webnovel

Bima dan Penjaga Cermin (2)

"Atas alasan apa aku harus menolongnya?"

Bima kembali menekankan kalau dirinya bukan spesialis masalah perhantuan. Tak ada yang bisa dia lakukan.

Lagipula, bagi Bima jauh lebih baik menyerahkan kondisi adik Raya kepada pihak dokter. Kenapa segala sesuatu yang tidak bisa dijelaskan harus selalu dikaitkan dengan hal mistis? Alasan yang bagi selalu menjadi pelarian orang putus asa.

Bima tidak punya waktu menolong orang untuk melampiaskan keputusasaan dan kekesalannya!

Winda hanya tersenyum mendengar pertanyaan dan melihat raut kesal dari lelaki muda di atas balkon. Perempuan itu pun menjawab dengan nada yang lembut.

"Lakukan demi kemanusiaan."

Raut Bima berubah mengkerut, dia balas menggerutu, "Aku tidak mau mendengar alasan seperti ini dari sesuatu yang bukan manusia."

Sedetik kalimat itu terucap, tiba-tiba hawa sekitar berubah dingin. Saking dinginnya, tulang dan hati Bima langsung menggigil.

Dia tengadah, melihat si anggun Winda yang duduk di atas batang pohon mangga. Melihat hantu perempuan tersebut tersenyum begitu manis dengan mata terpejam yang turut serta tersenyum bagai dua buah bulan sabit.

Tidak lama, kedua mata yang tersenyum itu terbuka. Memperlihatkan satu pasang mata tanpa emosi dengan kilau dingin. Sepasang mata yang memandangi Bima bagai suatu serangga tak bernilai, yang biasa ditemui di pinggir jalan dan diinjak-injak oleh yang namanya manusia.

Tubuh Bima seketika mematung, bibirnya tidak mampu mengeluarkan suara. Dia hanya bisa memandangi dua mata yang memandang rendah dirinya.

"Hmm, yeah. Inilah kemanusiaan yang sekarang. Untung diri ini bukan lagi manusia."

"..."

Bima masih belum bisa membuka mulut. Jadi dia hanya bisa memikirkan apa yang sedang dibicarakan oleh hantu di depannya.

"Diri ini tidak peduli dengan jiwa yang hilang tersebut," ujar Winda yang kemudian sosoknya menghilang dari pohon mangga dan muncul tiba-tiba di depan Bima.

Jari jemarinya yang lentik seraya mengelus pipi dan dagu dari lelaki tersebut. Mengangkat wajahnya, melihat lebih jelas wajah dari Bima sebelum akhirnya terkekeh, seperti menemukan sesuatu yang menarik.

Bima penasaran, namun hantu tersebut tidak menjelaskan aksinya itu. Melainkan menambahkan perkataannya barusan.

"Yang diri ini ingin tahu hanya satu. Sosok yang mengambil jiwanya. Jadi, pergi dan carilah sosok ini, Abimanyu. Kalau engkau punya waktu, mungkin membantu temanmu itu bukanlah ide yang buruk. Katakan saja, demi alasan kemanusiaan. Kukuku~"

Hmm~ hmm~ hmm~

Kemudian Bima meliha Winda berjalan santai sambil bersenandung. Wanita itu berjalan dengan santai, namun anehnya bukan Winda yang bergerak, melainkan pemandangan di sekitar yang bergeser.

Fenomena yang begitu absurd, hal yang membuat Bima menyadari betapa menakutkannya sosok bernama Winda tersebut.

Bahkan Lani, yang sama-sama hantu perempuan, saat ini hanya bisa meringkuk di samping Bima dengan tubuh yang bergetar. Wajahnya yang selalu tertutup rambut itu tertunduk melihat ke bumi, enggan melihat pemandangan sekitar yang turut berganti sesuka hati Winda.

Tidak sampai dua menit. Winda berhenti berjalan dan bersenandung.

Bima membuka mata lebar, tertegun melihat tempat dirinya berada saat ini. Pohon pinus di ujung tebing, yang dikitari oleh hutan pohon karet.

Tempat yang hampir menjadi lokasi nyawanya menghilang. Tempat para korban dari Bobby dikubur.

'Kenapa tiba-tiba kemari?!!'

Bima bingung dan terkejut. Dia tidak dapat memikirkan intensi dari Winda. Yang mana, tidak perlu lama, Bima kembali mendengarkan alunan suara merdu dari hantu tersebut.

"Kamu harus tahu satu hal, Abimanyu. Kamu adalah penerus Akmal, sebagai Penjaga Cermin."

"???"

Pada wajah pucat Bima, tampak tergambar pertanyaan besar akan apa yang sedang dibicarakan oleh Winda. Semakin lama Bima semakin bingung.

Winda pun menjelaskan kalau dulu Akmal, kakek dari Bima, memiliki suatu tugas yang diemban secara turun menurun. Yakni menjaga cermin yang digunakan Bima untuk menghisap para arwah kemarin.

"Banyak pihak yang mengincar cermin itu," Tutur Winda.

'Benarkah?' Tanya Bima dalam pikirannya, bibirnya masih belum bisa terbuka.

Bagai dapat menebak pikiran Bima, Winda pun menjawab kalau pemuda itu belum mengenal dunia baru yang baru dimasukinya. Dan Bima sudah tidak dapat keluar dari dunia tersebut. Dia sudah terhubung ke dalamnya. Cepat atau lambat, akan ada pihak yang menyadari dan mulai menargetkan cermin yang dimiliki olehnya.

'Kalau nyawa taruhannya, akan kuberikan cermin itu.'

Timpal Bima dalam hatinya. Dia benar-benar tidak mau berurusan dengan hal yang mengancam nan menyeramkan.

"Kau lakukan itu, maka diri ini yang akan mengambil nyawamu."

"..."

"Cermin itu adalah gerbang, Abimanyu. Gerbang ke akhirat, di mana terdapat banyak arwah dari yang lemah hingga yang dapat mengancam dunia ini menuju kehancuran."

Bukan hanya gerbang, Winda juga menjelaskan kalau cermin itu berfungsi juga sebagai penjara. Terdapat dua dimensi yang bisa dipilih Penjaga Cermin untuk mengirimkan arwah. Penjara atau akhirat.

Kemarin, Bima mengirim para arwah langsung ke akhirat tanpa pikir panjang. Namun ada kalanya, lebih baik dia memenjarakan arwah jahat yang merasuki Bobby ke dalam penjara.

'Kenapa?'

"Karena akhirat adalah tempat persemayaman para arwah manusia. Sedangkan mereka yang berubah jahat, ada kalanya mulai berubah menjadi jin, iblis atau setan. Sesuatu yang sebaiknya tidak dikirim ke akhirat. Penjarakan mereka dalam cermin hingga hari akhir tiba."

'Itu bodoh! Kenapa manusia harus memiliki benda seperti ini? Bukankah hal seperti sudah diatur oleh Tuhan dan para malaikatnya! Bukan tempatku untuk mengatur mereka pergi ke mana?!'

"Apa yang terjadi sudah terjadi."

Winda melanjutkan kalau terciptanya cermin itu bisa dibilang suatu kebetulan. Hanya karena satu orang iseng yang ingin mengendalikan para arwah.

Waktu berlalu, arwah jahat dalam penjara cermin terus bertambah. Mereka yang memiliki cermin dapat mengendalikan para arwah ini satu kali dengan syarat kebebasan mereka.

Para arwah itu akan melakukan segalanya, dari membuat kaya hingga membuat orang tersebut menjadi raja.

"Jangan pernah memakai arwah jahat itu. Karena bila memakainya, maka kau akan melepasnya ke dunia luar. Hal ini yang kuperingatkan juga ke Akmal, namun sesuatu terjadi padanya. Sesuatu yang buruk."

"..."

"Terdapat dua belas tahanan dari dalam penjara cermin yang berhasil keluar sepuluh tahun lalu. Dua belas sosok yang kejam dan memiliki kekuatan yang setara denganku. Sepuluh tahun berlalu, entah berapa banyak nyawa yang sudah mereka ambil."

Jadi, Winda meminta Bima untuk memeriksa sosok di perkemahan sana. Melihat apakah sosok tersebut merupakan satu dari tahanan yang kabur.

Ini merupakan tanggung jawab Bima sebagai penerus Akmal. Winda tidak menerima penolakan.

Kabur? Apakah Bima bisa melarikan diri dari sosok yang mampu berpindah ratusan meter hanya dengan beberapa langkah saja. Mustahil.

Bima merasa kalau dirinya baru saja menerima mimpi buruk.

"Selain menjaga cermin, tugas utamamu adalah mencari dan mengurung kembali dua belas tahanan yang kabur. Sebisa mungkin lakukan dengan cepat, sebelum mereka menghisap banyak nyawa dan menjadi lebih kuat. Kamu tidak akan suka dengan apa yang akan mereka lakukan selanjutnya."