Sekelebat bayangan seorang anak kecil mengulurkan tangan, lalu seorang perempuan yang masih remaja berlari bersamanya dan BRAKKK seorang perempuan yang jatuh tepat di atas kaca mobilnya membuat Yafizan terasa sesak.
Bayangan-bayangan itu muncul ketika Soully berucap dan membuat terasa sakit di kepalanya.
"Kau baik-baik saja? Sungguh maafkan aku, aku tak bermaksud membuatmu seperti ini. Maafkan aku..." ucap Soully yang bergetar lalu dengan memberanikan diri ia menghampiri suaminya yang masih dalam keadaan kacau.
Belum sempat ia mencoba meraih tangan suaminya dan mendekatkan diri. Yafizan sudah lebih dulu beranjak dengan tertatih ia berjalan lalu memeluk Soully dengan erat.
"Maafkan aku...maafkan aku..." ucap Yafizan lemah.
Ia terkulai dalam pelukan Soully. Rona membantu membopong Yafizan karena Soully tak mampu menahan tubuh Yafizan yang lebih besar darinya.
Mereka membaringkan Yafizan di tempat tidur. Yafizan masih meracau dan terus berucap meminta maaf yang semakin lama semakin tak jelas. Entah apa yang difikirkan tuannya itu, yang jelas Rona pun sama kacaunya karena mungkin saat ini hanya dirinya yang tahu situasinya.
Soully masih dalam keadaan panik, sesekali ia meminta Rona untuk dipanggilkan dokter, namun hasilnya percuma saja. Karena dokter manapun takkan bisa memulihkan kondisinya. Memanggil dokter hanya akan membuat dokter itu bingung. Seperti halnya mereka sakit atau terluka, maka dengan cepat pula mereka pulih dengan sendirinya.
Soully merasa frustasi saat Yafizan tersadar. Dengan cepat ia menghampirinya. Memeriksa setiap detail untuk memastikan keadaan suaminya.
"Aku baik-baik saja..." ucap Yafizan dengan suara serak.
Dengan mata yang masih setengah terpejam ia memegang tangan Soully, lalu menariknya supaya Soully merebahkan kepalanya di dadanya. Memeluk istrinya.
"Maafkan aku..." sesal Yafizan. "Maaf karena aku membuatmu ketakutan lagi terhadapku. Seharusnya aku lebih bisa mengontrol emosiku," imbuhnya seraya memeluk dan mengusap-ngusap rambut kepala Soully yang sudah merebahkan kepalanya di dada bidang suaminya yang sedang berbaring.
"Oh ya, apa tanganmu baik-baik saja? Apa tanganmu terluka?" seketika Yafizan cemas. Ia meraih tangan Soully, memeriksanya jika tangan mungil itu terluka akibat sentuhan dirinya tadi saat sedang emosi.
"Tidak, tanganku baik-baik saja. Aku yang seharusnya minta maaf. Salahku, seharusnya aku tidak membuatmu marah. Aku seharusnya tidak memikirkan pria lain apalagi terang-terangan membandingkannya tepat dihadapan suamiku sendiri. Walaupun...aku tidak bermaksud itu," maaf Soully.
Lagi, hati Yafizan terenyuh, ia mengecup puncak kepala istrinya. "Kau...selalu seperti ini. Inilah kenapa aku bisa mencintaimu dalam waktu yang singkat," Yafizan semakin memperat pelukannya.
Tok...tok..
Rona mengetuk pintu dengan pelan karena tidak enak mengganggu suasana romantis pasangan yang sudah berdamai itu. Yafizan dan Soully melirik kearah pintu dan Rona sudah melangkah masuk menghampirinya. Soully beranjak melepaskan pelukan suaminya lalu membantu Yafizan duduk bersandar yang bertumpu pada bantal di punggungnya.
"Maaf jika aku menginterupsi kalian. Bos, aku akan ke kantor sekarang. Ini sudah siang tapi aku harus segera ke sana karena ada suatu hal yang harus diurus. Kau...sebaiknya beristirahat saja dan temani istrimu," ucap Rona pamit.
"Rona, bisa kita bicara sebentar?" tanya Yafizan dan berisyarat kepada Soully agar meninggalkan mereka bicara empat mata.
"Aku akan pergi ke bawah dulu. Kalian bicaralah," tutur Soully lalu meninggalkan mereka berdua.
Sebenarnya apa yang mau mereka bicarakan? Hal itu membuat Soully penasaran.
***
"Ada hal apa sampai kau tidak ingin Soully mendengar pembicaraan kita?" tanya Rona.
"Ron, besok kita pindah ke apartement utama. Selain dekat dengan kantor, aku juga bisa mampir pulang jika aku..." ujar Yafizan yang malu tak meneruskan kata-katanya.
"Jika kau merindukan istrimu?" ledek Rona sontak membuat pipi Yafizan memerah.
"Ti-tidak seperti itu. Aku...aku hanya tak ingin dia kesepian saja. Jarak dari kantor ke mansion ini terlalu jauh sehingga membutuhkan waktu cukup lama untuk sampai di sini. Dan daerah ini memang tidak terjamah orang-orang, sehingga memungkinkan dia bertemu orang asing dan menyentuhnya dengan sembarangan," terang Yafizan.
"Kau...cemburu?" tanya Rona lalu tertawa.
"Tidak." Yafizan salah tingkah.
"Tentu saja kau memang cemburu. Ini tidak masuk di akal. Jika rindu kau bisa menelepon dan ber-video call dengannya. Jarak kantor dan mansion walaupun jauh tapi dengan kemampuan yang kita miliki, kita bisa ke sini dalam sekejap mata," ujar Rona yang terus memojokkan tuannya itu.
"Terserah kau saja. Yang pasti besok kita akan pindah ke apartement utama. Dan...pastikan Soully menerima tawaran Mr. Govind waktu itu. Aku rasa membuatnya berkegiatan takkan membuatnya kesepian hanya tinggal di mansion ini sendirian," ucap Yafizan membuat Rona membelalakan matanya tak percaya.
"Apa kau yakin? Dengan membuat Soully menjadi asisten seseorang apa kau tak keberatan?" tanya Rona memastikan.
"Ya, dengan begitu setidaknya kami berada di gedung yang sama dan akan bertemu dengannya setiap hari. Aku tak ingin istriku cepat menua menghabiskan hari-harinya di mansion ini sendirian. Aku tak bermaksud menjadikannya seperti pembantu yang melakukan banyak hal di sini. Tangan mungilnya terlalu berharga untuk melakukan pekerjaan rumah tangga. Biarlah mansion ini kelak akan menjadi tempat tinggal kami di hari tua," jelas Yafizan.
Rona hanya sumringah mendengar kata-kata Yafizan. Ia sungguh tak menyangka jika bosnya kini bisa berfikiran positif dan dewasa bahkan hatinya mulai menghangat.
"Akan aku pastikan, istrimu selalu berada di dekatmu sepanjang waktu dan kalian akan selalu bersama hingga tua sampai maut misahkan kalian," tegas Rona di dalam keraguannya.
"Hei, aku...bukan maksudku seperti itu..."
"Sudahlah, Bos. Aku tahu kau sekarang lagi bucin."
"Bucin?
"Butuh cinta. Need love, Haha."
"Sialan!" Yafizan melemparkan bantal guling kearah Rona dan Rona menghindarinya dengan sempurna. Ia pun pergi meninggalkan bosnya yang sedang kasmaran itu. Yafizan tersenyum konyol akan tingkahnya.
***
Soully masuk ke dalam kamar ketika ia melihat Rona turun dan pamit padanya. Sebelumnya Rona sudah berwanti-wanti agar Soully berhati-hati pada suaminya dan Soully hanya mengernyitkan dahinya.
"Sayang, kemarilah," pinta Yafizan sambil menepuk tempat tidurnya agar Soully duduk di sebelahnya.
Soully membawa nampan berisi segelas orange juice segar dan beberapa kudapan dalam piring untuk suaminya karena hari sudah siang.
"Minumlah, ini untuk memulihkan tenagamu," ucap Soully sambil tersenyum dan memberikan segelas orange juice itu untuk Yafizan. Yafizan mengambilnya lalu meneguknya, dengan tangan yang menepuk-nepuk tempat tidurnya dua kali agar Soully duduk di dekatnya. Soully menaruh nampan diatas nakas lalu duduk di sampingnya.
"Apa kau mau?" tanya Yafizan menawarkan minumannya.
"Aku sudah minum tadi," jawab Soully berbohong namun Yafizan tetap menyuruh Soully untuk mengambil minumannya. Segera ia meneguknya perlahan kemudian dengan cepat memuntahkannya. "Fuhh, kenapa ini asin?" gerutu Soully.
"Ppfft, apa kau melamun sayang? Kau memasukkan garam sebagai gula. Dan kau sudah meminumnya tadi? Apa berarti tadi kau mencobanya sengaja untuk mengerjaiku?" ujar Yafizan menahan tawanya.
"Aku akan menggantinya. Maaf tadi aku..." Soully beranjak berdiri namun Yafizan menahannya. Ia mengambil gelas jus di tangan Soully dan menaruhnya diatas nakas.
Yafizan menarik Soully kearahnya, mereka saling berhadapan dekat dengan mata saling pandang. Soully merasakan jantunya berdetak dengan kencang. Ia tak berani berlama-lama menatap wajah tampan suaminya.
"Kenapa kau membuang wajahmu?" ucap Yafizan mendongakkan wajah Soully agar melihatnya. "Terus pandangi aku dengan wajah polos dan cantikmu itu. Sampai aku mabuk kepayang terus dan terus berlarut dalam cintamu," imbuhnya dengan nada yang sensual menggoda.
"Sayang, apa bibirmu terluka saatku menciummu dengan kasar tadi? Maaf..." tanya Yafizan dan Soully hanya menggelengkan kepalanya.
"Aku...ingin mencoba sisa orange juice asin yang akan terasa manis jika..." ucapnya lirih yang tanpa permisi mengecup bibir Soully dengan pelan.
Soully membulatkan matanya. Semakin lama ciuman Yafizan semakin memanas dan menuntut. Soully mengikuti alur permainan ciuman panas suaminya. Dengan mata yang terpejam mereka bergelora. Yafizan semakin mendekap erat tubuh Soully lalu menjatuhkannya dengan posisi diatasnya. Kini tangannya sudah bergerilya dan di setiap sentuhannya, Soully mendesah pelan membuatnya terdengar seksi, lenguhannya membuat kejantanannya semakin menggebu.
Siang itu, mereka saling bercinta terus menerus. Tubuh Soully seakan candu bagi Yafizan yang terus menuntut ketika tubuhnya menyentuh kulitnya yang halus. Aroma tubuh Soully yang khas sudah menyeruak indera penciuman dan menyatu dalam ingatannya yang kini siapapun takkan tergantikan jika ada wanita lain mendekatinya.
***
Bersambung...