Sudah tiga hari berlalu. Seperti biasanya mereka melakukan segala aktivitasnya. Semenjak kejadian waktu itu, Soully memang menjaga jarak dengan Miller, membatasi dirinya hanya sebagai atasan dan bawahan. Namun sering kali pula Miller dengan sengaja mendekati bahkan memprovokasi Yafizan menjadi cemburu. Tak ayal pasangan suami istri itu jadi lebih sering perang dingin dan salah paham namun rasa cinta dan kasih sayang di hati keduanya mampu mematahkan kesalahpahaman di antara mereka dan hal tersebut tak berlangsung lama.
Program reality show bertajuk Adventure and Challenge yang sudah dipersiapkan pun pada akhirnya sudah mulai rampung dan rencananya akan ditayangkan minggu depan dengan konsep live.
Dan hari ini entah ada angin apa Mr.Govind secara cuma-cuma memberikan bonus berupa traktiran makan malam di salah satu restoran korean food terkenal karena seluruh staff dan kru produksi sudah bekerja terlalu keras mempersiapkan acara yang dirasa akan sangat sukses.
Sore ini pun ketika jam pulang kerja telah berakhir semua jajaran staff dan kru produksi satu persatu segera pergi menuju tempat yang sudah di sponsori Mr.Govind.
"Kau mau pergi bersamaku, Soully?"
"Kau mau ikut bersama kami?"
"Kau pergi dengan siapa? Ikutlah!"
Ajakan demi ajakan tertuju pada Soully yang sudah berdiri di pintu lobby, namun semua ajakan ditolaknya dengan sopan. Dengan menjawab "Silahkan duluan saja nanti menyusul" atau "Aku pergi bersama Mr.Miller", cukup bagi mereka yang mengajaknya langsung mengerti.
Beruntung kali ini semua staff serta kru yang bekerja di PH Mr.Govind, mereka semua menerima kehadiran bahkan bersikap baik pada Soully. Dengan sikap dan kebaikan hati Soully diterima mereka dengan senang hati dan mau berbaur teman dengannya. Terlebih memang Soully tetap berada di jajaran tinggi karena posisinya adalah seorang asisten seorang Miller.
Ponsel Soully bergetar, dilihatnya pesan balasan yang masuk membuat dahinya mengkerut dan berteriak jingkrak karena isi pesan tersebut.
Me
Mr.Govind mengadakan acara makan malam bersama para staff & kru, apa aku boleh ikut?
My ❤
Oke, kebetulan aku juga ada meeting di luar kota. Mungkin aku pulang larut hari ini atau mungkin takkan pulang.
Me
Ok. Thanks 😘
Pantas saja ia tak melihat Yafizan menunggu untuk menjemputnya, rupanya ia ada meeting dadakan ke luar kota. Soully tersenyum sendiri merasa lega karena suami possesifnya itu mengizinkannya. Namun, tetap saja ada perasaan mengganjal dalam hatinya yang entah kenapa perasaan senangnya itu hanya dilema.
Bimo berdiri membukakan pintu mobil ketika Soully hendak pergi menuju halte bus yang akan membawanya menuju restoran korean food yang sudah di reservasi tersebut.
"Silahkan, Nona," ucap Bimo mempersilahkan.
"Tapi aku akan naik bus atau taksi saja," jawab Soully.
"Akan lebih cepat jika kau ikut bersamaku, Sayang. Bukankah tadi kau bilang akan pergi bersamaku ketika orang-orang itu mengajakmu?" sahut Miller dari dalam mobil. Padahal maksud Soully bicara seperti itu hanya karena ia ingin sendirian. Mau tak mau Soully akhirnya masuk.
"Tolong jangan memanggilku seperti itu lagi, Tuan. Itu akan membuat orang lain salah paham." Soully berdecak sedikit kesal.
"Panggil...apa?" goda Miller pura-pura tak mengerti.
"Tadi kau memanggilku lagi-lagi semaumu sendiri," gerutu Soully merasa jengkel karena sikap Miller. Pandangannya tetap fokus keluar jendela yang ada sampingnya.
"Memang aku memanggilmu apa?" Miller sok polos. Ada kilas senyuman yang tersungging di sudut bibirnya.
"Sayang!" seru Soully kesal dan membalikkan badannya seketika lalu menatap tajam ke arah bosnya itu. "Kata-kata itu..." Soully membungkam, Miller tiba-tiba memeluknya dengan erat. Soully memberontak namun tenaga Miller lebih mendominasi.
"Terima kasih kau akhirnya memanggilku Sayang," ucap Miller lirih.
"Apa? Hei, Tuan. Sejak kapan aku memanggilmu seperti itu? Tolong jangan seperti ini!" bentak Soully meronta.
Diliriknya Bimo yang hanya fokus menyetir mobil. Pandangan mata Soully di balik kaca spion depannya seolah mengisyaratkan 'Tolong bantu aku menyadarkan bos anehnya ini'. Namun Bimo tak bergeming, masih dengan ekspresi datarnya ia pura-pura tak melihat atau mendengar apapun.
"Tolong lepas, Tuan," mohon Soully.
"Tunggu sebentar lagi. Hanya sebentar saja. Biarkan aku memelukmu seperti ini..." lirih Miller yang menenggelamkan kepalanya di bahu Soully. Sesaat Soully terdiam, dengan perlahan ia pun menepuk-nepuk pelan pundak Miller. Ada perasaan tenang saat Miller mencium aroma Soully yang selama ini selalu diinginkannya. Dan entah kenapa Soully pun bersikap demikian? Ini tidak benar, aku sudah menikah, namun perasaan apa ini? fikirnya.
Sejenak kemudian Miller melonggarkan pelukannya. Menjauhkan tubuhnya namun tangannya masih belum lepas dari tubuh Soully. Ia menatap lembut wajah cantik yang ada di hadapannya. Mata sendu yang cantik itu mampu meneduhkan hati Miller yang sebelumnya menaruh dendam yang begitu kentara.
Miller membelai lembut wajah Soully, menyibakkan anak-anak rambut Soully ke belakang telinga lalu tersenyum penuh arti. Soully merasa canggung ditatap Miller seperti itu. Seketika Miller mengecup dahi Soully dan membuat tangan Soully dengan refleks menampar pipi Miller.
Soully merasa salah tingkah yang bahkan tindakannya hampir saja membuat insting Bimo sebagai pengawal hendak melaksanakan tugasnya melindungi tuannya. Namun dengan isyarat cepat, Miller menahannya.
Memang, wanita mana yang takkan membuncah bahagia akan pesona Miller dan diperlakukan seperti tadi walaupun ia hanya memancarkan aura gelap dalam dirinya. Tapi tak berlaku untuk Soully, baginya sebagai seorang istri, hal itu adalah tindakan yang tidak sopan bahkan kurang ajar. Apalagi Miller tahu siapa suaminya.
"Turunkan aku di sini, Tuan. Tindakan anda sungguh di luar batas!" ujar Soully dengan tangan yang masih begitu bergetar. Namun Miller tak bergeming.
"Tolong, berhenti di sini atau aku akan lompat!" teriaknya lagi dan tetap saja ucapannya diabaikan.
Souly benar-benar jengkel lalu tangannya dengan cepat membuka kunci mobil dan menarik knopnya, tanpa di duga ucapan Soully benar- benar nekad. Dengan sigap Miller menarik lengan Soully.
"Noooo!!! jangan seperti ini!" teriak Miller.
Seketika kilas balik samar-samar dalam ingatannya saat ia mencengkram lengan Soully dengan erat.
***
Miller mencengkram tangan seorang gadis, rasa kesal terpancar dari wajah maskulinnya.
Seorang gadis dengan balutan kain sutra halus warna senada dan pas pada lekukan tubuhnya yang mungil. Sekilas ia mirip dengan Mayra karena gaya pakaian dan riasannya menyerupai Mayra yang bagaikan Dewi di negerinya. Mayra merupakan primadona di negerinya itu. Padahal gadis mungil itu mempunyai kecantikan yang tak tertandingi bila dilihat dari dekat dan diteliti secara cermat. Gadis cantik luar biasa dengan kecantikan alami yang terpancar dalam dirinya.
Gadis itu selalu menempel ke manapun Miller pergi. Bagai lintah yang tak ingin lepas dari gigitannya. Gadis itu selalu berbunga ketika Miller di dekatnya ataupun sekedar bicara seperlunya saja. Ia tak peduli ketika Miller mengacuhkannya atau bersikap ketus bahkan melihat jijik dan risih padanya. Hanya satu hal yang ia banggakan adalah ia akan segera menjadi istri dari seorang pria bangsawan yang paling di dambakan kaum hawa di negeri tersebut selain Yafizan yang saat itu sudah menjadi tunangan Mayra sang adik dari Miller.
Mungkin karena gen mereka berbeda dan spesial, maka tak salah lagi kakak beradik itu mempunyai paras yang rupawan.
Suatu hari, keluarga Miller menjodohkannya dengan anak dari keluarga bangsawan di seberang negerinya. Perjodohan itu disambut baik oleh gadis yang akan dinikahkan dengan Miller, namun tidak dengan Miller yang menentang keras perjodohan itu.
Miller sangat menyanyangi Mayra adiknya, sebelum Mayra sah menikah dengan Yafizan, ia selalu protektif padanya. Walaupun saat itu Miller dan Yafizan adalah sahabat baik. Sama baiknya ketika mereka pun bersahabat dengan sepupu Yafizan yaitu Erick.
Sikap itulah yang membuat gadis itu merubah tampilannya agar se-mirip Mayra, semata-mata hanya karena ia ingin mendapat sikap yang sama protektifnya dari Miller terhadap dirinya. Namun usahanya pun masih sia-sia.
"Kakak, kenapa kau tidak mencintaiku? Padahal aku selalu mendukungmu? Sebisa mungkin diriku menyerupai Kak Mayra supaya kau bisa mencintaiku seperti kau mencintainya. Tapi kenapa aku masih belum bisa mendapatkan hatimu?"
"Karena kau memang bukan Mayra, kau terlalu memaksakan diri menyerupai dia. Hanya Mayra adik yang sangat aku sayangi. Bahkan segala hal yang kau miliki sekarang, kau takkan bisa menyaingi Mayra."
"Tapi aku calon istrimu, Kak. Aku juga tak bermaksud meniru Kak Mayra hanya karena dia disayangi dan dikagumi oleh para pujangga yang berada di negeri ini. Aku hanya ingin dicintai dan disayangi oleh calon suamiku sendiri."
"Tapi aku tak mencintaimu! Kau dengar? Sampai kapanpun aku tak mencintaimu! Aku akan bilang pada ayahku agar perjodohan ini dihentikan!"
Miller pergi meninggalkan gadis itu yang menangis sendirian. Hari-hari berlalu bahkan Miller sudah mengatakan niatnya pada ayahnya itu. Tapi tetap saja gadis itu tak bergeming dan ingin terus melanjutkan perjodohannya. Miller terus mengabaikannya hingga insiden itu terjadi.
Insiden di mana Yafizan bertarung dengan Erick yang cemburu melihat Mayra berduaan dengan Erick. Pertarungan itu membuat kekuatan penuh Yafizan tanpa sengaja menyakiti Mayra hingga meninggal.
Kejadiannya bukanlah seperti itu !
Faktanya adalah ketika Yafizan mengeluarkan seluruh energi untuk menyerang Erick, Mayra muncul yang secara tiba-tiba menghalangi, dirinya memang sengaja melindungi Erick yang akan mendapat serangan tersembunyi dari Miller kakaknya berikut tunangannya, Yafizan.
Saat kejadian itu Miller tanpa sengaja memang memergoki adiknya yang tengah berduaan dengan Erick dan ternyata mereka berdua saling mencintai. Miller tak ingin nama baik keluarga juga adik yang disayanginya menjadi buruk, maka diam-diam dia membantu Yafizan untuk menghabisi Erick dan ternyata saat Yafizan dan Miller bersamaan untuk menyerang Erick, Mayra masuk menghalanginya. Kekuatan Miller lah yang sebenarnya tanpa sengaja menghabisi nyawa Mayra. Sedang kekuatan Yafizan salah sasaran, gadis itu yang menyerupai Mayra juga tiba-tiba menghadang bermaksud melindungi Mayra. Dia terpental lalu berjalan ke arah Miller yang masih shock karena tanpa sengaja membunuh Mayra.
Miller diam mematung, ia terus memandangi tangannya yang gemetaran. Gadis yang di jodohkan itu dengan berjalan tertatih memegang dadanya yang kesakitan karena serangan tenaga dalam dari Yafizan.
Miller dan gadis itu mendengar teriakan Yafizan yang menangisi kepergian Mayra. Miller ingin berlari, namun langkah kakinya seolah mematung.
Ada sentuhan tangan dingin dan halus memegang telapak tangannya yang gemetaran. Ditatapnya tangan halus itu, sosok cantik yang berwajah putih pucat itu tersenyum padanya. Lalu, sesaat kemudian tubuhnya hendak terjatuh dan dengan sigap Miller menahannya sebelum tubuh lemah itu mencapai tanah. Miller merangkul gadis yang di jodohkan dengannya. Matanya menatap tajam wajah gadis itu, tatapan sendunya menghipnotis dirinya sehingga rasa bersalah itu tiba-tiba muncul dalam relung hatinya. Gadis itu mengusap wajah Miller sambil tersenyum cerah dan tulus namun lemah. Senyuman yang setiap hari bagi Miller terasa menganggu.
"Ma-af...aku tak bisa melindungi Kak May-ra," ucap gadis itu lemah terbata-bata. "Apa kau senang? Kau bangga padaku, kan? Karena aku akan segera pergi dan tak akan mengganggumu lagi...uhuk...uhuk..." dengan susah payah gadis itu bicara lalu terbatuk mengeluarkan darah segar dari mulutnya. Miller membulatkan matanya seketika, ia melihat darah merah segar itu memuncrat tanpa permisi, tiba-tiba air matanya mengalir di sudut-sudut matanya. Sialan! Perasaan apa ini?
"Tidak...tidak..." Miller terus menggelengkan kepalanya. Menahan darah segar yang terus keluar dari mulut gadis itu tanpa merasa jijik. Dia mengeratkan rangkulannya.
"Kakak, aku senang akhirnya kau menyentuhku walaupun sekarang kondisiku berantakan... uhuk uhuk..." Miller terus menggeleng tanpa bicara, air matanya terus menetes. Ingin sekali ia teriak, 'Bertahanlah, jangan banyak bicara. Bertahanlah!'.
"Kakak...waktuku sudah dekat, jaga dirimu baik-baik, kelak jika aku dilahirkan kembali, maka saat itu hilang pula rasa cintaku padamu. Aku tak akan mencintaimu seperti orang bodoh karena kutahu kau tak akan mencintaiku di kehidupan yang selanjutnya pun, semoga kau mendapatkan jodoh yang kaucintai...uhuk uhuk..." Darah segar dari mulut mungilnya terus keluar. Darahnya sudah menodai penuh pakaian Miller dan juga gaunnya. Gadis itu menangkup wajah Miller dengan sebelah tangannya.
"Kakak...dengan sepenuh hati, aku...mencintaimu..." tangan gadis itu terulur dari pipi Miller, tergeletak jatuh ke tanah. Matanya terpejam seperti terlelap dalam tidur panjangnya.
Miller membeku, ia menatap wajah cantik yang sudah dasarnya putih itu menjadi seputih susu. Gadis yang benar-benar sudah memejamkan matanya rapat-rapat. Sesaat, tiba-tiba tubuhnya bergetar hebat. Air matanya yang keluar dari sudut-sudut matanya kini semakin mengalir deras. Ada rada sesak dan menyakitkan dibanding ketika ia kehilangan Mayra tadi. Dadanya terasa sakit, ia menangis sesenggukkan tanpa suara. Lalu memeluk gadis itu dengan erat, seerat dalam dekapannya. Tak dipedulikannya lagi bau amis darah segar yang kini menyelimuti seluruh baju dan tangannya.
"Bangunlah...kumohon bangunlah...bertahanlah...maafkan aku...Malika !!!..."
***
Bersambung...
Jangan lupa tekan Like dan commen juga Vote'nya ya Readers. 🙏🏻
Maaciww 💕