webnovel

Kabur Dari Penjara.

Di istana kerajaan.

Semua tampak sibuk mempersiapkan pesta festival bunga yang diadakan setiap memasuki musim semi. Kerajaan di sulap menjadi sangat indah di hiasi bunga-bunga indah di sana-sini. Mendekorasi dengan pernak-pernik yang berwarna-warni.

Lalu di ruang rapat kerajaan. Semua bangsawan dari semua kalangan tampak sibuk dalam satu ruangan, membahas tentang kejadian-kejadian yang sering kali di takuti Raja Raymond. Ia masih memimpin karena ketegasan dan kelicikkan penasehatnya. Ia terus menjadi raja selama 20 tahun.

"Baik, saya mengumpulkan kalian semua, para bangsawan dan juga pelara perdana menteri untuk membahas tentang adanya teror dari binatang buas di sebuah hutan," kata Raja memulai pembahasan dari pokok permasalahan yang sering terjadi dan cukup meresahkan warga di sekitar kerajaan. "Apakah kalian tau, perbuatan siapa?" tanya Raja melihat satu persatu tamu yang hadir di ruangan ini.

"Maaf, Yang mulia. Apakah para dokter sudah memeriksa keadaan fisik para korban?" tanya salah satu memecah keheningan. Harry tak berani berbicara, ia hanya mendengarkan pembahasan permasalahannya. "Apakah ada bekas gigitan atau cakaran atau sejenisnya?"

Raja diam sejenak, ia berusaha mengingat dari keterangan dokter yang memeriksa keadàan fisik para korban. "Ya ada, lubang dua di leher, seperti bekas gigitan."

"Mmmh, meninjau dari ciri-ciri korban ... saya rasa itu bukan bekas gigitan hewan, tetapi para vampir yang masih selamat dari sweeping yang pernah di lakukan kerajaan delapan belas tahun yang lalu," kata bangsawan lain yang mempunyai gelar lebih rendah dari Harry.

Harry cukup terkejut dengan ciri-ciri yang di sebutkan Raja Raymond dan intiusi bangsawan bergelar Count itu. "Vampir? Atau jangan-jangan anak sialan itu kabur dari penjara itu untuk menghisap darah para rakyat yang sehabis dari berdagang?" pikir Harry menduga-duga. Dan tuduhannya mengarah ke Alvaro. "T-tapi gak mungkin, dia selalu pulang dan pergi tidak pernah lama dari yang di katakan Raja Raymond?" lanjutnya.

"Duke Harry ..." panggil Raja beberapa kali. Ia melamun sambil berpikir keras siapa yang melakukan semua itu.

Raja Raymond berdiri, dan kemudian menghampiri Harry yang sedang melamun. "Maaf Duke Harry, apa yang anda pikirkan di tengah-tengah pertemuan penting ini?" bisik Raja Raymond di telinga Harry. Ia tersentak kaget saat deru napas Raja Raymond sangat terasa di telinganya.

"Oh ... ah ... maafkan saya Yang mulia. Saya hanya berpikir, kenapa mahluk itu sangat kejam dan terus-terusan mengganggu manusia? Padahal dulu mahluk-mahluk penghisap darah itu kita terima dengan baik," imbuh Harry memberi alasan. Wajahnya tertunduk, memberi hormat pada Raja Raymond.

"Begitu rupanya. Tapi, bukankah Duke Harry punya tahanan di penjara bawah tanah?"

Degh!

Mata Harry langsung terbelalak mendengar ucapan Raja Raymond itu. "B-bagaimana dia tau semua itu?" bisik batinnya kuatir. Ia tidak mau Alvaro diserahkan pada pihak kerajaan dan di bunuh. Walaupun begitu, Harry masih punya rasa kasihan padanya.

"Apakah itu benar, Duke Harry?" Desakan Raja Raymond membuat ia seolah mati kutu. Tidak bisa berkata bohong maupun menipunya dengan kata-kata. Semua pasang mata tertuju melihat kearahnya. Dan lalu berbisik-bisik membicarakan Harry.

"S-saya Yang mulia. I-itu tidak mungkin, saya tidak pernah menahan seseorang lebih dari seminggu, Yang mulia!" elak Harry menutupinya, juga menutupi rasa canggung oleh tatapan Raja Raymond yang mengintimidasinya.

"Oke, baiklah. Kalau begitu kita lanjutkan rapat ini!" Mereka terus membahas tentang vampir liar yang mengigit warga yang pergi sendirian keluar. Lebih dari setengah jam, rapat itu akhirnya selesai dengan keputusan mengerahkan seluruh pasukan di sekitar hutan dan jalan yang membuat vampir sangat mudah menyerang warga, dan memperketat gerak gerik para mahluk-mahluk penghisap darah itu.

****

Kemudian di tempat lain, di rumah kediaman Harry. Sandra berjalan mengendap-endap ke pavilliun tempat Alvaro di kurung. Ia membawa bungkusan berwarna putih yang diambil dari dapur. Lalu ia melewati jalan yang sama dengan sebelumnya, lalu ia mengambil obor untuk menerangi langkahnya di lorong yang gelap. Tak lama, Sandra membuka pintu penjara bawah tanah yang tidak pernah di jaga itu.

Alvaro yang melihat langsung mundur dan menghindari cahaya obor. "Hai, kita bertemu lagi," ujar Sandra. Kemudian gadis itu berjalan dan berjongkok tepat di depan jeruji besi. Gadis itu membuka bungkusan putih yang ia bawa dari dapur. "Lihat, aku bawa apa!" kata Sandra menunjukan daging mentah segar yang masih ada darahnya. Ia mengambil diam-diam saat para pelayannya tidak berada di dapur.

Aroma darah membuat ia sangat tertarik dengan daging itu. Alvaro mendekati pelan-pelan dan mencium sekali lagi darah yang masih terlihat di daging itu. "Kemarilah, dan makan ini. Bukankah kau tidak pernah memakan apa yang pelayan bawakan padamu?" ujar Sandra, ia mendorong daging yang berada di dalam sterafoam yang beralaskan kain putih.

Alvaro merangkak, kadang ia bersikap seperti layaknya anak kecil yang butuh perhatian. Kala ia bersikap seperti pria dewasa yang sangat mempesona. Seperti saat ini, Alvaro merasa layaknya seekor anjing kecil yang kelaparan. Ia menyambar daging itu secepat mungkin, kemudian ia memakannya dengan lahap. Sandra melihat Alvaro sambil menebar senyuman.

"Kau tau, daging itu ku ambil secara diam-diam di dapur. Dan kau tau, daging itu seharusnya dimasak untuk makan siang ayah, aku yakin, sekarang para pelayan kalang kabut mencari daging itu. Bukankah itu sangat seru bisa membuat orang kebingungan?" Sandra terus mengoceh, sayangnya, Alvaro tidak sedikitpun tertarik dengan apa yang di ucapkan Sandra kepadanya. Pemuda itu terus memakan daging itu, ia sangat menikmatinya. Terlebih, saat darah dari daging itu terus menetes dari serat-serat dagingnya.

"Hei, apakah kau menyukai daging itu?" Alvaro tetap tak bersuara. Hanya suara gigi-giginya yang sedang mengunyah saja yang terdengar. "Aku rasa begitu! Kau memakannya dengan lahap tanpa mendengarkan apa yang aku ucapkan!" katanya sedikit kecewa.

"H-habis!" kata Alvaro terbata, sambil menunjukan kedua telapak tangannya yang kosong dengan daging. "A-ku m-au l-lagi!" lanjut Alvaro memasang wajah memelas dengan mata yang berbinar-binar.

"Apa?" Sandra tercengang. Ia cukup kaget Alvaro bisa menghabiskan daging begitu banyak dan cukup besar hanya dalam hitungan menit. "Kau sudah menghabiskannya?"

Alvaro mengangguk. "L-lagi!" katanya menjulurkan lidah dan menunjuk-nunjuk lidahnya. Ia benar-benar bersikap manja pada Sandra.

"Tapi aku sudah tak punya lagi. Lihat ..." Sandra memperlihatkan tangannya. "Tanganku sudah kosong kan?" Alvaro terlihat kecewa saat melihat daging itu sudah tidak ada lagi di tangan Sandra. "Hei, tunggu! Sepertinya aku punya ide!" ujar Sandra. "Di kota akan ada festival, bagaimana kalau kita ke sana. Dan kau bisa mendapatkan banyak daging di festival itu!" lanjut Sandra.

Tanpa berpikir panjang, ia membukakan pintu sel itu, kemudian Sandra menarik tangan Alvaro. "Ayo!" Membuat pemuda itu mau tidak mau berdiri. Lalu Alvaro harus mengimbangi langkah Sandra yang terlalu cepat. Pintu pavilliun pun terbuka, baru kali ini lagi, Alvaro melihat matahari di siang hari. Ia begitu takjub, melihat keindahan alam pada siang hari.

"Kau harus mengikut aku berjalan, seperti ini ...." Sanda jalan pelan-pelan dan mengendap-endap. Alvaro mengikut apa yang gadis itu suruh. Ia tumbuh di dalam kerangkeng, tanpa melihat cahaya dan tanpa ada yang mengajari berkata, walau usianya sudah beranjak dewasa, tetapi tingkah Alvaro begitu lugu layaknya seorang bocah.

Mereka akhirnya berhasil keluar setelah melewati beberapa pengawal. Dan mereka tidak akan pernah tau, apa yang akan terjadi di luar sana. Dua pemuda yang sama-sama belum tau dunia luar, kini sedang kabur dari rumah dan terus berlari ke tempat festival itu.

****

Bersambung..