webnovel

Pilihan Felix

“Ya, Soa. Begitulah yang kutahu. Jadi ayahmu tidak menceritakannya padamu? Astaga Felix! Aku rasa anak perempuannya ini sudah cukup dewasa untuk mengetahui apa yang dikerjakan ayahnya. Padahal ini adalah kabar yang baik.”

Soa merasa semakin jauh terjebak dalam labirin besar. Ungkapan Felix membuatnya ingin menggali informasi lebih banyak. “Bisakah Paman menceritakannya padaku?” pinta Soa dengan wajah penasaran. “Mungkin ayahku terlalu banyak pikiran untuk menyempatkan diri berbagi cerita denganku.” Soa mengungkapkan alasan yang dirinya sendiri pun tidak meyakini.

Hector tertawa mendengar perkataan Soa. Lantas ia mengiyakan tanpa merasa keberatan sedikit pun.

“Begini Soa. Awalnya aku sangat kaget ketika aku menerima email dari ayahmu sewaktu aku masih ditugaskan bekerja di luar negeri. Ayahmu menceritakan banyak kesulitannya kepadaku. Saat pertama kali aku tahu tentang hutang yang akan jatuh tempo itu, aku betul-betul menyesal karena tidak bisa membantu.

“Seminggu sebelum tanggal jatuh tempo berlaku, aku sudah berhasil memiliki cukup uang dan merasa dapat membantu ayahmu dengan memberikan pinjaman tanpa bunga. Saat itu aku langsung menghubunginya lewat telepon. Untuk pertama kalinya lagi sejak aku di luar negeri kami bisa saling mendengar suara. Aku mengutarakan niatku membantunya, tapi ternyata ayahmu mengabarkan bahwa sudah ada temannya yang lain, yang telah menawarkan bantuan untuk melunasi hutang itu sekaligus berinvestasi untuk memperbesar restoran.”

Soa sama sekali tak menyangka, perkembangan restoran yang terjadi nyatanya berhubungan erat dengan pelunasan hutang ayahnya dengan Molly.

“Jadi begitu. Dan Paman sempat ingin membantu melunasi hutang Ayah?”

“Ya begitulah. Meski hal itu tidak bisa kulakukan.”

Keterkejutan yang dialami Soa bagai air bah yang melindas benaknya tanpa ampun. Batinnya ramai bertanya-tanya. “Kenapa Ayah menyembunyikan ini dariku? Siapa sesungguhnya investor itu, Ayah? Bukankah Ayah bilang menjumpainya tanpa sengaja, dan hal itu terjadi jauh setelah pelunasan hutang selesai? Tapi kenapa, yang kudengar orang itu juga yang melunasi hutang Ayah?” Dan tiba-tiba saja pergulatan batin itu mengantarkan Soa pada kesadaran satu hal. “Astaga! Kalau memang yang melunasi hutang dan investor itu adalah orang yang sama. Kenapa Ken masih tetap diambil oleh bibi Molly?” teka teki itu terus bergema. Suara Zoe yang sempat menaruh kecurigaan lagi-lagi terngiang di telinganya.

Akan tetapi, sesaat kemudian kata-kata Andel seolah menjadi penabur garam bagi kuah sayur yang hambar. Soa mencoba untuk tidak menduga dengan buta. Ada pikiran positif terhadap ayahnya yang masih ia usahakan. Ia harus memiliki pendapat lain, pastilah ada yang keliru dari asumsi yang meradang di kepalanya saat itu.

“Tapi aku tetap senang, meski bantuan itu bukan melaluiku sahabatnya, ayahmu bisa melewati masa-masa sulit dan usaha kalian semakin berkembang pesat sekarang.” Wajah Hector terlihat berseri-seri melanjutkan ceritanya mengingat pengalaman bersama Felix.

Soa bisa menangkap dengan jelas bahwa pria itu sebetulnya sangat ingin membantu ayahnya. Gadis itu mengurai senyum, memilih melepaskan sejenak segala keganjilan yang ia rasakan. Ia mencoba menghibur Hector dengan kata-katanya yang lain.

“Kalau saja Ayah tidak keburu menerima penawaran dari temannya, pasti Ayah sudah dengan senang hati menerima bantuan dari Paman. Paman kan sahabat Ayah, pasti akan lebih nyaman baginya menerima bantuan dari Paman daripada bantuan lewat orang lain,” ungkapnya membalas cerita Hector.

Dan di dalam hatinya pun gadis itu turut mencoba menetralkan prasangka buruknya. “Benar! Apa pun alasannya, ini semua karena pertolongan lewat paman Hector datang terlambat. Ayah pasti terpaksa memilih ini semua, tetapi aku harus tetap mencari tahu, tentang hal yang Ayah tutup-tutupi”

Hector masih berdiri di depan Soa dengan dahi mengernyit, terlihat jelas lagi-lagi menangkap kejanggalan dari percakapannya bersama gadis itu. “Tidak Soa. Menurutku tidak ada yang terlambat. Ayahmu memang sengaja menolak bantuanku.”

Soa semakin berat menanggung penasaran, pertanyaan di hatinya semakin bertumpuk-tumpuk. Berpikiran tetap baik terhadap ayahnya menjadi hal yang mustahil untuk ia lakukan saat itu. “Maksud Paman ... Ayah berada pada dua pilihan dalam satu waktu?”

Hector mengangguk lagi.

“Soa. Sewaktu aku pertama kali menelepon ayahmu dan menawarkan bantuan, kudengar ayahmu memang sudah mengiyakan penawaran temannya. Tetapi mereka belum saling menandatangani surat perjanjian kerja sama, jadi ayahmu masih bisa mundur untuk membatalkannya.” Lagi-lagi Soa dibuat tercengang mendengar cerita Hector. “Meski aku mengakui, saat itu teleponku memang sangat berjarak tipis dengan pertemuan mereka.“

“Maksud Paman?”

“Saat aku menelepon ayahmu, dia bilang hampir tiba berjumpa dengan temannya untuk menandatangani surat perjanjian itu. Aku sempat memintanya untuk mempertimbangkan lagi, bantuan lewat siapa yang akan ia pilih. Memang penawaran temannya itu lebih menguntungkan, tetapi kita tahu bahwa kerja sama bisnis itu bukanlah hal yang mudah. Aku ingin ayahmu bisa hidup tenang setelah keluar dari jerat hutang berbunga itu sebelum ia berniat memperbesar lagi usahanya. Tetapi akhirnya keputusan ayahmu tetap sama, ia menolak bantuanku dan memilih besar bersama temannya.

“Lalu karena pekerjaanku yang cukup padat, semenjak itu kami belum berkomunikasi lagi. Dua hari lalu aku baru kembali ke Melvin, aku juga belum sempat mengajaknya bertemu karena masih banyak pekerjaan yang harus kuurus. Tetapi sekarang aku sudah bertemu denganmu lebih dulu, senang sekali rasanya. Aku bisa mendapat informasi bahwa kalian ternyata sudah berhasil bangkit.”

Soa terdiam mematung. Cerita itu membuat laci kenangan dalam memorinya terbuka. Ia jadi ingat hari di mana ayahnya pernah salah mengira dan menyebut nama Hector saat mengangkat telepon darinya.

Dalam hati gadis itu berkata. “Bukankah saat itu Ayah bilang akan bertemu bibi Molly? Kupikir Ayah hanya membahas soal hutangnya. Apakah itu adalah saat di mana Ayah menandatangani surat perjanjian kerja sama yang Paman sebutkan?

“Tidak mungkin! Kalau pun ada yang ayah tanda tangani saat itu, aku yakin itu adalah surat perjanjian pengasuhan Ken dan pelunasan hutang. Lalu surat perjanjian kerja sama yang mana yang paman Hector maksud? Kapan sesungguhnya hal itu Ayah lakukan? Padahal restoran berkembang, jauh setelah hutang ayah lunas. Tapi Paman bilang, dia menelepon Ayah sebelum jatuh tempo itu terjadi. Berarti ...”

Soa merasa tak sanggup melanjutkan analisanya. Pandangannya mengawang jauh. Kejanggalan demi kejanggalan yang ia temukan, hanya menjadi bahan yang memenuhi hatinya dengan prasangka buruk. Ia ingin menangkis sebisanya, tetapi pilihan ayahnya yang terang-terangan sudah ia dengar tak mampu menutupi lubang hitam di hati.

“Soa apa kau baik-baik saja?” Hector menyadarkan Soa dari lamunannya. Ada kecemasan dari wajah Soa yang pria itu tangkap. “Apa kau sedang kurang sehat?” lanjutnya kembali bertanya.

“Oh, aku tidak apa-apa Paman.” Soa mencoba menutupi perasaannya. “Paman masih ingat dengan Ken?” Gadis itu menguatkan diri, mencoba memancing informasi lagi.

“Ooo Ken! Adik kecilmu? Bagaimana kabarnya sekarang? Dia pasti semakin tumbuh menggemaskan.”

Balasan yang diberikan Hector langsung menjawab pertanyaan tersirat Soa. Pria itu tak tahu apa-apa soal hubungan hutang dengan pengasuhan Ken. Sekali lagi Soa menemukan, ada hal yang ditutupi oleh ayahnya. Baik kepada sahabatnya, maupun kepada keluarganya sendiri.