"BAGAIMANA perilaku maid yang baru?" tanya Pangeran Rhysand kepada Hugo.
Lelaki itu baru saja kembali membagikan pakaian untuk para maid baru.
"Mereka baik. Saya menambahkan aksesoris pada pakaian mereka," celetuk Hugo pada Rhysand.
Rhysand mengernyit. "Apa yang kautambahkan?"
"Pasti Anda menyukainya, Pangeran."
"Cih. Katakan saja," seru Rhysand menggeram. Giginya mulai berkeletuk.
Meskipun Rhysand sudah marah, Hugo tidak mau memberitahunya.
"Apa sebenarnya yang kau letakkan di sana?"
"Anda akan menyukainya, Pangeran." tutur Hugo sembari mengerling.
"Pergilah dari sini. Panggilkan Audrey untukku. Mengganggu saja kau ini."
"Baik, Tuan."
Dengan menahan senyumnya, Hugo melesat pergi dari ruangan Rhysand.
*
AUDREY mematutkan dirinya sekali di depan kaca. Seorang perempuan tomboy yang biasa menyemai rumput di ladang, sudah berubah menjadi begitu feminim.
Ia mengenakan pakaian maid yang khas. Dress berwarna hitam yang dipadukan dengan warna putih. Tak lupa, mereka membuat aksen gaunnya ini mengembang ketika berjalan.
Terakhir, ia turut mengenakan aksesoris yang menjadi aturan baru para maid. Peraturan ini ditegakkan oleh Hugo karena kesal dengan tingkah Pangeran Rhysand selama lima tahun terakhir.
Ketika dia begitu bawel tentang pemilihan maid yang mestinya sepele dan tidak perlu diperpanjang.
"Audrey Frankie, cepatlah menemui Pangeran Rhysand. Ia menunggumu!" seru Hugo saat tiba di depan kamar Audrey.
Audrey melirik sepintas. Lalu ia bersungut-sungut kesal. Tetapi, tetap saja ia lakukan.
Dengan langkah yang jauh dari kata anggun, Audrey berjalan ke ruangan Pangeran Rhysand.
Audrey kesal setengah mati dengan istana ini. Istana Pangeran Rhysand ini begitu besar dan tinggi. Istana ini terdiri dari lima lantai.
Sialnya lagi, ruangan Rhysand terletak di lantai 5. Mau tak mau, Audrey harus naik tangga yang mengular begitu tinggi.
Saat ia tiba di depan ruangan Rhysand, ia sudah terengah-engah. Napasnya sudah mau habis.
Audrey mengatur napasnya dengan kewalahan.
Tok, tok, tok.
"Masuk saja," seru Rhysand dari dalam ruangan.
Dari suaranya saja, sudah membuat Audrey bergidik. Suara serak basah yang begitu berat dan maskulin.
Audrey menarik pintu dengan pelan. Di sanalah, Pangeran Rhysand duduk sembari menjamu teh dan beberapa cemilan. Di tangannya, terdapat koran yang tengah dibaca.
Audrey menunduk dalam kepada Sang Pangeran.
Pangeran Rhysand melipat koran yang tengah dibaca, lantas melirik padanya. Saat itulah, mata Pangeran Rhysand melotot begitu besar.
"APA-APAAN INI?!!"
Audrey terlonjak kaget sampai tubuhnya terjungkal ke belakang.
"Apanya yang apa, Pangeran?"
"Bagaimana- bagaimana kau bisa-- kau bisa memakai topeng di istana??!"
Audrey mengernyit tidak mengerti. Bukannya dia sendiri yang mengatur pakaian dan peraturan baginya? Mengapa dia malah bertanya balik kepadanya? Mana mungkin Audrey tahu?
"PANGGILKAN HUGO UNTUKKU!"
"Dasar, bayi besar." gumam Audrey begitu pelan beriringan dengan tiupan angin.
Akan tetapi, telinga tajam Rhysand turut mendengar gumamannya itu. "Apa maksudmu? Bayi besar?"
Audrey meringis. Ia merutuki bibirnya sendiri.
Sial, sial, sial! Harusnya bibirnya ini dikontrol!
"Tidak, Tuanku Pangeran. Tuan salah dengar. Maksudku, Tuan Besar."
"Aku yakin tidak mendengarnya begitu."
"Saya mengucapkannya begitu," desis Audrey.
"Aku tidak percaya kau berkata begitu,"
"Sungguh tidak begitu."
Audrey dan Rhysand saling berpandangan. Tatapan mereka mengeluarkan sinar laser satu sama lain.
Rhysand dan Audrey sama-sama tidak mau kalah.
Tatap terus, sampai matamu panas, Pangeran. Audrey memakinya dalam hati. Bibirnya mulai menyinggungkan sebuah senyuman jahat.
Rhysand sudah ingin meledakkan emosinya. Matanya terasa panas dan mulai berair. Rhysand berpikir, ia harus menyudahi persaingan sengit beradu tatap ini!
Tatkala mereka berdua sibuk beradu tatap, Hugo muncul di antara mereka. "Apa yang terjadi di sini?"
Rhysand menyudahi persaingan tatapannya secepat kilat. Matanya berkedip dan beralih kepada Hugo.
Melihat Rhysand yang kalah, Audrey menyeringai.
Audrey mendengus. Batinnya mengoarkan, "Rasakan itu, Audrey dilawan."
Rhysand merasakan ekspresi Audrey yang menyebalkan, tetapi ia menghiraukannya.
"Apa maksudmu memberikan aksesoris topeng pada maidku?" hardik Rhysand.
"Ah... itu." Hugo menyembunyikan senyumannya.
"Saya hanya ingin memperlihatkan aturan baru para maid. Jadi, maid kini memakai sebuah topeng pada wajah mereka. Hal ini selaras dengan tujuan saya sebelumnya. Bahwasanya, Pangeran harus mengetahui, bahwa hati lebih penting dibandingkan dengan fisik."
Rhysand mendesis "Cih. Sampai kapan kau akan memasangi mereka topeng sialan ini?"
"Sampai Pangeran menyadari, kalau tidak ada yang lebih penting dibandingkan sifat manusia."
"Baiklah aku mengerti maksudmu. Kalau aku tidak akan mengerti dengan ini dalam jangka waktu tiga bulan, aku mengerahkan seluruh maid untuk melepas topeng mereka. Atau jangan-jangan... maid baruku begitu jelek?"
Hugo menggeleng, "Tidak. Mereka cantik,"
Dalam hati Hugo meralat ucapannya, mereka cukup cantik dibandingkan para tawanan penjara.
"Kalau begitu, tiga bulan. Tunjukkan padaku kecantikan batin sialanmu,"
"Tidak bisa, Pangeran. Satu tahun."
"Tiga bulan." ulang Rhysand.
"Satu tahun atau aku akan keluar dari istana ini," ancam Hugo padanya.
Otot wajah Rhysand menegang. "Baiklah. Satu tahun. Padahal, sangat tidak lucu melihat mereka berkeliaran di istana mengenakan topeng. Kau pikir ini sedang di festival?"
"Anggap saja begitu, Pangeran. Kalau begitu, aku pamit dulu." tutur Hugo pada Rhysand.
Lelaki itu menyisakan sebuah senyuman samar di wajahnya. Senyum kemenangan yang jahil.
Audrey menahan senyumnya. Ternyata, Rhysand bisa tunduk juga kepada Hugo. Ia mengira, lelaki itu tidak bisa dijinakkan.
Namun, kenyataannya, Rhysand cukup menggemaskan. Di hadapan Hugo.
Sepeninggal Hugo, tersisalah Audrey di ruangan itu.
Hanya berdua.
Berdua saja!
Astaga. Audrey mendadak panas dingin. Bagaimana jika lelaki itu langsung melahapnya? Tidak, tidak. Ini adalah hari pertamanya menjadi maid, tidak mungkin Pangeran Rhysand bertindak seperti itu.
Hari pertama...?
Tidak! Hari pertama di sini, bukan seperti malam pertama!
Audrey meneguk ludahnya. Ia ketakutan karena hanya ada Pangeran Rhysand dan dirinya saja, di ruangan, super besar ini.
"Jadi, kau yang namanya Audrey?" tanya Rhysand padanya.
"Iya, Tuan."
Audrey tidak bisa menyembunyikan getaran dalam hatinya yang ketakutan. Bahkan, jemarinya sudah mendingin karena takut dengan sosok bengis di hadapannya.
Rhysand mengelus dagunya. Diperhatikannya tiap inci gadis itu.
Awalnya, ia tidak memperhatikan. Setelah dilihat-lihat, tubuh Audrey begitu mungil. Tingginya bahkan tidak mencapai 165 sentimeter.
Hanya berkisar 155 sentimeter saja.
Rambutnya itu berwarna cokelat kemerahan dan menggelombang.
Sungguh, gadis ini jauh berbeda dari pikirannya! Ia mengira, Audrey adalah sosok yang dewasa, tinggi, berkulit putih halus dan begitu... cantik.
Mengapa, ia malah disodori gadis belia yang mungil ini?
"Berapa umurmu?" tanya Rhysand padanya.
"Umurku?"
"Iya, kutanya berapa umurmu."
"Umurku delapan belas tahun."
Oh, astaga! Demi apa pun! Gadis ini bahkan belum dewasa! Ia masih bocah ingusan!
Dan bocah ingusan inilah yang berani mengibarkan bendera perang padanya? Memakinya? Dia pikir dia siapa?
Rhysand berdiri. Tubuhnya yang tinggi berotot pastilah membuat Audrey ketakutan.
Rhysand berjalan mendekati Audrey. Ia menggubah posisi Audrey. Gadis itu yang awalnya menunduk, diangkat dagunya oleh dirinya.
"Pangeran..." suara Audrey berubah menjadi tikus terjepit.
Rhysand memulaskan senyum bengis. Rasakan kau!
*