webnovel

MAMA (1)

Ibu, mama, bunda, Uma, begitu banyak panggilan untuk orang istimewa itu. Seseorang yang menjadi matahari bagi anaknya, malaikat pelindung, ataupun selimut bagi anak-anaknya. Seseorang yang menjadi kuat, demi melindungi orang terkasih. Kata yang ketika disebutkan secara otomatis mengaktifkan lengkung kebahagiaan pada wajah yang memanggilnya.

Benar, Diana ingin sekali menemukan seseorang yang bisa membahagiakannya. Singkat kata dia ingin keluarga bahagia bagai cerita-cerita putri yang selalu dia dambakan.

"Diana" panggil seseorang dari ruang tamu

" Apa?" Sahut Diana dari kamar

"Diana! Kesini dulu.. nak" Nada suara itu semakin keras

" Hah. Ya ampun.. apa sih?" Diana bergegas menuju suara yang memanggilnya

" Apa ayah!" Diana sewot ,sambil memasang wajah kesal didepan ayahnya dengan pakaian seadanya, kaos kebesaran berwarna putih dan celana pendek berwarna hitam yang tertutup oleh baju yang besar itu yang memberikan kesan wanita minta diserang.

" Apa? kenapa diam?tadi manggil'' ujar Diana kesal sambil berkacak pinggang. Ayah Diana melongo tak percaya. Dia menutup mata, menggeleng-gelengkan kepala, kemudian memberikan isyarat.

'' Hm? Apa?'' Diana menoleh kebelakang, mengikuti arah tunjuk keluarga yang satu-satu ia miliki.

Matanya membelalak, melihat orang seorang laki-laki berpakaian rapi dan terlihat kaya, secara spontan ia bersembunyi di balik punggung ayah nya. Dia menyadari laki-laki 20-an di depannya ini adalah orang penting bagi ayahnya, karena malu Wajahnya memerah, sangat merah.

"wa.. wa..wah! Ada tamu!. Anda sangat tampan tuan" ungkap Diana random

Laki-laki itu berkedip dua kali dengan cepat menjelaskan bahwa dia kaget bercampur bingung.

" Wah anak ini, mana attitude mu, maaf tuan anak saya membuat anda tidak nyaman" ayah Diana mencubit anak perempuan tersayang nya dengan kuat karena malu. Ayah Diana mendekatkan kepala anaknya itu ke kuping Diana yang mungil lalu berbisik dengan volume yang masih dapat didengar oleh orang lain.

" Ganti pakaianmu, kau mau dikira gila... cepat...."

Mendengar suara ayahnya yang demikian mengerikan Diana secepat kilat kembali ke kamarnya. Saat melewati laki-laki tersebut, Diana yang polos dan usil mengedipkan matanya lalu merapatkan kedua tangannya lalu berucap,

" Maaf tuan, hehe" kemudahan Diana berlari menuju kamarnya bagai kereta sinkasen.

" Astaga! aku tidak percaya tentang apa yang aku liat, Hei!" Pekik ayah kepada Diana,dia ingin menghilang saja.

Suasana canggung meliputi kedua laki-laki itu. Mereka saling melempar senyum berharap diantara keduanya mencari pokok pembicaraan yang bisa menghilangkan kekakuan diantara mereka.

" Maaf saya datang tiba-tiba pak, saya memperkenalkan diri saya sekali lagi, nama saya Renakim. Panggil saya Ren. saya pegawai yang diperintahkan melaporkan perkembangan di cabang perusahaan Lei yang ada di kota Ombak ini.'' laki-laki itu membuka percakapan

Ayah Diana mengangguk-angguk, setelah Ren selesai berbicara barulah Adam mencoba berbicara juga.

" Maaf telah repot-repot datang, nama saya Adam. Seharusnya bukan saya yang menyambut tuan, tapi bapak Dahlan tapi beliau sedang ada halangan jadi, saya yang menjemput tuan di bandara hari ini,"

Jelas Adam sambil terus membungkuk-bungkukkan tubuhnya. Adam merasa perlu waspada dalam berbicara pada anak muda didepannya ini.

" saya yang seharusnya minta maaf, saya datang lebih cepat karena salah melihat tanggal. Lalu Jangan panggil saya tuan, pak . panggil nama saja, Itu membuat saya sedikit tidak nyaman" ungkap Ren

" Baik tuan" jawab ayah Diana kikuk, meski tanpa alasan yang berdasar, batin Adam merasa orang didepannya ini adalah orang penting bagi perusahaan Lei.

''Pak anda masih.." Renakim pasrah

Sedangkan dalam kamar Diana sibuk bersiap-siap, setelah merasa penampilannya sudah baik barulah dia ke dapur membuat kopi, dan menambahkan cookies coklat sebagai camilan.

Setelah beberapa kali mengecek penampilan dirinya di cermin, barulah Diana mengantarkan hidangan terbaik kepada tamunya. Diana berjalan hati-hati, meletakan suguhan minuman itu di atas meja secara perlahan tak lupa meletakan piring cookies coklat, merasa sukses dengan penyambutan tamu miliknya, senyum Diana mengembang, sehingga nampak begitu menggemaskan.

" Semoga hidangan sederhana ini bisa diterima tuan" dia mengatakannya dengan malu-malu.

Ren berharap keduanya berhenti memanggil dirinya begitu.

" Diana, nama tuan ini Renakim dia mulai besok akan bertugas mengawasi perusahaan Lei , kau bisa memanggilnya , anu maaf, tuan umurnya berapa?''

tidak ada harapan pikir Ren

" Saya berumur 23 pak"

"Ah, Panggil saja dia kak Ren" perintah Adam

Diana mengangguk tanda mengerti, wajahnya berseri-seri karena dapat kenalan baru.

" Baik, mohon bantuannya kak Ren'' Diana membungkuk kemudian pamit kebelakang.

..................

Diana mengintip dari  balik tirai, memperhatikan mimik wajah laki-laki yang menjadi tamunya itu.

" Dalam mode serius'' kemudian, Diana merasa lucu, Adam dan Ren dalam pembicaraan penting. Diana memperhatikan wajah Ren lebih sesama. 

"Kenapa dia bisa sebening itu ya?" Kening Diana mengkerut, kemudian menyadari bahwa cermin lemari di ruang tengah memantulkan kegiatan mengintip yang dilakukannya.

" Ini tidak pantas dilakukan, ya kan? Tapi aku masih mau melihat wajah tampan tuan itu''  Diana nyengir ke arah cermin selayaknya kawan bicara.  Semakin lama tatapan Diana semakin memberikan tekanan , Ren yang merasakan pressure tersebut membuatnya pelan-pelan menoleh.

Wajah Diana yang bagai anak kecil berharap permen membuat bibir Ren gatal. Ia ingin tersenyum ,namun ia tak ingin melakukannya. Dia merasa akan kehilangan wibawanya.

''Aah.. Aku tidak mau berurusan dengan bocah ini'' pikir Ren saat bertemu mata Diana.

Karena ketahuan Diana hanya bisa tersenyum lebar sehingga matanya menyipit, bagai anak kecil.

Meski sangat tak nyaman dengan tindakan yang dilakukan Diana, Ren akhirnya memberi senyum pada bocah itu, entah karena terpaksa atau karena tak menyadarinya. siapa yang tau.

..................