webnovel

Barter (April)

Sudah beberapa minggu berlalu sejak pertemuan Kahfi dengan Fadel, psikiater muda yang kini mendampinginya dalam perjuangannya melawan ketakutannya. Pertemuan demi pertemuan mereka lalui, dan di setiap sesi, Fadel mengajak Kahfi untuk berbicara tentang perasaan dan pemikirannya yang selama ini terpendam.

Kahfi merasa tak pernah sebelumnya ada seseorang yang begitu tertarik untuk mendengarkan setiap beban yang ia simpan. Fadel tidak menghakimi, ia hanya menjadi pendengar yang baik, yang dengan sabar mencoba memahami setiap sudut pandang Kahfi.

Namun, semakin sering mereka bertemu, semakin terasa bahwa ada sesuatu yang lebih dari sekadar sesi konseling. Fadel juga mengajak Kahfi untuk keluar bersama, mencoba hal-hal baru, seperti mengunjungi pameran seni atau menonton film. Saat itulah Kahfi merasakan sentuhan hangat dari pertemanan yang begitu penuh pengertian.

Tak terasa, mereka semakin akrab dan Kahfi mulai merasa nyaman berada di sekitar Fadel. Namun, di balik rasa aman itu, ada rasa cemas yang menghantuinya. Fadel mulai terbuka tentang perasaannya terhadap Kejora, kasir mini market yang sering dikunjungi oleh Kahfi. Hati Kahfi berkecamuk campur aduk, ia ingin bahagia untuk Fadel, tapi ada juga rasa cemburu dan sedih karena menyadari perasaan yang tumbuh di dalam dirinya.

Setiap kali Kahfi melihat Fadel tersenyum saat mengobrol tentang Kejora, ia merasa seperti ada patah hati yang mendalam. Perasaan ini semakin membingungkannya, ia tak tahu bagaimana harus menyikapinya. Apakah ia harus berusaha menutupi perasaannya dan berpura-pura bahagia untuk Fadel? Ataukah ia harus berjuang untuk menyatakan perasaannya pada Fadel, sekalipun itu berarti mengorbankan persahabatan mereka?

Pada suatu hari, ketika Kahfi dan Fadel sedang duduk bersama di taman, Fadel menyentuh pergelangan tangan Kahfi dengan lembut. "Kahfi, ada sesuatu yang ingin kubicarakan," ucapnya dengan wajah serius.

Kahfi menelan ludah, perasaan cemas semakin membuncah dalam dadanya. "Ya, apa itu?" balas Kahfi dengan suara bergetar.

Fadel menarik nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Aku ingin jujur padamu. Aku tahu perasaanmu terhadap Kejora, dan aku juga tahu betapa beratnya beban yang kau pikul selama ini. Tapi, Kahfi, aku ingin kau tahu bahwa aku sangat menghargai persahabatan kita. Dan aku tidak ingin perasaanku terhadap Kejora mengganggu hubungan kita."

Kahfi menatap Fadel dengan mata berkaca-kaca. Rasanya sulit untuk menyembunyikan perasaannya lagi. "Fadel, aku... Aku juga menghargai persahabatan kita. Dan, ya, aku memiliki perasaan terhadap Kejora, tapi aku takut itu akan merusak hubungan kita. Aku takut kehilanganmu," ucapnya lirih.

Fadel tersenyum lembut, "Kita bisa saling mendukung, Kahfi. Kita bisa menghadapi rasa takut kita bersama-sama. Aku tidak akan pergi meninggalkanmu, karena persahabatan kita berarti sangat banyak bagiku."

Kahfi merasa dadanya ringan, seolah beban yang ia rasakan selama ini sedikit demi sedikit terangkat. Ia merasa beruntung memiliki teman seperti Fadel yang begitu pengertian dan sabar.

Sejak hari itu, Kahfi dan Fadel semakin erat, dan mereka berdua saling mendukung dalam perjalanan menghadapi ketakutan dan perasaan yang rumit. Mereka tumbuh bersama, belajar dari satu sama lain, dan menyadari bahwa persahabatan mereka adalah salah satu hal paling berharga dalam hidup mereka.

Namun, meskipun begitu, Kahfi tak bisa menahan rasa sedih dan cemburu yang masih menghantuinya setiap kali melihat Fadel dan Kejora bersama. Ia berusaha merelakan perasaannya, namun ia tak tahu berapa lama ia bisa bertahan.

Di malam yang kelam, Kahfi menuliskan perasaannya dalam sebuah puisi, ungkapan rasa campur aduk yang menyelimuti hatinya. Ia merasakan ketenangan saat mengungkapkan perasaannya dalam kata-kata. Meski melankolis, ia merasa lega karena suaranya terdengar di atas kertas, dan semoga, suara itu bisa sampai juga pada hati Fadel yang tak ia ungkapkan secara langsung.