webnovel

The Begin.

Pada abad ke sembilan belas, di dunia ini tidaklah hidup hanya manusia saja, tetapi ada mahluk lain yang hidup di antara mereka. Yaitu Vampir, mahluk penghisap darah yang berusaha menyembunyikan jati dirinya dari keramaian manusia, berpura-pura menyukai makanan yang paling mereka benci. Berbicara, bercanda bahkan jatuh cinta pada manusia. Walau naluri liar vampir mereka kadang susah di kendalikan dan juga cukup mengganggu mereka, tetapi mereka tetap menahan keinginan untuk menghisap darah.

Namun, peraturan terus berubah setiap pergantian Raja atau pemimpin, dan saat ini peraturan baru telah dibuat, disahkan oleh Raja Raymond yang baru saja di angkat sebulan lalu. Ia merubah semua peraturan yang sudah di tetapkan raja sebelumnya, peraturan yang semakin mempersempit ruang gerak para vampir. Bagi Raja Raymond, vampir adalah mahluk yang berbahaya. Mahluk licik yang kapan saja bisa menyerang diam-diam saat manusia-manusia sedang lengah.

Raja Raymond mulai memerintahkan para pengawalnya untuk menangkap, menyiksa dan tidak boleh ada satupun yang lolos dari pengejaran juga pemburuan, Raja Raymond menginginkan semua dibunuh di tempat agar tidak ada lagi yang kabur dan hidup. Tidak peduli itu vampir yang baru lahir atau vampir dewasa yang sudah tua renta sekalipun.

"Lariii ... cepat lari dari sini!" teriak seorang pria berusia tiga puluh pada seorang perempuan yang menggandeng anak laki-lakinya itu. Di belakang mereka ada pengawal istana yang mengejar mereka, di tangannya ada senjata.

Perempuan itu tampak ragu, ia memandang wajah laki-laki yang sedang terluka parah. Darah mengalir cepat di lukanya menodai putihnya salju. "T-tapi bagaimana dengan kamu, Suamiku?" Namun matanya melihat kearah para pengawal kerajaan yang semakin dekat.

"Jangan pernah memikirkan aku, istriku! Pergilah sejauh mungkin, dan selamatkan anak kita!" ujarnya. Wajahnya sangat pucat, ia sudah kehabisan darah. Banyak peluru yang bersarang di kaki dan lengannya.

"Itu mereka!" teriak salah satu pengawal kerajaan sambil menunjuk kearah keluarga malang itu. "Cepat tangkap mereka!" Teriak yang lainnya memberi intruksi.

"Cepat lari Mirea! Larilah sejauh mungkin!" Teriak Suaminya yang bernama Anthony itu. Mirea, dengan berat hati ia akhirnya menuruti apa yang diinginkan suaminya. Lari dan meninggalkan suaminya yang dalam keadaan terluka parah, sambil menggandeng anaknya itu.

Dan,

Dor.

Dor.

Dor.

Suara tembakan terdengar sangat nyaring dari jarak Mirea yang belum terlalu jauh dari tempat suaminya itu. Ia menutup telinga puteranya, harta peninggalan suami satu-satunya. Ia tidak sempat membawa apapun dari rumahnya itu. Pengawal-pengawal kerajaan sudah keburu datang sebelum ia mempersiapkan apapun.

Hati Mirea hancur, ia memeluk erat puteranya setelah suara tembakan tidak lagi terdengar. Dalam pelukan puteranya bernama Alvaro, ia menangis. Namun ia berusaha menahan isak tangisnya, walau sebenarnya ia ingin menjerit sekeras mungkin saat ini.

Alvaro tidak pernah tau apa yang telah terjadi dengan ayahnya. Bocah berusia lima tahun itu terlihat sangat lugu, tidak tahu apa-apa tentang dunianya sebagai vampir yang sedang dimusuhi para manusia kejam.

Mirea berusaha menyeka airmatanya, lalu melepaskan pelukan, menatap tajam wajah anaknya yang tidak berdosa. Mengelus pipinya, dan kemudian beranjak bangun. Ia mulai melangkah kembali sebelum para pengawal kerajaan menemukan ia dan puteranya.

"Lebih baik kita segera pergi dari sini sebelum para pengawal itu menemukan kita!" usul Mirea, beranjak bangun dan mengajak Alvaro pergi dari tempat itu sebelum berlambat.

"Tapi kenapa, Bu? Kenapa kita harus kabur dari rumah?"

"Sayang, keadaan sedang tidak aman. Raja brengsek itu membuat peraturan yang membuat kita tersiksa seperti ini. Ingat anakku, jika suatu saat kamu bisa hidup hingga dewasa balaskan dendam Ayahmu pada Raja brengsek tidak tahu diri itu!" pinta Mirea, dan mendadak airmatanya menetes. "Jadi kita harus pergi dari kerajaan itu agar kita bisa hidup aman!" ujarnya memberi perhatian.

"Ibu menangis?" tanya Alvaro, lalu tangan mungil itu menyeka airmata Mirea. "Aku berjanji Ibu, aku berjanji akan membalaskan dendam para Raja brengsek yang telah membunuh Ayah, dan aku akan terus menjaga ibu!" ucapan Alvaro membuat airmatanya justru kian bertambah banyak menetes. Lalu Mirea memeluk kembali puteranya itu.

"Teman-teman ... mereka ada di sini!" teriak salah satu pengawal yang ternyata menemukan Mirea bersama anaknnya secepat itu.

"Gawat!" Mirea beranjak bangun dan lalu mulai berlari sambil menarik tangan Alvaro. Salju yang tebal membuat kaki Mirea dan Alvaro sedikit menghambat langkahnya.

Ada sekitar enam pengawal yang mengejar Mirea, kemudian tiga di antara mereka membidikkan senjatanya kearah Mirea dari jarak yang cukup jauh. "TEMBAAAK!" Perintah salah satu pengawal yang lebih senior. Peluru pun melesat dengan cepat dan...

Dooor.

Dooor.

Satu peluru pun menembus kaki kiri Mirae, satu peluru lagi meleset dan mengenai pohon. Mirae terjatuh, darah segar mengucur dari betisnya. "Sial!" Mirae berusaha bangun dan berdiri, berjalan tertatih sambil menggendong Alvaro. Bocah berusia lima tahun itu benar-benar terlihat lugu dan polos. Ekspresi wajah itu benar-benar merasa tidak bersalah. Namun,

Dooor.

Dooor.

Dua tembakan membuat pelurunya melesar cepat dari senjatanya itu. Betis sebelah kanan Mirae menjadi sasaran para pengawal kerajaan. Dan peluru itu menembus tulang kakinya. Mirae sudah tidak lagi mampu berjalan. "Sayang, percayalah sama ibu. Pergilah yang jauh, selamatkan dirimu dari pengawal-pengawal itu dan balaskan dendam ayah dan ibu suatu hari nanti!" pesan Mirae pada putera satu-satunya itu.

Alvaro hanya mengangguk, ia berjalan di tengah salju yang cukup lebat. Di tubuhnya mengenakan mantel tebal untuk menghangatkannya sepanjang jalan.

Mirae mencoba bangun dan berdiri, ia tidak mempedulikan rasa sakit di betisnya. Tidak peduli darah yang terus mengucur deras dari lukanya. "Aku harus menghalangi pengawal-pengawal itu!" tekad Mirae dan merubah dirinya menjadi vampir dengan taring yang sangat tajam.

Dan ke enam pengawal-pengawal kerajaan mulai berdatangan. Mirae, melepaskan seluruh emosi dan amarahnya. Ia menyerang para pengawal itu, melompat dan menerkam salah satu pengawal itu. Lalu menghisap darah vampir itu. Melepaskah dahaga yang selama ini ia tahan untuk tidak menghisap darah manusia demi kelangsungan hidup para vampir di dunia manusia. Ia begitu menikmatinya. Hingga lupa bahwa ada pengawal-pengawal lainnya yang sudah siap menembakan senjata ke tubuh Mirae.

Kemudian,

Dooor.

Dooor.

Tidak peduli Mirae sedang menghisap darah atau tidak. Ia melepaskan gigitannya. Lima peluru bersarang di jantungnya, dan itu membuat ia mengakhiri hembusan napas.

"Kemana anak kecil itu?" Tanya senior pengawal itu. Ia mencari kemanapun tidak menemukan Alvaro. "Cepat cari, jangan sampai lolos. Bisa-bisa Raja Raymond membunuh kita!" teriaknya pada ke empat anak buahnya. Tetapi tidak ada satu di antara mereka yang menemukannya.

Sementara itu,

Bocah itu melangkah dan terus melangkah hingga ke jalan raya. Ia berjalan tanpa di iringin kedua orang tuanya. Alvaro tidak tahu harus kemana. Kaki bocah kecil itu hanya melangkah seperti yang ibunya intruksikan.

Ckiiit.

Suara rem mobil begitu mendadak mengerem. Menghentikan mobilnya saat melihat bocah kecil itu berdiri di tengah jalan dengan wajah kebingungan dan juga kelelahan. Seorang laki-laki turun dari mobil dan menghampiri Alvaro.

"Adik kecil, kenapa kamu berada di tengah jalan sendirian? Kemana orang tuamu?" Tanya laki-laki itu. Tetapi Alvaro hanya menunjuk jalanan yang di penuhi pohon dan salju. Laki-laki menatap heran. Ia tidak melihat satu sosokpun di sana, di tempat yang Alvaro tunjuk. "Ya sudah, kamu ikut saya. Besok kita cari rumahmu untuk bertemu kedua orang tuamu!" Alvaro tak menjawab.

Laki-laki itu pun membawanya dengan mobilnya.

Lalu, bagaimana kehidupan Alvaro selanjutnya?

****

Bersambung.