webnovel

Menikahi Putri Mafia

Tamat! Bagaimana rasanya menjadi putri mafia yang berada dalam lingkungan mansion penuh para mafia binaan sang Ayah dan mendapatkan pengawalan ketat setiap waktu? Bagaimana dengan dirinya yang tidak bebas memilih pria yang dicintainya? Ah, pasti sangat tidak enak. Apalagi Redita jatuh cinta dengan pria yang tidak disukai oleh seluruh anggota keluarganya. Ada apa dengan pria itu? Belum lagi masa lalunya yang kelam menjadikan ia wanita yang terlihat lemah dan tak berdaya hingga harus selalu merapat pada pengawalnya. Banyak cerita di sini. Tidak hanya tawa dan tangis, tapi juga berbagai macam kisah para mafia itu sendiri. Namun pertanyaannya, siapa akan berakhir bersama sang Nona? Pria yang dicintainya atau .... Nb : Semua nama tempat hanyalah khayalan penulis semata.

Viviani · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
380 Chs

Kecupan

Mendengar perintah Redita, Antony segera menjawab, "Baik, Nona. Perintahmu selalu mejadi yang utama."

Lengan kekar sebelah kanannya ia letakkan di sebelah kiri bahu. Menandakkan hormat kepada Redita. Antony melangkah menghampiri Redita hingga mereka berjarak sangat dekat. Tatapan mata dingin itu memandang lurus wajah Redita yang sedikit meringis kesakitan. Antony merogoh jasnya dan mengeluarkan sapu tangan yang masih bersih dari balik sakunya. Mengusap darah yang keluar dari leher jenjang itu dengan seksama. Dia lalu membuka lilitan syalnya dan memakaikannya pada sang Nona Muda.

"Semoga syal ini dapat sedikit menghentikan pendarahan Nona," katanya.

"Terima kasih, Antony," kata Redita pelan. Wajah wanita itu sedikit merona walau hanya terlihat dalam waktu lima detik saja.

Radit yang melihat sikap dan kepatuhan Antony kepada Redita hanya bisa menatap tanpa ekspresi. Begitupun Silvia yang hanya diam seribu bahasa. Mereka tidak peduli suasana ballroom yang menjadi hening seketika.

Namun, suasana hening hanya berlangsung sebentar saja. Tidak lama kemudian, terdengar bisikan-bisikan negatif para tamu yang satu dengan tamu lainnya. Mereka membicarakan sosok Antony sang pembunuh berhati keji, walaupun dia membunuh demi menyelamatkan Nona Mudanya.

Redita yang mendengar bisikan-bisikan itu hanya bisa mendengkus kesal. Menatap Antony dengan penuh rasa simpati. Dia menarik tangan pria itu, hendak mengajaknya pergi dari tempat itu.

"Kita pergi dari sini!" katanya.

"Radit, bantu saya membawa orang ini." Antony melirik ke arah sang penjahat.

Penjahat berjas hitam itu terlihat tidak berdaya. Dia masih sadar tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya pasrah dan menurut saat Radit dan Antony mengangkat tubuhnya dan memapahnya sampai lobi hotel.

Sayangnya, mereka berpapasan dengan beberapa orang polisi Little Heaven–ibu kota negara Legiland yang datang ke Hotel Lovely karena mendapat aduan teror dari salah seorang yang menelepon ke kantornya. Mereka datang untuk menyelidiki kejadian itu dan mencari seseorang yang seharusnya bertanggung jawab atasnya.

Antony tidak bisa berbuat apa-apa dan menghindar saat ia ditetapkan menjadi salah satu tersangka teror bersama penjahat yang baru saja akan mereka bawa ke mansion Merlin. Berdasarkan keterangan para saksi, Antony membawa senjata dan membunuh salah satu di antara penjahat itu hingga membuat sebuah kekacauan di ballrom hotel. Para polisi itu pun akan segera membawa Antony ke kantornya untuk dimintai keterangan.

"Nona, sebaiknya anda pulang bersama Tuan Radit dan Nona Silvia. Saya akan ikut bersama dengan polisi-polisi ini dan segera kembali," katanya. Air mukanya tampak tenang seperti tidak terjadi hal yang mengkhawatirkan hidupnya. Kesan marah dan menakutkan dari wajahnya kini telah menghilang.

"Aku akan melaporkannya kepada Ayah agar ia bisa membebaskanmu, Antony," jawab Redita dengan raut wajah sedikit sendu. Antony tidak pernah pergi jauh darinya sekali pun ia berada di rumah. Pengawal pribadinya itu telah menemaninya beberapa tahun ini.

"Tenang saja, Antony. Aku akan melindungi Redita sekuat tenagaku," sela Radit.

Antony hanya mengangguk pelan, mengerti. Dia membalik badannya berjalan keluar hotel bersama para petugas kepolisian. Radit, Redita, dan Silvia memandang penuh prihatin kepada pria bertubuh kekar itu. Mereka memandangnya hingga menghilang dari balik pintu utama hotel.

Satu jam kemudian, Radit memarkirkan mobil SUV milik Redita di halaman mansion Merlin. Seperti biasa dia keluar dan menyambut sang putri mafia keluar dari pintu mobilnya. Redita tampak tidak bersemangat. Sepanjang perjalanan dia terus termangu memikirkan nasib Antony.

"Aku yakin Antony akan kembali ke mansion tidak kurang dari apa pun," ucap Radit seraya tersenyum.

"Aku harap seperti itu, Radit," balas Redita dengan seringai senyuman palsu.

Radit kembali tersenyum. Dia mengulurkan tangannya menyentuh puncak kepala Redita dan mengusapnya pelan. Redita sontak tersipu dengan sikap Radit yang tiba-tiba. Silvia yang masih berada di dalam mobil memandang Radit dan Redita dengan air muka kesal.

"Bisa-bisanya mereka bermesraan sementara Antony ditangkap oleh polisi," dengkusnya.

Silvia segera membuka pintu mobil dan berjalan keluar dengan wajah cemberut. Dia menghentakkan high heels-nya kuat-kuat hingga mengeluarkan bunyi kencang dan kasar. Aura feminin dari wanita itu hilang seketika.

Redita melebarkan bola matanya terkejut melihat tingkah Silvia yang tiba-tiba saja tampak kesal. Manik matanya mengerling mengikuti sosok Silvia yang berjalan hendak masuk ke dalam mobil sedannya tanpa berkata apa-apa kepadanya atau pun Radit.

Radit menurunkan tangannya dari puncak kepala Redita. Wanita itu segera membalik tubuhnya berjalan cepat menghampiri Silvia yang sudah masuk ke dalam mobil. Redita mengetuk kaca jendela samping kemudi sahabatnya itu dengan wajah khawatir. Takut jika Silvia benar-benar marah kepadanya.

"Sil, buka kacanya!" perintah Redita.

Silvia hanya melirik dingin sahabatnya itu. Segera, ia memutar kemudinya keluar dari halaman mansion Merlin meninggalkan Redita dan Radit yang hanya bisa memandang mobil itu hingga hilang dari balik gerbang. Redita berkacak pinggang menggelengkan kepalanya kemudian melihat Radit yang hanya bisa mengangkat bahu tidak tahu harus berkomentar apa.

"Mungkin aku akan kesepian lagi. Satu-satunya temanku kini marah dan meninggalkanku, Rad," ucapnya.

"Masih ada aku di sini. Banyak yang pergi tapi banyak juga yang datang. Itulah kehidupan," sahut Radit kembali menyunggingkan senyuman manis.

"Terima kasih," sahut Redita. "Apa kamu mau mampir dulu ke dalam?"

"Tidak, Dit. Aku akan langsung pulang. Malam sudah semakin larut." Radit melihat pergelangan tangannya yang menunjukkan pukul sebelas malam.

"Baiklah. Hati-hati menyetir," ucap Redita.

"Iya. Terima kasih atas perhatianmu. Aku sangat senang mendengarnya." Lengan itu kembali terangkat ke puncak kepala Redita lalu mengusapnya pelan.

Tiba-tiba Radit melangkah maju mendekat ke wajah Redita dan mendaratkan sebuah kecupan di pipi wanita itu. Redita terperangah sejenak, pria yang ia kagumi sejak dulu kini telah memberikan sinyal membalas perasaannya. Dia tidak percaya hal ini benar-benar terjadi di umurnya yang ke dua puluh tujuh tahun.

"Apa artinya?" tanya Redita kepada Radit. Telapak tangannya ia tempelkan di pipi yang mulai menghangat itu. Rona merah muda sudah terlihat di sana.

Radit hanya diam sambil mengangkat kedua sudut bibirnya tipis. Pria itu membalik tubuhnya melangkah masuk ke dalam mobil. Redita mengejar pria itu hingga di samping kaca jendela kemudi seperti yang ia lakukan pada Silvia tadi.

"Hei, katakan padaku apa maksud kecupanmu tadi?" tanyanya dengan jantung yang berdebat sangat kuat dan cepat. Seakan-akan membawanya naik ke atas langit ke tujuh.

Radit tidak menjawab dan malah memberikan sebuah tanya besar di benak Redita. Dia menoleh ke arah wanita itu dan menurunkan power windownya.

"Selamat malam, Redita. Semoga engkau tidur nyenyak malam ini," katanya.

Mata Redita membulat, berbinar. Air mukanya pun berseri-seri menampakkan kebahagiaan. Dia membalas ucapan Radit dengan lembut. "Aku menunggu jawaban atas pertanyaanku tadi sampai dengan esok hari. Aku harap kamu segera memberitahu jawabannya," ujar Redita.

Radit hanya terkekeh memandang sang wanita berambut kadru di hadapannya. Dia segera memutar setirnya dan membelok keluar pergi dari mansion Merlin. Redita hanya tersenyum memandang mobil itu pergi hingga menghilang ditembus kegelapan malam.

Wanita itu membalik tubuhnya berjalan masuk ke dalam mansion dengan wajah suka cita. Rona merah muda masih betah bersemu di wajah cantiknya yang terus menghangat. Dia jatuh cinta kembali dengan sosok Radit.

Elena dan Merlin yang memperhatikan putrinya masuk sejak tadi hanya bisa saling pandang. Redita tidak menyadari kehadiran kedua orang tuanya sedari tadi yang memang telah menunggunya di ruang tamu. Wanita itu meneruskan langkahnya dengan santai. Rasa khawatir akibat penangkapan Antony tadi seakan menghilang dari benak Redita digantikan oleh sosok Radit yang terus menari-nari seraya tersenyum di benaknya. Sangat tampan dan menghipnotisnya.