webnovel

Bab 5

Lima menit sebelumnya,

Clara berjalan di pinggir lapangan sembari tangannya sibuk mengipasi wajahnya yang berkeringat. Kelasnya yaitu 11 IPS-2 berada di seberang lapangan outdoor, hal itu membuatnya harus melewati lapangan terlebih dahulu guna mencapai kelas. Dan sekarang lapangan itu sedang digunakan untuk bermain bola. Hanya saja yang bermain cuma Garda, tanpa seorang lawanpun. Tak heran memang, dia sedari masuk pertama sekolah terlihat lebih suka menyendiri dan tidak berteman dengan siapapun.

"Awas!"

Clara terlalu sibuk melamun memperhatikan Garda sehingga tak menyadari tendangan Garda yang melenceng menuju ke arahnya. Tak sempat terkejut apalagi menghindar, bola bercorak hitam putih langsung menghantam kepala Clara. Membuat cewek itu langsung jatuh pingsan seketika.

"Woy, ada yang pingsan woy!"

"Palang merah! Palang putih!"

"Garda, tanggung jawab!"

Tak sampai lima detik, Clara sudah di kelilingi oleh sekumpulan cewek atau cowok yang berada di sekitar. Terlihat di sisi Garda, cowok itu tampak berdecih sebelum dengan enggan menggendong Clara menuju ke UKS.

Saat sampai di UKS, kebetulan ruang itu sepi tanpa ada orang satupun, baik petugas PMR maupun orang sakit. Garda dengan mudah meletakkan Clara di atas ranjang yang sudah tersedia di sana.

"Nyusahin."

Garda mendengus malas. Tangannya terulur mengambil minyak kayu putih dan menuangkannya sedikit di atas sapu tangan miliknya. Lalu kemudian ia menaruh sapu tangan tadi di hidung Clara.

Dan setelah itu seolah tanpa beban, Garda melangkah pergi dengan cueknya. Dia sudah merasa bahwa tanggung jawabnya sudah cukup.

Kini hanya ada Clara seorang di UKS yang sepi. Menyedihkan memang. Namun itu tak bertahan lama, kesunyian di UKS langsung sirna saat Cakra datang dengan segala kepanikannya.

"Claraaaaa!!"

Cakra menendang pintu UKS hingga engselnya terlepas lalu segera masuk ke dalam. Matanya terlihat sudah berkaca-kaca dengan hidung yang memerah imut.

"Clara, bangun! Jangan tinggalin Cakra!" teriaknya panik sembari mengguncangkan tubuh Clara berulang kali.

Jeno dan Prakoso yang baru saja sampai, mendengar hal itu. Jeno berdecih, sedangkan Prakoso menatap kagum engsel pintu yang rusak.

"Yaelah, Clara itu pingsan. Bukan sakit parah, Cak." peringat Jeno yang langsung memposisikan diri di samping Clara.

Jeno mengulurkan tangan hendak memegang jari Clara, tapi tangannya segera ditampar oleh Cakra. Dia menatap Jeno beringas, "Mau ngapain? Sembarangan mau nyentuh Claranya Cakra."

Prakoso yang sudah puas menatap engsel pintu, ikut berbicara. "Jeno kan anggota PMR, Cakra. Jadi Jeno mau periksa Clara."

Bibir Cakra merengut, matanya menatap Jeno penuh waspada. Tapi dia tak lagi berbicara apapun, membuat Jeno memberanikan diri menyentuh jari-jari Clara dan menekannya di setiap masing-masing kuku.

"Jangan lama-lama modusnya." cibir Cakra dengan wajah yang terlihat sangat tertekan.

Alhasil bukan hanya Cakra saja yang terlihat tertekan, tetapi Jeno juga. Bagaimana tidak? Cakra menatapnya seolah ingin membunuhnya detik itu juga.

Berbeda dengan Jeno, Prakoso malah tampak berpikir keras dengan ekspresi bingung. "Kenapa harus modus Cakra? Kenapa nggak Mean atau Median?"

Delikan mata sinis dari Cakra menjadi tanggapan dari pertanyaan polos mendekati bego dari Prakoso. Tapi itu hanya sesaat karena Cakra kembali mengalihkan pandangannya ke Clara. Dahinya mengernyit saat melihat sapu tangan di atas hidung Clara.

Cakra mengambil sapu tangan berbau minyak kayu putih itu lalu meremasnya. "Ini sapu tangan siapa? Kok kayak punya cowok."

Rasa curiga mulai menghinggapi Cakra. Ia menoleh ke arah Jeno, "Tadi siapa yang bawa Clara kesini, Jenong? Terus kenapa Clara bisa pingsan?"

Jeno kontan terdiam. Bingung harus berkata apa. Kalau ia mengatakan yang sebenarnya kalau Garda-lah yang membawa Clara ke UKS, dan cowok itu juga yang membuat Clara pingsan, pasti Cakra akan langsung membuat perhitungan pada Garda. Dan ia tidak bisa membiarkan Cakra berkelahi lagi, poin pelanggaran Cakra itu sudah banyak, bisa-bisa cowok itu nanti tidak naik kelas.

"Jawab, Jenong!"

Jeno tersentak dari lamunannya, bersamaan dengan Clara yang mulai sadar dan melenguh pusing. Membuat perhatian Cakra teralih dan Jeno menghela napas lega.

"Shh.. Pusing." Clara memijat keningnya yang berdenyut-denyut. Pandangannya yang semula kabur, perlahan mulai menjadi jernih. Dia bergerak duduk namun ada suatu dorongan yang kembali membuatnya berbaring. "Eh?"

"Clara nggak boleh bangun dulu, istirahat yang bener."

Tak perlu kejutan apalagi siraman air, hanya mendengar suara itu mata Clara langsung terbuka lebar. Shit, itu suara si bocah balita! "Ngapain lo disini?"

Cakra menjawab singkat, "Nungguin, Clara."

Mendengus, Clara berusaha untuk mengabaikan keberadaan Cakra. Matanya mengedar ke sekitar, oh ternyata dia sedang berada di UKS. Tunggu, memangnya dia tadi kenapa?

"Eh Jeno, tadi gue pingsan ya? Gara-gara apa?" tanya Clara kepada Jeno.

Jeno yang sedang memeriksa persediaan obat di lemari, wajahnya langsung berubah pucat. Ternyata dia belum bisa selamat dari pertanyaan itu. Sedangkan Cakra, cowok itu tampak cemberut. Pipinya menggembung kesal dengan mata memelototi Jeno.

"Ah, anu tadi.. " Raut bingung terpatri dengan begitu kentara di wajah Jeno. Duh, ia harus cari alasan apa? Clara pingsan karena melihat 'wik wik wik' begitu?

Lantaran Jeno terlalu lama berpikir dan juga Cakra sudah tidak sabar lagi, akhirnya dengan cepat Cakra menarik Jeno dan melemparnya keluar dari UKS.

"Jeno mah goblok, apa sih susahnya bilang kalo Clara pingsan gara-gara Garda." Prakoso yang sedari tadi diam disudut, berkata pelan.

Tapi Clara masih bisa mendengarnya, cewek itu langsung teringat seketika. Garda tadi sedang bermain bola, kemungkinan kepalanya terkena bola hasil tendangan dari Garda. Ah, pantas saja Jeno terlihat sangat kebingungan tadi.

"Clara mau apa? Cakra beliin roti mau?" tawar Cakra yang sudah selesai mengurusi Jeno yang malang. Tapi kabar baiknya, sepertinya Cakra sudah lupa dengan penyebab Clara pingsan.

"Nggak usah." tolak Clara langsung.

"Tapi Cakra maksa tuh."

Terus kenapa tadi nawarin? Clara menipiskan bibir untuk meredam rasa kekesalannya.

"Eh, Perkosa. Beliin roti sama teh hangat." Cakra melemparkan dompetnya kepada Prakoso. "Inget, rotinya harus dua rasa. Tehnya juga harus bener-bener hangat, kalau panas nanti Cakra siramin ke Perkosa."

Ucapan dari Cakra kontan membuat Prakoso bergidik ngeri. Cowok yang gayanya sedikit lembek itu segera pergi meluncur ke kantin.

"Bisa nggak sih lo itu manggilnya Prakoso? Ambigu tahu nggak? Perkosa, Perkosa mulu." ujar Clara saat hanya ada dia dan Cakra di ruang UKS.

Cakra yang sudah kembali duduk di samping ranjang, menjawab. "Nggak bisa, Clara. Cakra itu ingetnya selalu Perkosa."

"Pikun lo! Dasar tua!"

Namanya juga Cakra, bukannya tersinggung dia malah tersenyum lebar. "Nggak apa-apa kalo Cakra tua, kan artinya Cakra bisa mengayomi Clara."

Sudah, Clara! Lo diem aja! Dewi batin Clara memberi nasihat. Dan cewek itu pun menurutinya. Dia pasti akan selalu kalah jika berbicara dengan Cakra

Akhirnya Clara memutuskan untuk bermain ponsel miliknya tanpa merubah posisi berbaring. Dia mulai fokus membalas chat yang masuk di aplikasi kakaotalk miliknya. 2019 masih memakai kakaotalk? Kenapa? Nggak suka? Sini kita gelud!

Clara terlalu sibuk dengan ponselnya sampai-sampai tak menghiraukan Cakra yang terlihat bosan. Cowok yang sedang duduk tepat di samping ranjang Clara itu mengeluh tanpa henti. Berniat mencari perhatian Clara namun sayangnya tidak berhasil.

Tapi Cakra tidak habis akal, dia segera mengeluarkan ponselnya dari saku dan tampak mengetik sesuatu.

From : Balitaque

Clara, Cakra bosen

Setelah melihat pesan itu, Clara hanya melirik Cakra sekilas sebelum kembali fokus pada ponselnya. Membuat Cakra kembali cemberut dan ingin membanting ponsel cewek itu.

Clara sendiri merasa acuh tak acuh. Ia mengecek grup dan terkekeh saat melihat foto temannya yang berpose lucu.

"Pesan Cakra cuma dibaca doang, ini malah ketawa. Clara sibuk apa sih sebenernya?" tanya Cakra dengan ekpresi menuntut. Clara patut dicurigai sekarang, bagaimana jika dia sedang bertukar pesan dengan cowok lain? Ish, Cakra kan nggak suka!

"Suka-suka gue." jawab Clara seraya mendengus.

"Siniin ponselnya kalo gitu!" titah Cakra namun tentu saja tidak dituruti oleh Clara. Cowok itu bergerak semakin mendekat, berusaha mengambil ponsel Clara.

Clara berjuang mempertahankan ponselnya dari Cakra yang menahan tangannya guna merebut benda sejuta umat itu. Mereka tidak menyadari bahwa posisi mereka terlalu dekat hingga terlihat ambigu. Terbukti dengan suara jeritan kaget yang terdengar dari luar.

"Ya Tuhan, Prakoso nggak lihat! Prakoso lagi pake headset!!"