dokter tampan itu jika dirinya hendak ke rumahnya untuk mengambil barang-barangnya tersebut. Tak lupa dirinya pun mengirim pesan singkat kepada Elly.

***

Masih dengan suasana yang mencekam. Kesuksesan acara reality show yang di produserinya tetap tak bisa membuat suasana hatinya membaik. Sikapnya yang terus emosi bahkan uring-uringan membuat semua staff yang berada dalam pengawasannya sudah menyerah dan mengangkat tangan menghadapi sikap bosnya itu.

Sepulangnya ia dari luar negeri karena urusan bisnis membuat dirinya gelap mata karena tak mendapatkan sosok yang ingin ia temui secepatnya.

Miller, mempercepat waktu untuk urusan bisnisnya berharap ia segera kembali secepatnya hanya karena tak ingin berlama-lama meninggalkan sosok yang selalu membuat mood-nya lebih baik.

Walaupun, Soully acap kali sering menghindar darinya, setidaknya dengan tetap melihat sosoknya dari dekat bisa membuat dirinya cukup senang.

Miller tak peduli rencana yang ia susun mulai kacau karena sikap Tamara yang tidak profesional dalam bekerja. Niatnya membuat Tamara menjadi host acara reality show untuk mendekatkan kembali Yafizan dengan mantan kekasihnya itu, hancurlah sudah. Apalagi ketika ia tahu Yafizan sudah menghilang tiba-tiba hampir selama satu bulan itu cukup membuat dirinya tanpa harus bersusah payah untuk memisahkan dua insan yang sudah terikat pernikahan itu.

Dirinya hanya perlu berusaha memikat hati perempuan mungil yang menjadi bagian dari masa lalunya itu agar kembali lagi padanya.

Namun, kekecewaan serta amarah melanda dirinya di kala ia kembali tapi tak mendapatkan apa yang ia rindukan itu.

Soully absen selama empat hari. Dan sisi gelapnya semakin terlihat ketika ia sulit sekali menghubungi Soully.

Miller menjadi tak terkendali. Ia melemparkan apa saja yang ada didekatnya. Bahkan emosinya selalu memuncak apabila ada hal yang dirasa baginya kurang sempurna. Kerap kali salah seorang staff menjadi sasaran amarah dan kekesalannya.

Bimo hanya bisa menghela dalam nafasnya. Tuannya Miller kembali pada masa terpuruk di mana ia kehilangan sosok adik dan mungkin sosok perempuan yang ditolaknya berkali-kali, Malika.

"Sudah aku bilang berulang kali. Aku hanya ingin air mineral murni. Aku tak ingin yang lain!" bentaknya pada Elly yang kembali dengan air mineral yang menurutnya hanya merk-merk itu yang di jual di pasaran.

Miller melemparkan botol-botol air mineral dengan berbagai merk itu ke lantai. Membuat Elly bergedik ngeri dan beruntung ia terhindar dari lemparan botol air mineral tersebut. Sudah dipastikan akan sesakit apa jika botol plastik yang terisi penuh dengan air itu mengenai dirinya.

"Pergilah, Elly. Tinggalkan kami," perintah Bimo karena ia tahu jika perempuan itu sudah ketakutan setengah mati.

"I-iya, Tuan. Maafkan saya karena s-saya tidak bisa menemukan air mineral yang Tuan Miller mau," ucap Elly tergeragap. Bimo hanya menganggukan kepalanya lalu menyuruh Elly segera pergi dengan isyarat matanya. Elly pun segera berlalu.

"Huft, bisa-bisa aku mati sambil berdiri tadi." Elly memegang dadanya yang berdebar karena ketakutan ketika ia sudah melangkahkan kakinya keluar dari balik pintu yang ia tutup rapat-rapat. "Tuan Miller sungguh mengerikan jika sedang marah," ucapnya lalu benar-benar pergi meninggalkan ruangan yang sudah seperti neraka itu.

Masih di dalam ruangan kantor yang bernuansa maskulin itu. Miller mengacak-ngacak rambutnya merasa frustasi. Terkadang iris mata peraknya berubah menjadi merah. Menandakan monster dari sisi gelapnya mulai muncul. Para 'manusia special' seperti dirinya jika marah dan emosi yang berlebihan akan sama mengerikannya dengan menunjukkan iris mata merahnya. Hal itu berlaku sama pada Yafizan maupun Erick yang sekalipun terlihat baik.

"Tuan, sebaiknya Anda beristirahat dulu. Sudah dua hari semenjak kepulangan Anda dari luar negeri belum beristirahat sama sekali," tutur Bimo memberanikan diri untuk berucap.

"No! Aku takkan berhenti karena apa yang ingin aku inginkan belum tercapai," sengit Miller. "Apa kau sudah mengetahui di mana Soully berada?" tanyanya kemudian. Bimo hanya menggelengkan kepala.

"Bodoh!!" Miller semakin emosi. Ia sudah tahu jika Soully tak berada di apartementnya. Bahkan dirinya tahu Yafizan sudah kembali namun, ia kembali bersama Tamara dan melupakan Soully. Yang ia sesali adalah tak bisa melindungi Soully sampai saat ini.

Amarahnya semakin memuncak ketika ia benar-benar tak bisa mengendalikan kekuatan angin yang ada dalam jiwanya. Rasanya ia ingin memporakporandakan yang ada di sekitarnya. Tatapannya tertuju pada botol-botol air mineral yang sudah berserakan di bawah lantai. Terbayang kembali ketika ia menerima satu botol air mineral yang diberikan oleh Soully kecil kepada dirinya. Rasa penyesalan kembali menyeruak dalam dadanya yang terasa semakin sakit. Ia merasa kesal pada dirinya sendiri.

Hingga ia memfokuskan dirinya pada botol-botol air tersebut dan melampiaskan amarahnya. Ia mengeluarkan kekuatan anginnya membentuk pusaran angin dan membuat botol-botol air mineral itu memutar-mutar di udara. Ketika bayangan kejadian masa lampau yang membuat ia benar-benar menyesal, tanpa memikirkan hal lain lagi ia menghempaskan botol-botol air mineral tersebut dengan kekuatan penuhnya. Seketika botol-botol air tersebut berpencar dan memuncratkan isinya karena pecahnya lapisan plastik tersebut akibat kekuatannya.

Namun, hal besar tak diduganya sama sekali. Seseorang memekik karena salah satu botol air mineral tersebut mengenai dan menumpahkan isinya tepat di atas kepalanya.

***

Bersambung...