webnovel

Masa Lalu

Beberapa waktu yang lalu itu..

Dua orang gadis tengah berkutik dengan pikirannya masing-masing. Mata mereka menatap lurus pada pemandangan yang ada dihadapnnya, rumah-rumah yang terlihat kecil, langit yang begitu luas, sungguh menghangatkan perasaan mereka.

"Zara.. kau kesini pasti karena dipaksa lagi kan?" tanya Nifa hati-hati, Zara hanya bergumam.

"Kenapa kau tidak menyerah saja? Mungkin akan indah jika kamu memang menuruti keinginan mereka." ucapnya tanpa memerhatikan air muka sahabatnya yang sudah berubah menjadi dingin.

"Kalau memang dirimu tidak suka, kenapa tidak mencoba untuk membatalkannya? Aku akan membantumu.. Ya, meskipun aku iri nanti, karena kau akan menikah duluan." ucapnya dengan mata yang masih tertuju pada pemandangan di depan matanya itu.

Zara, gadis yang berkacamata itu tampak berpikir mempertimbangkan. "Memang apa kau punya ide untuk membatalkan itu?" tanyanya.

Gadis itu langsung membalikkan badan menghadap Zara, "Kau carilah kandidat yang sesuai dengan hatimu. Nanti aku bantu mengulur waktu yang diberikan bibi padamu."

"Contohnya?"

Nifa menghembuskan nafasnya kasar, " Aku suka heran padamu. Kau itu Mahasiswa Berprestasi tapi otaknya lemot banget.. Kok bisa mengalahkan mereka ya?" geramnya.

Zara hanya memberikan tatapan tajam penuh arti, dia seolah-olah mengatakan 'trus apa masalahmu?'. "Okay.. gini ya, Ra. Bibi dan Paman mau kau secepatnya menikah, biar tidak khawatir melepaskan dirimu kuliah jauh dari rumah. Mereka tidak bisa memantau kau selama 24 jam penuh seperti dulu SMA atau waktu kau kecil. Nah, untuk membuat hati mereka tenang, makanya mereka memintamu untuk segera menikah, kalau kau tidak bisa maka jalan terkhir adalah perjodohan. Begitu kan?" tanyanya.

"Seharusnya kau lebih tau dariku, karena anak Bibi adalah dirimu bukan diriku. Dasar kurang peka." ketusnya.

Zara hanya terdiam, "Memangnya mereka mau menjodohkanku dengan siapa?" tanyanya lirih. Nifa hanya menggendikkan bahu, tak tahu. Mereka kembali terdiam tenggelam dalam pikirannya masing-masing.

'Ih nyebelin mereka. its okay kalau mereka minta aku untuk nikah, tapi please jangan ngebet banget bosa gak sih? Aku tuh maunya sama seseorang yang memang benar-benar bisa membuatku jatuh hati, dan nyaman. Bukan yang tak tau jelas siapa dirinya, dan tiba-tiba terikat dengan pernikahan. Nikah gak sesimpel menyimpan barang yang kita suka.' pikir Zara. Ia tak bisa fokus untuk menatap semua keindahan fatamorgana di depannya. Banyak hal yang berseliweran dalam pikiran, yang membuatnya tak nyaman.

Zara itu gadis yang tak pernah bisa mengatakan tidak pada orang tuanya, ia sangat menyayangi mereka. Tak pernah tega jika ia melihat wajah yang mulai keriput itu kehilangan senyumnya. Tapi ini masalah nikah loh? Yang membuatnya bimbang jungkir balik.

"Trus apa yang harus aku lakukan, Fa?" tanya Zara memecah keheningan yang tercipta. Tak ada suara yang terdengar lagi kecuali semilir angin yang memainkan gamis yang mereka kenakan di lantai 8 ini.

"Ya nikahlah terus apa lagi?"