webnovel

APA KAMU SUDAH GILA?

"Ada apa Kak? Kenapa sangat panik?"

Suara Stephanie mengejutkan Christabella hingga membuat jantungnya bertambah berdegup begitu kencang.

"Tidak apa-apa, tolong suruh sopir untuk mengantarku kembali ke villa sekarang."

"Kenapa tiba-tiba? Bukankah kak Jenson nanti akan menjemput?"

"Jenson sangat sibuk jadi dia menyuruhku kembali ke villa lebih dulu. Tolong sampaikan pada mommy nanti ya."

"Baiklah Kak." Pasrah Stephanie.

Meski dia merasa sikap Bella agak aneh, tapi dia mencoba percaya saja dan mengantarnya sampai sopir membawa mobil untuknya.

"Hati-hati Kak."

Christabella hanya tersenyum kaku sambil melambaikan tangannya. Setelahnya dia memejamkan mata dengan jantung yang seolah bisa melompat kapan saja.

Tubuhnya sampai gemetar karena ketakutan.

Sementara di Alexander Group, Antonie tergopoh-gopoh menyodorkan tabnya pada Jenson terkait berita Gavin dan Christabella yang terus menggelinding dan semakin membesar bagai bola salju.

"Tuan, apakah anda sudah melihat berita pagi ini?"

Jenson yang sedang sibuk memeriksa laporan langsung berhenti seketika dengan dahi yang berkerut keras.

"Berita apa?" Tanya Jenson sambil mengulurkan tangannya untuk menerima tab dari tangan Antonie.

Sedetik kemudian, rahang Jenson mengencang karena marah dan dia hampir saja membanting tab milik Antonie.

"Berani-beraninya para sampah itu menyebarkan berita buruk tentang istriku, apa mereka tidak takut padaku?"

Jenson menggebrak meja kerjanya dengan murka.

"Mereka terlalu berani Tuan."

Antonie dengan hati-hati mengeluarkan pendapatnya.

"Lalu kau tunggu apa lagi? Cepat blokir semua berita itu dan kirim surat ultimatum pada mereka."

"Baik Tuan."

"Kau sudah tahu kan apa yang seharusnya tertulis di surat itu?"

Antonie hanya mengangguk karena dia sudah hafal di luar kepala apa yang selalu Jenson inginkan jika seseorang menyinggungnya.

Seringai tipis muncul di bibir Jenson sebelum dia mempersilahkan Antonie keluar dari ruangannya.

Pintu kembali tertutup dan Jenson kembali fokus pada tumpukan dokumen yang harus diperiksa.

Saat sore hari, Jenson langsung buru-buru pulang ke Villa Emerald. Kepala pelayan menghubunginya dan memberitahunya bahwa Christabella sudah kembali ke villa.

Begitu tiba di Villa.

Jenson langsung menuju kamar dan dia terkejut saat menemukan Chritabella yang menangis di tepi ranjang dan membelakanginya.

Dia berjalan pelan menghampirinya dan memeluknya dari belakang.

"J... Jenson."

Christabella ketakutan sambil buru-buru menyeka air matanya.

"Kenapa kamu tidak menungguku?"

Bella tidak bisa menjawab karena tubuhnya gemetar, dia takut Jenson akan mengusirnya setelah ini begitu berita itu mencapai telinganya.

"Kamu tidak menjawab pertanyaanku dan tubuhmu gemetar, ada apa?

"A... Aku..."

Bukannya marah, Jenson justru tersenyum tipis sebelum dia memeluk Chritabella dengan erat.

"Aku sudah tahu berita itu, jadi kamu tenang saja, aku tidak akan marah."

Christabella sangat terkejut. Dia melepas pelukan Jenson untuk memastikan.

"Benarkah?" Christabella rasanya tidak bisa percaya.

Jenson mengangguk dengan santai sebelum akhirnya dia mencium bibir istrinya begitu lama.

Begitu Jenson melepaskannya, wajah Christabella merona merah.

"Apa ciumanku barusan belum cukup membuktikannya?"

Christabella tercengang, ini benar-benar di luar dugaannya.

"Christabella, kita harus berjanji untuk percaya satu sama lain, mengerti?"

Bibir Christabella bergerak-gerak membentuk senyuman haru, dia benar-benar tidak menyangka Jenson akan berubah begitu manis gara-gara dia hamil anaknya. Ah, betapa menyenangkannya.

"Terimakasih Jenson."

Jenson hanya mengangguk dan bergumam kecil sebelum dia menarik tubuh mungil Christabella kembali ke pelukannya.

"Mulai sekarang, jangan panggil aku Jenson lagi."

Christabella melepaskan pelukannya dengan dahi yang berkerut keras.

"Lalu siapa? Bukankah itu memang namamu?" tanyanya dengan polos.

Jenson semakin gemas sikap Christabella hingga dia mencubit hidung istrinya sebelum berkata, "Itu memang benar namaku, tapi kita ini kan suami istri, apa pantas kamu memanggilku dengan namaku?"

Christabella menggigit bibirnya dengan wajah yang merona malu.

"Kenapa wajahmu memerah?" goda Jenson.

Christabella tersenyum malu-malu sambil mengulurkan tangannya untuk menutupi wajah cantiknya sambil menggelengkan kepala.

Jenson tersenyum tipis dan bangkit dari duduknya, dia tanpa sungkan melepas jasnya juga kemejanya di depan Christabella dan berkata, "Mulai sekarang kita harus membiasakan diri untuk memanggil satu sama lain dengan panggilan 'Sayang', apa kamu mengerti?"

Di tempatnya Christabella merasa shock. Sejak kapan Jenson jadi berubah seperti ini? padahal, sebelum dia pergi bersama Gavin, Jenson adalah orang yang sangat jahat padanya dan hanya peduli pada kekasih saudara kembarnya, Liora.

Tapi sekarang?

Christabella hendak mengatakan sesuatu saat tiba-tiba dia terkejut dengan Jenson yang sudah berdiri di depannya dengan hanya memakai handuk yang melilit rendah di pinggangnya.

"Kamu mengerti kan Sayang?"

Christabella membeliak.

Tentu saja bukan hanya panggilan Jenson untuknya, tapi lebih kepada tubuh Jenson yang sangat ramping dan bagus dalam pandangannya. Tubuh yang putih bersih dengan otot yang sangat bagus dan sesuai dengan tubuhnya yang tinggi proporsional, juga wajah yang tampan mempesona.

Entah kenapa dia baru sadar bahwa Jenson ternyata sangat tampan dan menarik.

"Ah, kemana saja aku selama ini?" batin Christabella memprotes dirinya sendiri.

"Hey, apa yang kamu lihat?"

Suara Jenson menyentaknya kembali ke dunia nyata dan semakin membuat wajah Christabella semerah tomat.

"Kenapa kamu diam? Ah aku tahu, kamu tertarik dengan tubuhku kan?" Jenson berkata dengan seringai nakalnya.

Christabella gelagapan, dia ingin sekali berkata tidak, tapi bohong sekali jika dia bilang tidak tertarik dengan tubuh Jenson yang seperfect itu.

Melihat reaksi Christabella yang diam saja, Jenson jadi lebih ingin menggodanya.

"Hmm padahal ini bukan pertama kalinya kamu melihatku bertelanjang dada. Apa kamu lupa? kamu pernah merayuku hingga melihat semua sisiku hingga menjadi junior Jenson di perutmu?"

Christabella tersenyum kaku dengan wajah yang tersipu malu.

"Sudah cukup. Ya, aku tertarik dengan tubuhmu Jenson Alex."

Jenson terkekeh.

"Lalu? Apa yang kamu inginkan sekarang setelah mengakui itu?"

Christabella menghela nafas dan dia meggelengkan kepalanya, "Tidak ada, jadi mandilah sekarang!"

Jenson tersenyum tipis dengan menaikkan salah satu alisnya sebelum dia menyeret Christabella untuk pergi ke kamar mandi bersamanya.

Sementara di apartemennya, Liora tampak murka hingga membanting apa saja yang ada di dekatnya.

"Liora hentikan! Kita bisa memikirkan cara lain." Gavin yang sedari tadi diam saja di sisinya akhirnya angkat bicara karena tidak tahan dengan sikap Liora yang dinilainya sangat kekanak-kanakan.

"Memangnya kau siapa ha? Beraninya memerintahku!"

Bukannya berhenti, Liora justru semakin tidak terima.

Gavin mengatur nafasnya saat dia mencoba untuk meredakan emosinya dan menebalkan kesabarannya di depan Liora.

"Fine, aku memang bukan siapa-siapa, tapi ingatlah kalau kita adalah tim sekarang."

Liora memejamkan matanya dan menggertakkan giginya saat dia berusaha mengontrol dirinya.

"Oke."

Gavin mengangguk-angguk dan merasa sedikit lega.

"Lalu apa rencanamu sekarang?" tanya Liora.

"Aku akan menghampiri Christabella ke villanya."

Liora tersenyum mengejek dan dia tidak tahan untuk tidak mencibir ide Gavin, "Apa kamu sudah gila?"