"Nell.." Panggil Xena, saat ini mereka sedang makan malam di salah satu restoran favorit Harnell. Tak ada yang special, hanya mengisi perut untuk melanjutkan hidup.
"Hmm?" Sahut Harnell yang masih mengunyah udang goreng kesukaannya.
"Ada yang ingin aku bicarakan" Xena menatap Harnell yang tengah meneguk minumannya
"Katakan saja, akan kudengarkan."
Wanita bermata tajam itu terdiam dan nampak ragu untuk memulai pembicaraan, namun diamnya berhasil mengalihkan fokus sang pujaan hati.
Meraih tangan si wanita dan bertanya "Ada apa hmm? Apa yang ingin kau bicarakan?"
Xena mengeratkan tautan tangan mereka, mata sipitnya menatap lekat-lekat pada mata hitam legam milik Nell. Masih terpancar keraguan di mata Xena, namun mata Harnell berusaha meyakinkan. Sungguh romantis sekali pasangan ini, mereka bisa berkomunikasi hanya lewat tatapan mata.
"Ekhem.." Xena berdeham dan mulai berbicara "Begini, kita sudah bersama hampir satu tahun kan?"
"Ya... lalu?"
"Aku ingin kau menjawabnya dengan jujur"
"Baik"
"Apa harapanmu untuk hubungan kita?"
Oh Damn! Sepertinya Harnell tau kemana arah pembicaraan mereka. Sungguh Harnell sangat malas jika sudah membahas hal seperti ini. Ia sangat merasa terbenani dengan hal-hal tersebut.
Mencoba mengontrol dirinya untuk terlihat natural dan pria itu menjawab "Seperti harapan setiap pasangan pada umumnya, akupun memiliki harapan yang sama."
Namun Xena tampak tidak puas dengan jawaban pria didepannya ini "Harapan apa yang mereka dan kau inginkan, Nell? Aku tidak mengerti jika kau tidak menjawabnya dengan spefisik."
Xena dapat melihatnya jika Harnell baru saja menghembuskan nafas berat.
Kenapa? Kenapa harus menghela nafas seperti itu? Apakah pertanyaannya sesulit itu untuk Harnell? Ayolah ini hanya tentang hubungan mereka. Jika Harnell benar mencintainya, seharusnya pria itu dapat menjawabnya dengan cepat dan lugas tanpa harus berpikir ribuan kali seperti yang dijelaskan pria itu lewat ekspresi wajahnya.
"Begini Xena, setiap orang yang sedang menjalin hubungan tentu saja ingin agar hubungannya selalu berjalan dengan baik, dapat memahami satu sam-"
"Apakah aku pernah masuk dalam urutan list masa depanmu?" Oh bagus, Xena. Kau langsung ke inti.
Harnell diam sejenak tampak berpikir sebelum menjawab "Tentu saja, tapi.." Nell menggantung kalimatnya.
"Tapi apa?"
"Tapi dengan caraku."
"Maksudmu?"
Kembali pria itu menghela nafas "Ya, kau masuk dalam list masa depanku, tapi tidak seperti pasangan pada umumnya yang mantap ingin menjalin hubungan yang serius lalu berakhir menikah. Ak-"
"Dengan kata lain kau tidak serius denganku?"
"Kalau aku tidak serius, lalu untuk apa aku mau menjalin hubungan ini denganmu?"
"Kau mengatakan kau serius, tapi kau tidak mau menikahiku"
"Bukankah sudah kukatakan sejak awal, aku tidak yakin apakah aku akan menikah atau tidak dalam hidupku."
"Kenapa?"
"Aku belum siap."
"Sampai kapan?"
"Selamanya.. mungkin."
"Apa yang membuatmu tidak siap, tuan Harnell La Fen?"
"Segalanya. Segala masalah dalam pernikahan, segala drama dalam pernikahan." Bohong Harnell.
"Kau tidak menginginkan keturunan?"
"Tidak. Aku tidak menginginkan anak." Tentu saja Nell tidak mau, karena akan sangat berbahaya jika Harnell sampai memiliki keturunan. Bukan hanya bahaya untuk sang anak, dirinya, dan keluarga mereka, bahkan sangat bahaya untuk dunia penyihir juga bumi manusia.
"Jadi menurutku tidak akan menjadi masalah jika aku tidak menikah." lanjut pria itu
"Lalu bagaimana jika wanita itu bukan aku?"
"Maksudmu?"
"Bagaimana jika saat ini bukan aku yang menjadi kekasihmu, apa kau akan menikah?"
"Tentu saja aku memiliki jawaban yang sama"
Xena cukup kecewa dengan jawaban Harnell. Tidak, ia sangat kecewa, karena itu artinya ia tidak bisa kembali dan akan membusuk di bumi ini.
"Apa ini ada hubungannya dengan luka masa lalumu?"
Harnell tersenyum hambar "Masa lalu yang mana yang kau maksud, aku tak pernah ingat jika aku pernah memiliki masa lalu dengan wanita lain sebelumnya." Oh benarkah itu tuan Harnell?
"Apakah semenyakitkan itu sampai kau tak pernah ingin mengingatnya lagi? Sebenarnya luka seperti apa yang telah wanita itu berikan?"
"Apa yang kau bicarakan, Roxena?"
"Aku hanya penasaran. Kau sama sekali tak pernah mau cerita tentang masa lalumu padaku, apa kau tidak percaya padaku?"
"Ayolah, fokus saja pada saat ini dan masa depan. Tadi kau membahas tentang masa depan lalu mengapa tiba-tiba kau membicarakan masa lalu?"
Xena tersenyum getir "Aku hanya ingin lebih berusaha untuk mengobati lukamu. Untuk membuatmu benar-benar mencintaiku, untuk membuatmu mau percaya seutuhnya padaku, hingga membuatmu benar-benar yakin untuk menikah denganku."
"Jadi selama ini kau meragukan aku?"
"Kau yang meragukanku lebih tepatnya. Keraguanmu terlihat sangat gamblang, Harnell."
"Kalau aku meragukanmu lalu untuk apa aku mau menjalin hubungan denganmu sampai sejauh ini?"
"Kau sendiri yang tau jawabannya, Nell."
Sebelum kembali mengajukan pertanyaan pada Harnell ia menghirup nafas dalam dan menghembuskannya perlahan. Ya, ia bersiap dengan segala kemungkinan jawaban yang akan diberikan oleh kekasihnya.
"Baiklah kalau begitu aku mohon jawab pertanyaanku ini dengan penuh kejujuran, aku akan terima apapun jawabanmu."
Meski agak ragu namun pria bermata sayu itu tetap menganggukkan kepalanya pertanda akan memenuhi keinginan Xena untuk berkata jujur. "Tanyakan saja."
"Apakah.. apakah kau mencintaiku?"
Pria tinggi itu terdiam sejenak, mencerna pertanyaan Xena dengan baik.
Hey tuan Harnell yang tampan, bukankah itu pertanyaan yang sangat mudah. Tentu saja satu-satunya jawabanmu adalah iya, memangnya apa lagi. Lantas mengapa kau terdiam cukup lama.
Lamanya kau terdiam, menghasilkan genangan air di pelupuk mata kekasihmu.
"Baiklah, terima kasih untuk jawabanmu."
"Aku bahkan belum menjawab apapun, ak-"
"Diammu adalah jawabannya, aku memang sudah menduganya jika hubungan ini berjalan diatas cinta sepihak. Dan sekarang semakin jelas bahwa apa yang selama ini ku khawatirkan memang benar adanya."
"Kau tak bisa memutuskan seperti itu, aku terdiam karen-"
"Karena kau tidak pernah mencintaiku." Sebulir air mata berhasil lolos dari mata bulat itu.
"Bukan begitu, Xen.." Harnell merengkuh tubuh yang bergetar itu. "Aku terdiam karena aku sendiri tak mengerti. Aku hanya tidak ingin berbohong."
Si wanita melepas pelukan mereka perlahan, kemudian menangkup wajah prianya "Kalau begitu katakan padaku apa yang kau rasakan saat sedang bersamaku?"
"Aku merasa nyaman."
"Hanya itu?"
"Apa itu saja tidak cukup?"
Xena tersenyum getir "Apa kau tidak merasakan apa yang aku rasakan.. seperti jantungmu berdetak sangat kencang saat kita hanya berdua atau rasa rindu yang menggebu saat aku tidak disisimu?"
Lagi-lagi diamnya Harnell membuat Xena kecewa. "Belum" Jawab Harnell. "Aku belum merasakannya, maka dari itu bantu aku untuk merasakannya. Bantu aku untuk benar-benar jatuh dan mencinta padamu, Xena" Lanjutnya.
"Apa yang kurang dariku, Harnell?" Xena kembali menjatuhkan air matanya.
Jari-jari hangat itu mengusap pipi mulus yang dilewati oleh air asin tersebut. "Maaf" ujarnya dengan lirih.
"Aku telah berusaha semampuku dan itu sia-sia, bahkan semua yang aku lakukan tetap sia-sia jika kau sendiri tak mau benar-benar membuka hatimu untuku."
"Disini bukan hanya kau yang berusaha, aku juga sedang berusaha, Xen. Tolonglah mengerti."
"Tapi kau tidak pernah mengertiku."
Harnell sedikit tidak terima dengan tuduhan Xena "Bagian mana yang aku tidak mengerti dirimu? Aku selalu berusaha untuk mengertimu, tapi kau saja yang berharap lebih."
"Ya, aku memang berharap lebih. Aku sangat berharap kau benar-benar mencintaiku. Aku berharap agar semua yang telah dilakukan kekasihku untukku bukanlah hanya kewajiban semata, tapi karena keinginan hatimu, karena keinginan dirimu sendiri, karena ketulusanmu."
"Jadi maksudmu aku tidak tulus?"
"Kau tulus, namun sikap baikmu padaku hanya untuk memenuhi kewajibanmu sebagai kekasihku, hanya karena kau merasa tidak enak hati padaku, bukan karena kemauanmu sendiri."
"Maaf jika kau merasa seperti itu, maaf karena aku belum bisa mencintaimu."
"Bukan tidak bisa, tapi tidak mau. Kau tidak mau membuka hatimu untukku. Kau tidak mau membuat hatimu benar-benar jatuh cintah padaku."
"Maaf."
"Berhentilah mengatakan maaf. Itu sungguh memuakkan. Bahkan selama kita menjalin hubungan ini, aku lebih banyak mendengar 'maaf' daripada mendengar 'aku mencintaimu'."
"Sebenarnya hubungan macam apa yang sedang kita jalani ini. Aku benar-benar merasa hanya berjuang sendirian."
"Ternyata cinta sepihak memang menyakitkan." Hati Xena benar-benar hancur. Air matanya tak berhenti mengalir. Terserah jika ia dicap sebagai penyihir cengeng oleh bangsanya, nyatanya patah hati memang semenyakitkan itu.
Bahkan Xena ingat betul jika dalam satu tahun mereka menjalin hubungan ini, bibirnya dan bibir Harnell baru beberapa kali bertemu, itupun Xena yang memulai.
Ayolah.. biasanya dua orang dewasa yang menjalin hubungan pasti akan melakukan skinship yang lebih intim. Bukan hanya sekali dua kali berciuman, bahkan diluar sana banyak yang tidur bersama kekasihnya, menghabiskan malam penuh hasrat dengan saling membisikkan cinta, namun Harnell tidak seperti itu.
Awalnya ia berpikir jika Harnell ingin menjaga dan menghormatinya sebagai wanita yang dikasihi oleh pria itu, tapi lama-kelamaan Xena mengerti, dirinya tak menarik dimata sang kekasih. Bahkan saat mereka berciuman, Xena tak merasakan jika Nell membawa perasaan dalam ciuman mereka.
Jangankan untuk hal seperti itu, Harnell saja tak pernah membalas pernyataan cinta yang Xena lontarkan padanya, biasanya si pria hanya akan berkata 'Ya, aku tahu' ketika Xena mengungkapkan cinta pada Harnell. Kau benar-benar menyedihkan nona Roxena.
Tangis Xena semakin menjadi, membuat Harnell semakin merasa bersalah. Ia mengutuk dirinya yang sangat sulit hanya untuk mengucapkan dua kata aku-mencintaimu, namun ia tak bisa berbohong. Ia tak mau membohongi Xena dan dirinya sendiri. Satu-satunya yang bisa pria itu lakukan adalah memeluk si wanita dan membisikan maaf. Brengsek sekali kau tuan Harnell.
"Maaf, Xena. Maafkan aku." Harnell mengelus rambut wanita yang saat ini berada dalam dekapannya.
"Lebih baik saat ini aku mengantarmu pulang, kita bisa membahasnya lagi setelah lebih tenang." Setelah Harnell berkata seperti itu, Xena melepaskan pelukan mereka perlahan dan mengambil tasnya.
"Aku akan pulang sendiri"
"Tidak, aku akan mengantarmu. Ini sudah malam, tidak baik untuk seorang wanita."
"Tidak apa-apa semua akan baik-baik saja."
"Tapi, Xen.."
"Aku sedang ingin sendiri, Nell. Tolonglah mengerti."
"Kalau begitu aku akan memesankan taksi untukmu"
"Tidak perlu, aku bisa mencarinya sendiri. Jam segini masih banyak taksi yang beroperasi."
Harnell mengantarkan Xena ke pelataran parkir hingga mendapatkan taksi. Sebelum taksi yang membawa wanita itu pergi, Harnell menyempatkan diri untuk mengatakan "Hati-hati dijalan, bila terjadi sesuatu segera hubungi aku dan jika sudah sampai segera beri tau aku." Xena hanya mengangguk dan sedikit menarik sudut bibirnya sebelum taksi itu benar-benar pergi membawa tubuh lelahnya untuk pulang.
Belum sampai seperempat perjalanan, Xena sudah memberhentikan taksinya. Setelah membayar ia turun dan menyuruh taksi itu segera pergi. Bukan apa-apa, ia ingin kembali kerumah secepatnya, ingin menumpahkan segala kegalauan hatinya.
Perjalanan kerumahnya masih cukup jauh dan membutuhkan waktu yang cukup lama jika menggunakan taksi, sehingga ia lebih memilih menggunakan mantranya.
Zlimb!
Wanita bersurai coklat terang itu sudah sampai di huniannya dan menumpahkan segala kegundahan hatinya.
Sial! Kenapa penyihir-penyihir bodoh itu tak pernah menciptakan ramuan penghilang patah hati. Jika ada, Xena akan meminumnya sebanyak mungkin untuk menyembuhkan perasaannya yang saat ini hancur berkeping-keping.