webnovel

Dessert

Pasangan muda yang baru mensakralkan hubungannya beberapa hari lalu, keluar dari mobil hitam yang terpakir di depan sebuah rumah yang cukup mewah. "Zi, ini kamu sewa satu rumah? Berapa pertahunnya? Sepertinya mahal." Ucap Zara sambil menutup pintu mobil.

Zia melangkahkan kaki menuju bagasi mobil untuk mengeluarkan barang-barang mereka. "Tak usah dipikirkan, yang penting aku dan kamu yang telah menjadi kita nyaman berada di sini. Insya Allah, uangnya halal.." Balasnya.

Zara mengangguk-anggukan kepalanya, membawa beberapa koper ditangannya untuk dibawa, sedangkan Zia membawa beberapa barang berat lainnya. Zara membuka pintu itu dengan kunci yang diberikan Zia sejak dalam perjalanan tadi.

Rumah itu begitu bersih dan tertata rapi. Isinya pun sudah lengkap, tak ada kekurangan sama sekali. Dinding yang berlapiskan warna abu muda itu terkesan elegan. Terdapat sofa berwarna ungu tua, dan beberapa hiasan di dalamnya.

Zia menunjuk salah satu kamar, Zara memasukinya dengan leluasa. Ia menatapnya dengan kagum, semuanya sudah tertata rapi. Banyak hal yang membuatnya nyaman ketika ia pertama kali memasuki ruangan itu. "Kau membeli rumah ini, ya?" Tanyanya penuh telisik.

"Hanya, untuk satu tahun." Ucapnya lalu menyimpan barang-barang itu di ujung ruangan. Ia membaringkan tubuhnya di atas kasur.

"Tetao saja.." Ucapnya terhenti. "Hey.. itu kotor." Zara mencoba mengingatkan Zia ketika melihatnya akan menjatuhkan diri pada tempat tidur berwarna monokrom itu.

"Bersih.. Tadi ada seseorang yang membersihkannya." Tambahnya.

"Kau menghamburkan uang terlalu banyak Zia." Ucapnya sambil berkacak pinggang.

"Aku niatkan ibadah, untuk saling berbagi rezeki. Sesama manusia kan membutuhkan manusia lainnya. Sudahlah jangan terlalu dipusingkan. Hanya untuk hari ini saja.. Okay?" Ucapnya dengan mata yang terpejam.

Zara menghela nafas, tentu ia tak bisa berbuat apa-apa lagi. "Bersihkan dirimu sebelum tidur. Aku akan menyedikan air hangat untukmu, agar tubuhmu rileks." Ucapnya, lalu ia pergi memasuki pintu yang ada di kamarnya.

Setelah dirasa cukup, ia membangunkan Zia dengan nafas yang sudah teratur. "Hey.. bangun. Badanmu pasti lengket, ayo mandi dulu." Ucapnya membangunkan laki-laki bertubuh tinggi itu.

Tak ada tanggapan sama sekali.

"Zi.. Zi.." Panggilnya. Ia menghela nafas, pergi ke salah satu ruangan yang dipenuhi dengan perkakas dapur. Ia menuangkan air kedalam gelas, dan membawanya duduk. Lalu meneguknya sampai habis, setelah mengucapkan bismillah.

Jam menunjukan pukul empat sore. Selama kurang lebih dua jam mereka melakukan perjalanan dan berhenti di salah satu masjid untuk melaksanakan shalat Ashar sebentar. Tentunya Zia yang mengemudi merasakan capek yang luar biasa.

Gadis berpakaian lavender dengan sedikit corak bunga di bawahnya, melangkahkan kaki menuju lemari es di hadapannya. Ia membuka freezer berwarna hitam abu itu, dan di hadapannya tersaji berbagai macam sayuran beserta bumbu-bumbu lainnya. Ia penasaran terhadap lemari-lemari yang menggantung pada dinding berwarna abu hitam itu. Lemari itu menampilkan berbagai piring dan gelas serta beberapa bumbu di dalamnya. Sungguh, sedetail itu kah persiapan Zia untuk memberikan kebahagian pada Zara?

Dengan hatinya yang diliputi kebahagiaan, dengan cekatan ia mengeluarkan bahan makanan dan bumbu-bumbu. Ia memasak nasi terlebih dahulu, sebelum memasak sayur jamur dan juga siomay ikan. Ya, hari ini ia melakukan uji coba untuk memasak resep-resep yang sudah ia catat dalam pikirannya beberapa waktu lalu.

Setelah selesai melakukan pekerjaan dapur, ia kembali ke kamar. Laki-laki itu masih dengan posisi yang sama seperti ia meninggalkannya beberapa waktu lalu. Ia hanya mampu menggelengkan kepala, 'Kasihan suamiku.' batinnya. Ia mengeluarkan beberapa barang dan memutuskan untuk mandi terlebih dahulu dengan air yang mulai mendingin itu.

Ketika ia selesai mandi, jam menunjukan pukul lima sore. Sudah satu jam Zia tertidur dengan posisi yang sama. Ia menyiapkan kembali air hangat untuk mandi pasangannya. "Zi.. Bangun." Ucapnya mendekat pada lelaki yang masih terlelap pada mimpi di sore harinya. "Zi, gak baik loh tidur sore-sore. Kan kamu tahu sendiri kalau tidur sore berpotensi tinggi menyebabkan kegilaan." Lanjut Zara.

Kata-kata tersebut membuat Zia sedikit terusik, Zara yang tengah teduduk di sampingnya di tarik ke dalam pelukan laki-laki yang mengenakan kaos berwarna hitam yang cukup pas di badannya. Ia memeluknya seperti bantal guling, dan kembali menyelami alam mimpinya.

"Zi.. Ayo, mandi dulu yuuk. Lalu kita makan, kamu pasti lapar." Panggilnya lagi. Sungguh Zia susah sekali untuk dibangunkan, Zara semakin kesal dibuatnya. "Padahal aku sudah masak." Lirih Zara sambil mengusap pelan dada bidangnya itu.

Zia membuka matanya, lalu mengecup kening Zara. "Kenapa gak bilang dari tadi sayang, hmm?" Respon Zia.

"Kau kan tadi tidur.." Timpalnya. Zia mendekatkan wajahnya pada wajah Zara, mengecup bibir merahnya beberapa kali.

Zia memperlihatkan deretan giginya, "Hehehe.. Maafkan, pasti kau merasa kesepiankan?"

"Hidih, geer banget sih kamu. Cepat bersih-bersih, lalu kita makan bersama. Aku sudah menyiapkan air hangat untukmu, jangan terlalu lama mandinya nanti makanannya keburu dingin" Peringatannya.

Zia bangkit dari posisinya, mengambil handuk di tangan Zara lalu kembali mencuri ciuman darinya. "Kau ini.."

"Iya iya, manis." Ucapnya lalu meletakan telapak tangannya di depan bibir, lalu meniupkannya seolah-olah ia sedang mengirimkan ribuan kecupan pada Zara sebelum ia menghilang ketika masuk ke dalam kamar mandinya.

"Banyak tingkah sekali.." Gerutu Zara.

***

Zara dan Zia makan di meja makan yang telah tersedia. "Ini masakanmu yang pertama ya.." Lirihnya, sambil melihat Zara yang menyendokan nasi pada piringnya.

Zara terdiam, tampak berpikir. "Tidak, aku kan beberapa kali masak sama Mama dan Bunda." Ucapnya.

"Tapi ini murni masakanmu, sayang. Kalau kemaren ada campur tangan ahli. Aku penasaran dengan rasanya." Timpalnya. Zara hanya mengangguk, dan mereka makan dengan hidmatnya hingga suapan terakhir. "Ini masuk list daftar makanan favoritku. Aku menyukainya." Ucapnya.

"Menyukai masakannya atau yang masaknya?" Balas gadis yang membiarkan rambut hitamnya tergerai indah itu. Ia menaik-turunkan alisnya, dengan pedenya.

"Emmm.." Gumam Zia. Laki-laki itu mengisyaratkan gadis itu untuk sedikit mendekatkan wajahnya padanya. "Aku menyukai masakannya, dan aku mencintai orang yang memasaknya seperti candu tiada akhirnya." Ucap Zia.

"Aih gombal" Elak Zara ia memundurkan kepalanya, namun tertahan oleh tangan Zia yang berada di pundaknya. Laki-laki tersebut berdiri dan sedikit membungkukan badannya. Ia mencium bibir itu dengan lembutnya, semakin ke sini ciuman itu semakin liar. Zara yang masih belajar, mencoba untuk membalas ciuman itu dengan sangat hati-hati. Perlahan tapi pasti, ciuman itu berangsur-angsur menjadi ciuman yang menuntut. Zia berusaha untuk memasukan lidahnya dengan beberapa kali membuat gigitan-gigitan kecil di bibir bawah Zara.

Pipi Zara sudah merah merona layaknya buah delima yang matang secara sempurna. Ia menikmati ciuman lembut penuh dengan kenikmatan ini. Ya ia merasakan manisnya bibir Zia, yang selama ini selalu laki-laki itu katakan padanya. Ciuman itu terus berlanjut hingga, DRRRTTTTT DRRRRTTT.

Suara ponsel di atas meja makan itu menghentikan adegan dewasa tersebut. "Arrgghh.." Kesal Zia, merasakan kegagalan tiada tara. Ya, ia sudan tidak dapat menahan lagi keinginannya saat ini. Namun, suara ponsek tersebut membuyarkan kenikmatannya.

Sedangkan Zara, hanya terkikik melihat keputusasaan yang tergambar pada wajah sang kekasih dengan jelasnya. Zia mengangkat telpon dari Keira, adiknya. Zara berdiri, mendekatkan tubunya pada Zia yang tengah melangsungkan percakapan. "Terima kasih dessertnya, aku mencintai dessert ini." Lirihnya tepat di telinga Zia, membuatnya kembali menegang.

Gadis itu melenggang bebas, membereskan alat makan yang ada di atas meja. Ia tak perduli dengan reaksi Zia. Ia merasa menang melihat ekspresi Zia yang terlukis seperti sedang menahan sesuatu. Tentu saja ia tak mau bertanggung jawab setelah membangkitkan harimau yang hibernasi. Ia sudah terlalu sering dibuat olahraga jantung oleh Zia, inilah pembalasannya.