webnovel

Malam Satu Abad (Mei)

Hari Jumat tiba, dan langit telah berwarna jingga jelang senja. Sejak kepergian ibunya, Kahfi tidak pernah lagi mengunjungi makamnya. Ia merasa takut dan bingung dengan perasaannya sendiri. Namun, kali ini, ia merasa harus menghadapinya. Dengan langkah ragu, Kahfi berjalan menuju pemakaman tempat ibunya disemayamkan.

Sesampainya di makam, Kahfi terdiam sejenak di hadapan nisan putih yang bertuliskan nama ibunya. Air mata tak terbendung mengalir dari matanya. Perasaan rindu dan kehilangan begitu mendalam. Ia merasa kesal dengan dirinya sendiri karena tak pernah bisa melupakan rasa sakit itu.

"Maafkan aku, Ma. Aku tak pernah bisa memaafkan diriku sendiri karena telah membuatmu menderita. Aku berharap kau tahu betapa besar cintaku padamu, meskipun kadang aku terlihat tak perduli. Aku merindukanmu, Ma. Aku merindukan senyummu, pelukan hangatmu, dan kehadiranmu di sampingku," gumam Kahfi dengan suara serak.

Saat matahari benar-benar terbenam, Kahfi berdoa untuk ibunya. Ia berbicara tentang perasaannya, kegelisahan dan ketakutannya. Meskipun tahu bahwa ibunya telah tiada, Kahfi merasa bahwa doanya sampai pada tempat yang harus sampai.

Setelah itu, Kahfi bertemu dengan ayahnya untuk pertama kalinya setelah lebih dari setahun. Mereka duduk bersama di bangku taman dekat pemakaman, suasana canggung menyelimuti mereka.

"Kahfi, maafkan ayah. Aku tahu aku telah menyakiti hatimu dengan perbuatan-perbuatan yang tak bisa kubalas," ucap ayahnya dengan suara bergetar.

Kahfi menatap ayahnya dengan tatapan campur aduk. Perasaan cinta dan kekecewaan bergelayut di dalam dirinya. "Maafkan ayah, tapi apa yang telah terjadi tak bisa diubah. Kita tidak bisa kembali ke masa lalu," ucapnya pelan.

"Aku tahu itu, tapi setidaknya izinkan aku memperbaiki hubungan kita. Aku ingin menjadi ayah yang lebih baik bagimu, Kahfi. Aku ingin mengenalmu lebih baik lagi," ujar ayahnya dengan tulus.

Perasaan Kahfi berkecamuk. Ia ingin mengampuni ayahnya, tapi luka masa lalu begitu dalam. "Aku butuh waktu, Ayah. Butuh waktu untuk memahami semuanya," jawabnya ragu.

Ayah Kahfi mengangguk, "Baiklah, aku akan menunggu. Apapun keputusanmu nanti, aku akan terima."

Malam itu, Kahfi pulang dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, ia merasa lega karena akhirnya bertemu dengan ayahnya dan menyatakan perasaannya. Namun, di sisi lain, ia merasa sedih karena merasa hubungan mereka tak akan pernah sama seperti dulu.

Sampai di rumah, Kahfi mencoba menenangkan pikirannya dengan menulis di jurnalnya. Ia mencurahkan segala perasaannya, mulai dari pertemuannya dengan ayah hingga kerinduannya pada ibunya. Ia merasa lega karena menulis dapat menjadi pelarian untuknya, sebuah jalan keluar dari rasa kebingungan dan perasaan campur aduk yang selama ini menghantuinya.

Namun, semakin larut malam, semakin sulit baginya untuk tidur. Pikirannya terus menerus berputar dan ia merasa gelisah. Ia mencoba berbaring dan menutup mata, namun tidur tak kunjung datang.

Kahfi merenung di atas tempat tidurnya, memandangi langit-langit kamar yang gelap. Ia merasa seolah malam tak akan berakhir, seolah waktu berhenti bergerak. Ia merasa sendiri dan terisolasi, meskipun ada begitu banyak orang di sekitarnya.

Pandangan Kahfi tertuju pada jendela, melihat cahaya bulan yang redup. Ia merasa seperti satu-satunya orang yang terjaga di malam itu, seolah menjadi saksi bisu dari segala perasaannya yang terombang-ambing.

Malam itu, Kahfi benar-benar terjaga. Ia merasa seperti melewati satu abad dalam gelap, mencari jalan keluar dari rasa bingung dan kekosongan di dalam dirinya.

Perasaan pesimis dan optimisnya bergulir dalam hati Kahfi. Di satu sisi, ia merasa putus asa karena tak bisa tidur dan merasa terhimpit oleh pikiran-pikiran gelap. Namun, di sisi lain, ia merasa optimis bahwa suatu hari nanti, ia akan menemukan kedamaian dan kebahagiaan.

Lama-lama, Kahfi menyadari bahwa malam itu mungkin saja menjadi satu malam yang panjang baginya, namun ia harus tetap berusaha untuk bertahan. Ia harus menemukan cara untuk menghadapi rasa takut dan kecemasan yang melanda, karena hanya dengan itu ia bisa mencari jalan keluar dari kegelapan yang menghantuinya.

Malam satu abad berlalu, dan Kahfi masih terjaga..