webnovel

MRS 2 - Desire

Aeden Marshwan, salah satu dari 4 mafia muda yang paling ditakuti di dunia. Namanya terkenal hingga ke berbagai belahan dunia. Ia kejam, sama seperti 3 temannya yang lain. Jika Oriel adalah Pangeran Es maka dia adalah Pangeran Api. Siapa saja yang menghalangi jalannya maka akan ia jadikan abu. Dealova Edellyn, hanya gadis biasa yang hidupnya selalu dijadikan bayangan sang kakak. Lova hanya seorang anak haram, itu kata yang selalu keluar dari mulut seorang wanita padanya. Dealova adalah anak dari hasil ketidak sengajaan. Ayahnya mabuk dan menghamili seorang pelayan bar. Pelayan bar itu adalah ibunya yang kemudian meninggal sesaat setelah melahirkannya. Lova tidak pernah mengenal dekat ayahnya. Dia hanya diasuh oleh sebuah keluarga yang diberi uang oleh ayahnya untuk merawatnya. Ketika ayah Lova bermasalah dengan Aeden, ia meminta pengampunan dengan memberikan anaknya pada Aeden. Saat itu Aeden pikir yang akan ia dapatka adalah Lovita Keandirsya, pianis yang terkenal berbakat dan sangat cantik. Tentu saja Aeden menerimanya. Dia menyukai Lovita sejak dia menyaksikan permainan wanita itu di sebuah konser musik. Tapi, yang terjadi adalah Aeden bukan mendapatkan Lovita melainkan Dealova yang merupakan adik beda ibu dengan Lovita. Aeden marah karena penghinaan ini tapi dia tidak menolak pemberian itu. Dia akan membuat perhitungan dengan keluarga Dealova, dan ia pastikan jika dia akan membuat Lovita merangkak ke kakinya. "Kau diberikan oleh ayahmu sebagai penebus dosanya padaku. Jadi, akulah tuanmu." Aeden Marshwan.

yuyunbatalia · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
29 Chs

part 25

"Tuan, kami menemukan sesuatu." Addison menunjukan sebuah foto dari ponselnya.

"Kami memeriksa semua kamera pengintai dan beberapa mobil yang melintas di jalan itu. Dan kami menemukan siapa pengendara mobil itu." Sambung Add, "Joce Valentine."

"Pria ini?" Aeden seperti mengenal wajah pria ini. Ingatannya cukup baik tentang orang-orang yang pernah ia lihat.

"Seorang pria yang anda cium di club malam Tuan Zavier. Malam dimana Tuan Oriel bertemu dengan Nona Beverly."

Ingatan Aeden semakin menjadi jelas. Benar, itu pria yang dia cium.

"Dapatkan dia, Addison. Bawa dia hidup-hidup padaku."

"Baik, Tuan."

Addison melangkah pergi.

Aeden tersenyum masam, apa maksud pria itu mencoba untuk melenyapkannya. Apa mungkin karena tak terima kejadian waktu itu? Ah, mungkin saja, mungkin saja harga diri pria itu terluka karena ciuman waktu itu.

Persetan dengan itu semua. Aeden hanya perlu membunuh pria itu untuk menenangkan Lova.

♥♥

Joce tak pernah membayangkan jika kegiatannya ketika tengah membunuh seorang wanita diketahui oleh beberapa orang.

Setelah memaki, ia berlari dari tempat itu. Meninggalkan korbannya yang sudah tak bernyawa. Jace harus menyelamatkan dirinya meski ia masih belum puas bermain, ia tahu siapa orang yang mengejarnya. Otak psychonya ingat jelas jika pemimpin rombongan itu adalah Addison, tangan kanan Aeden.

"Dapatkan mereka. Jika kau tak dapatkan mereka maka kalian akan selesai!" Addison memberi perintah pada anak buahnya.

Addison melangkah ke mayat wanita yang bersimbah darah. Ah, wanita ini adalah si istri dari penembak yang tewas di tangan Lova. Ia membalik tubuhnya, wanita itu sudah tewas dan tak ada guna untuknya. Ia melangkah namun langkahnya terhenti ketika melihat sosok gadis kecil yang duduk dengan kedua tangan dan kaki terikat.

Kali ini Addison tak seperti Addison biasanya. Jika itu Addison biasanya maka dia akan meninggalkan gadis tersebut, tapi sayangnya sekarang ia sudah melangkah mendekat ke gadis kecil itu.

Ia melepaskan ikatan pada tangan dan kaki gadis itu. Dari wajah mungil nan cantik itu terlihat jelas bahwa saat ini ia mengalami kesedihan dan trauma mendalam. Gadis itu menyaksikan sendiri bagaimana ibunya dibunuh.

Setelah Addison melepaskan gadis itu, ia berdiri kembali dan membalik tubuhnya.

Setelah 5 langkah pergi, ia berhenti melangkah. Ia membalik tubuhnya dan kembali ke gadis itu. Menggendong tubuh kurus gadis itu dan membawanya pergi.

"M-mom." Gadis itu bersuara lemah.

"Orangku akan mengurus ibumu. Sekarang kau milikku." Entah apa yang ada di otak Add saat dia mengklaim gadis kecil itu miliknya. Apa putus dari kekasih yang sudah menjalin hubungan dengannya selama 4 tahun membuatnya jadi seperti ini?

♥♥

Joce didapatkan oleh orang-orang Addison.

"Aku pikir aku memerintahkanmu untuk membawa Joce saja, Addison. Siapa gadis kecil ini?" Aeden menatap gadis kecil di sebelah Addison.

"Dia, Clary. Putri dari penembak yang tewas itu, Tuan."

"Lalu?"

"Dia akan tinggal bersamaku."

Aeden menyipitkan matanya, "Hell! Dari wanita dewasa kau berpindah ke anak kecil. Addison, harus aku ingatkan ayahnya tewas ditempat ini. Mungkin saja dia akan menuntut balas. Jika wanitaku terluka, aku akan membunuhnya!"

"Aku akan memastikan dia tak akan melakukan itu, Tuan."

"Ya sudah, bawa gadismu itu pergi. Setelahnya pergi ke ruang penyiksaan. Joce menunggu kita."

"Baik, Tuan."

Addison pergi bersama dengan Clary. Aeden keluar dari ruang kerjanya. Ia melangkah ke kamarnya, harusnya saat ini wanitanya sudah selesai mandi.

Aeden masuk ke kamarnya, ia melangkah ke wanitanya yang tengah mengolesi kulitnya dengan body lotion, "Ada kabar baik, Love." Kedua tangan Aeden sudah melingkar di perut Lova.

Lova memiringkan wajahnya, "Apa itu, Sayang?"

"Pria yang mencoba membunuhku telah kita dapatkan."

Lova berhenti memakai body lotion, ia membalik tubuhnya, akhirnya ia menerima kabar ini juga.

"Ayo kita temui dia." Lova ingin segera melihat orang yang telah mencoba melenyapkan Aedennya.

"Ya, Love. Ayo."

Sampai di ruang penyiksaan, Aeden menatap Addison garang.

"Sepertinya kau tidak mendengar perintahku tadi, Addison." Ia bersuara dingin.

"Clary ingin melihat Joce tewas, Tuan."

"Ah, karena Joce membunuh ibunya. Dan kau akan berkhianat untuk membiarkan dia menyentuh wanitaku karena membunuh ayahnya. Pintar sekali, Addison."

"Rave bukan ayahku." Suara tak kalah dingin itu terdengar di ruangan itu. Clary membantah bahwa penembak itu bukan ayahnya.

"Dia berkata jujur." Lova mengerti betul raut wajah dingin Clary.

Aeden tak bisa banyak bicara lagi jika wanitanya sudah bicara. Ia memilih mendekat ke Joce. Menyiram air ke wajah Joce dan seketika pria itu tersadar.

"Hy, Joce." Aeden menyapa Joce.

Joce yang babak belur melihat ke arah Aeden, ia tersenyum seperti tubuhnya tak terasa sakit sama sekali.

Lova menyipitkan matanya. Ia benci tatapan Joce untuk Aeden. Apa yang salah dengan Joce, pria ini pasti tidak normal.

"Senang melihatmu, Aeden." Joce masih mengukir senyuman yang sama.

"Well, aku pikir kau tak akan senang setelah ini, Joce." Aeden mengeluarkan sebuah pisau. Ia mendekatkan ujung pisau itu ke wajah tampan Joce.

"Aku selalu senang melihatmu, Aeden. Dan sekarang lebih senang karena bisa melihatmu dari dekat."

Lova mendengus, dugaannya benar. Aeden benar-benar dicintai oleh laki-laki dan perempuan.

"Astaga, aku pikir kau ingin membunuhku karena kau membenciku, Joce."

"Bagaimana bisa aku membencimu, Aeden. Kau sempurna."

"Aeden, menyingkir!" Lova benci ketika ada orang lain yang merayu prianya, meskipun itu pria.

Joce melirik Lova sinis, "Tidak bisakah kau memberi kami waktu?!"

Aeden menggoreskan pisaunya di wajah pria itu hingga berdarah, "Jangan bicara dengan nada sinis seperti itu pada wanitaku. Aku tak mengizinkan siapapun lancang seperti barusan."

"Kemarilah, Love." Aeden membiarkan Lova mendekat.

Lova menatap sinis Joce, "Kau mau tahu apa konsekuensi mencintai milikku?"

Joce mendengus jijik, "Aku tahu kau berbahaya, Nona Dealova. Kau orang yang mampu menewaskan dua orangku. Dan ya, aku tak suka menebak jawabannya."

Lova tersenyum dingin, "Aku sebenarnya sangat ingin bermain lama denganmu tapi aku muak melihatmu." Lova meraih pisau di tangan Aeden lalu menusukannya ke dada Joce.

"Mencintai milikku artinya mati." Desis Lova. Ia menghempaskan tubuh Joce yang meregang nyawa.

Aeden sebenarnya ingin membunuh Joce dengan tangannya tapi mampaknya wanita cemburu benar-benar mengerikan. Jika Joce pria yang mencintai Lova, Aeden juga pasti akan melakukan hal yang sama. Ia mungkin akan mencincang Joce hingga ke bagian paling kecil.

"Sekarang tak ada yang perlu kau cemaskan lagi, Love. Kau bisa kembali berakivitas." Aeden akhirnya bisa melepaskan Lova tanpa pengawasan lagi. "Ayo kita keluar dari sini. Tempat ini tak begitu cocok untukmu." Aeden meraih tangan Lova. Dua kali ia melihat Lova membunuh di ruangan ini, ya meskipun artinya Lova tangguh tapi tetap saja, ia tak begitu suka melihat Lova mengotori tangannya dengan darah.

"Berapa banyak orang yang terobsesi padamu, Aeden?!" Lova bertanya dengan nada tak beersahabat.

Aeden menyadari jika wanitanya ini masih kesal, "Aku tidak tahu, Love. Priamu ini terlalu menarik untuk diabaikan."

"Ini semua karena kau terlalu suka bermain. Aku akan meledakan club Zavier jika permainan bodoh seperti itu masih kau mainkan!"

Aeden berhenti melangkah, ia memeluk wanitanya dari samping, "Aku sudah berhenti bermain, Love. Lebih tepatnya kami semua sudah berhenti bermain." Ya, Oriel dan Zavier sudah berhenti bermain. Sementara Ezel, pria itu juga harus berhenti karena tak mungkin baginya untuk bermain sendiri.

"Dengarkan aku baik-baik." Lova bicara serius, "Siapapun yang mencoba merebutmu dariku aku pastikan akan tewas dengan tanganku. Dan kau, jangan pikir aku tak mampu melukaimu jika kau bertingkah diluaran sana!"

Kalimat Lova membuat Aeden tertawa kecil, "Bagaimana aku mau bertingkah jika aku terus memikirkanmu, Love. Aku selalu ingin cepat pulang karena merindukanmu. Lagipula tak ada wanita yang mampu merebut posisimu dihatiku."

"Entah sudah berapa banyak wanita yang kau rayu seperti itu, Aeden." Lova melepaskan pelukan Aeden. Ia kembali melangkah ke kamarnya.

"Aku sangat mencintaimu, Love!" Aeden berteriak, ia tersenyum memandangi punggung Lova yang terus melangkah. Aeden yakin senyuman pasti terlihat di wajah wanitanya.

"Dasar gila!" Meski memaki, senyuman memang nampak di wajah Lova. Lova percaya pada Aeden sepenuhnya, dia hanya menjelaskan bagaimana konsekuensinya jika Aeden macam-macam. Lova tak pernah mencintai sebelumnya, dan beginilah caranya mencintai Aeden. Dia tak mau berbagi, tak akan ia izinkan orang lain mendekati prianya. Sebut saja Lova adalah kekasih yang posesif.

tbc