webnovel

Yun Cheng Dihuang

Editor: Wave Literature

Pasien yang ada di meja operasi sudah sadar kembali dan kini ia menjalani pemeriksaan lain.

"Dia sudah bisa keluar dari ruang operasi."

"Baik, Dokter Jiang."

...

Saat Jiang Tingxu kembali ke kantornya, ia melihat anak kecil itu duduk di kursinya. Kedua pipinya menggembung karena menahan amarah. Terlebih setelah ia melihat penampilan Jiang Tingxu, mata kecilnya diliputi oleh rasa kesal.

"Apa kau sudah melupakanku?"

Aduh ....

Jiang Tingxu suka melihat penampilan anaknya yang kesal, yang lebih enak dipandang daripada kearoganan ayahnya. Bukankah ini adalah emosi yang harus dimiliki anak?

"Kau marah? Tadi aku pergi untuk menangani operasi." Jika ingin mengejek anaknya, Jiang Tingxu harus menjelaskannya.

Benar saja. Burung merak kecil yang sombong itu begitu marah dalam sekejap mata.

"Aku tahu. Bibi kepala perawat juga mengatakannya kepadaku. Aku juga sudah melihatmu."

Sejak Jiang Tingxu meninggalkan kantor, anak kecil itu selalu berdiri mengawasi di depan pintu. Secara alami, ia bisa melihatnya dengan jelas. Untuk pertama kalinya, Jiang Tingxu melihat ekspresi yang belum pernah diketahuinya secara spontan. Dia merasa bahwa Jiang Tingxu tak seburuk itu.

"Oh!"

Karena anak itu sudah tahu, Jiang Tingxu merasa tak perlu menjelaskan apa pun. Ia melepaskan jas putihnya lalu mengeluarkan ponsel dari laci mejanya dan memeriksanya.

"Jiang Tingxu, apa kau sudah selesai bekerja?" Si kecil itu bertanya dengan suara keras setelah mendekati Jiang Tingxu.

"Ini bukan saatnya selesai bekerja. Sekarang masih waktu makan malam. Aku harus bekerja di shift malam. Jadi, ayo kita pergi."

"Pergi ke mana?"

"Aku akan membawamu ke tempat ayahmu." Waktu untuk makan hanya satu jam dan tidak bisa ditunda. Sekarang hanya ada waktu empat puluh menit dan Jiang Tingxu tidak sempat membawanya kembali ke rumah keluarga Mo.

Kebetulan saja, Jiang Tingxu baru melihat momen WeChat-nya dan melihat posisi pria itu ada di mana. Lokasinya tak jauh dari rumah sakit tempatnya bekerja dan ia butuh waktu sepuluh menit pulang-pergi untuk berkendara.

Wajah anak itu benar-benar tampak tidak senang. Sebelumnya, ia berpikir bahwa tempat ini sangat membosankan. Namun, sepertinya ia harus pergi sebelum ia merasa bosan. Terlebih lagi, ia melihat Jiang Tingxu yang menjengkelkan di sini!

Setelah meninggalkan kantor, entah berapa lama lagi ia melihatnya!

Saat ini, Jiang Tingxu sudah berjalan hingga pintu gerbang. Ia menemukan bahwa anak itu tidak mengikutinya. Ia membalikkan badan dan bertanya.

"Hei, Nak, apa yang sedang kau lakukan?"

Hei, Nak? Apa kau kira aku tidak punya nama?

Bola matanya yang putih berputar, ia bertanya pada ibunya.

"Jiang Tingxu, jangan panggil aku 'nak'!"

"Lalu, aku harus memanggilmu apa?"

Jiang Tingxu melihat bocah kecil itu berpikir dengan serius dan akhirnya ia menjawab, "Mmm … panggil aku Ning Ning."

"Baiklah, Ning Ning, anak kecil, hahaha .… "

Sampai ia masuk ke dalam taksi, wajah anak itu memerah dan masih kesal kepada ibunya, tak ada yang lain lagi.

"Pak, antar kami ke Dihuang."

...

Seluruh penduduk Yuncheng mungkin tidak tahu siapa kepala S Yuncheng. Namun, mereka pasti tidak mungkin tidak tahu Dihuang.

Tempat ini adalah tempat termewah dan termegah di Yuncheng. Hanya orang yang super kaya yang bisa keluar-masuk tempat ini.

Hanya minum segelas air putih, harganya minimal empat digit.

Saat ini, club house ini menjadi semakin semarak. Semua jenis mobil mewah edisi terbatas diparkir di luar, sehingga lebih dari sekadar pameran mobil mewah.

Jadi, saat sebuah taksi muncul di dalam pandangan orang-orang, pasti akan menimbulkan tatapan aneh.

Sebelum turun dari taksi, Jiang Tingxu mengeluarkan dua masker baru dari dalam tasnya. Satu untuk putranya di sampingnya dan satu lagi untuk dirinya sendiri.

"Ayo, turun."

"Hmm .… "

Dia bersenandung dan sangat patuh. Kedua kakinya yang pendek meluncur keluar dari dalam taksi.

Jiang Tingxu meraih tangan putranya dan langsung berjalan menuju ke gerbang club house. Benar saja, ia dihentikan oleh penjaga.

"Nyonya, tolong tunjukkan kartu anggotamu."

"Aku tak punya kartu anggota, tapi aku punya ini!" Sambil berbicara demikian, ia mengeluarkan surat nikah dari dalam tasnya dan melemparkannya ke tangan penjaga begitu saja.