webnovel

Karma

Jakarta, 2027

Rose

Aku pergi ke taman lagi besoknya. Tanpa sadar, aku mencari-cari lelaki itu. Tidak butuh waktu lama bagiku untuk menemukannya. Lelaki itu juga menyadari kehadiranku. Kini gilirannya yang sedang berdiri di dekat kolam ikan. Dia tersenyum ketika melihatku.

Lelaki itu berjalan ke arahku, masih dengan senyum di wajahnya.

"Hi.. kita bertemu lagi," lelaki di depanku ini bersuara.

"Hai," akhirnya aku bisa mengeluarkan suara.

"Aku Juniar Albert, tapi panggil saja June." Dia mengulurkan tangan. Dan… kembali aku terdiam sambil memandangi tangannya. Dia menggoyangkan tangannya seakan memintaku untuk menyambut ulurannya itu.

"Yasmine," jawabku sambil mengulurkan tangan. Dan waktu seakan berhenti ketika telapak tangan kami bersentuhan. Sekelebat bayangan seseorang terlintas di pikiranku. Terjadinya hanya beberapa detik, tapi langsung membuat kepalaku sakit seakan dipukul palu besar.

Seketika aku sudah berada di pelukan June. Ia menuntunku duduk di bangku taman terdekat.

"Kamu tidak apa-apa? Apa kamu sakit? Pusing? Rentetan pertanyaan itu entah mengapa malah membuat sakit kepalaku mereda.

"Tidak apa-apa," jawabku lemah sambil memandangnya. Aku mencoba mengingat apa yang baru saja terlintas di kepalaku tetapi melihat lelaki yang berjongkok di depanku ini memasang wajah cemas malah membuat hatiku jadi hangat.

"Aku benar tidak apa-apa."

"Wajahmu pucat tapi sepertinya sudah mulai baikan."

"Iya.. aku hanya… kondisiku memang sedang tidak sehat."

"Oh… kalau begitu kamu harusnya istirahat di rumah."

Aku hanya tersenyum simpul mengingat kebosanan di kamarku. Aku sudah menghabiskan banyak waktu untuk beristirahat. "Aku bosan di kamar terus," jawabku muram.

Entah kenapa mood-ku tiba-tiba menjadi suram. Aku berusaha mengingat sosok yang tadi melintas di benakku.

June tiba-tiba berdiri dan duduk di sampingku, lalu mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Permen coklat!

"Kamu mau?" tanyanya sambil menyodorkan permen itu.

Aku hanya menatapnya heran, lupa akan kegiatanku tadi.

"Tenang saja, ini hanya permen coklat biasa, aku tidak memberikan sesuatu yang aneh padamu," jelasnya.

Tapi aku tetap bergeming, ada rasa was-was yang tiba-tiba muncul di benakku.

June hanya menggeleng lalu membuka bungkus permen itu dan memasukkannya ke mulut.

Orang aneh, batinku.

"Apa kamu datang ke taman ini untuk bertemu denganku?" June menanyakan itu dengan nada yang sangat santai.

"Apa?" tanyaku sedikit tersinggung. Aku memang memikirkannya sejak pertemuan pertama kami, tapi aku tidak sengaja datang ke taman ini untuk mencarinya.

"Taman ini dekat dengan rumahku," jawabku sedikit ketus.

"Oh ya? Padahal aku sengaja datang ke taman ini untuk bertemu denganmu!"

Lelaki di sampingku ini mengatakannya sambil mengedipkan matanya dan membuatku makin bingung. Ternyata aku salah nilai, pasti lelaki ini playboy. Aku menautkan alis, berpikir keras mengenai sikap lelaki ini.

Lalu mendadak dia tertawa kencang, bahkan sampai memegang perutnya.

"Hahaha…. Ya ampung Yasmine. Kamu harus lihat bagaimana tampangmu saat ini," serunya di sela-sela tawa kencangnya.

Tubuhku menjadi rileks mendengar tawanya yang lepas itu.

"Kamu…." Seruku dan refleks memukul ringan pundaknya.

June menghapus sedikit airmata yang muncul di ujung matanya.

"Merasa lebih baikan?" tanyanya lembut.

Kuakui aku merasa lebih ceria karena keisengannya tadi.

"Tapi, sepertinya kamu harus segera pulang." Serunya sambil menunjuk langit.

Aneh, padahal sewaktu aku keluar rumah tadi langit masih berwarna biru cerah tapi sekarang langitnya sudah kelabu dan ada awan-awan hitam yang menggantung.

"Kamu benar. Aku harus segera pulang," jawabku sambil berdiri.

"Aku akan ke taman ini lagi besok. Kalau kamu ada waktu datanglah," ujarnya dengan senyum iseng. "Aku serius," tambahnya karena melihatku yang melototinya.

"Akan kuingat," jawabku singkat lalu berjalan meninggalkannya. Beberapa langkah berjalan, aku berbalik ingin melihatnya. June masih di sana, duduk di bangku dengan permen coklat di mulut dan menengadah ke langit. Ada perasaan aneh yang diam-diam menyusup dalam hatiku, tapi aku tidak tahu apa itu dan mengabaikannya.

Kulanjutkan langkahku dengan cepat karena ternyata langit tak hanya berwarna kelabu, tetapi dia mulai mengeluarkan kilat-kilat yang menyambar.

***

Jay

Sejak kembali dari taman, Yasmine langsung tidur dan sampai saat ini dia belum bangun juga.

Aku masuk ke kamar. Yasmine masih tertidur. Apapun yang telah dilaluinya, rupanya membuatnya kehabisan tenaga. Saat aku duduk di tepi tempat tidur sambil memandanginya, dia terbangun.

"Pagi," sapaku.

Yasmine menatapku dengan muram. "Kenapa kamu bangun pagi-pagi sekali?"

"Aku tidak bangun pagi. Kamu yang kesiangan."

"Ini jam berapa?"

Aku melirik arloji. "Hampir setengah sepuluh."

"Menurutmu itu kesiangan?"

Rambut hitamnya masih kusut. Yasmine duduk bersandar, membuka kakinya. Mataku bergerak ke arah celana pendek putih di balik kaus tidurnya.

"Mau bangun tidak?" tanyaku.

Yasmine memberikan pandangan penuh arti. "Sebenarnya, rasanya aku lebih menikmati di tempat tidur lebih lama lagi."

"Rasanya aku juga begitu."

"Kalau begitu kenapa tidak bergabung denganku saja?"

***

Rose

"Masih letih?" tanya Jay

"Masih." Ucapku. "Tapi aku memang sulit tidur nyenyak."

Aku terdiam, memikirkan betapa aneh dan rumit hidup keluarga kecilku ini.

Aku tidak bisa beristirahat karena ada sesuatu di dalam diriku yang membuatku selalu ragu melakukan sesuatu sampai hari ini.

"Bagaimana kalau kamu mencoba tidur saja?" saran Jay, berusaha mengalihkan pikiranku. "Masih ada beberapa jam lagi."

Aku menyandarkan kepala dan mengulurkan tangan, menyentuh lengan kiri Jay dengan lembut. "Jay,apa yang kamu lihat dari diriku?" tanyaku. "Kenapa kamu berusaha keras demi aku? Apa aku memang sepadan dengan masalah yang kamu tanggung? Kamu laki-laki baik. Kamu layak mendapatkan lebih dari ini."

"Benarkah?" sahut Jay. "Biar aku saja yang menilainya."