webnovel

Menikah tapi benci

"Jangan karena orangtuaku berhutang budi padamu, aku tidak bisa menghancurkan hidupmu! Sebaiknya kamu tolak lamaran ini jika kamu tidak ingin hidup menderita!" Ancaman itu terdengar jauh lebih menyakitkan karena terucap dari mulut cinta pertamaku. Tapi aku sudah bukan lagi gadis polos yang bodoh, "Lakukan saja, setidaknya aku bisa mendapatkan setengah harta mu saat kita bercerai nanti." Aku mendengar dia menggeram, aku yakin dia sedang mengeratkan rahangnya sekarang. "Katakan berapa yang kamu inginkan, aku akan memberikannya sekarang juga tapi setelah itu menghilang lah dari kehidupan ku!" Aku tersenyum, aku yakin dia akan segera meledak sekarang juga melihat wajahnya yang memerah menahan amarah. "Aku mau semuanya..." "Apa maksudmu?" "Semua hartamu sekarang juga jika kamu ingin aku menghilang dari hidup mu jadi cepatlah hubungi notaris karena lima belas menit lagi aku akan menemui ibu mu dan menerima lamarannya!" *** Laura Milanov bosan hidup dalam situasi pemain figuran yang tidak berarti dan tersingkirkan. Keluarganya, pertemanannya bahkan kisah cintanya selalu mengecewakannya. Ia muak ketika cinta pertamanya Dimas Dirgantara lebih memilih sahabatnya Wendy karena dia lebih cantik sehingga Laura sempat berpikir untuk bunuh diri. Tapi patah hati pada kehidupan yang selalu mengkhianatinya membuatnya menjadi keras dan mencari jalan lain untuk membalas setiap hal tidak adil yang pernah ia alami. Laura diam-diam bekerja di perusahaan milik orangtua Dimas dan mengambil simpatik mereka sehingga mereka menjodohkannya dengan Dimas. Bertekad mengubah hidupnya yang sebelumnya hanya figuran menjadi pemeran utama dalam spotlight meskipun harus menjadi wanita antagonis.

mrlyn · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
183 Chs

Terbawa arus

Laura POV

....

"Aku bisa membersihkannya sendiri."

Aku ingin membangun tembok. Sebuah tembok setinggi mungkin yang tidak dapat dihancurkan oleh apapun. Aku sudah memegangi tangannya dengan kedua tanganku agar dia tidak lagi menyentuh bibirku, agar aku tetap memiliki kewarasanku yang sudah semakin kabur.

"Tapi aku ingin melakukannya." Suaranya yang dalam, senyumannya yang lembut serta tatapan matanya yang hangat, itu semua membuat tembok itu memudar berubah menjadi transparan. Bagaimana ini? Dia tidak menghancurkan tembok yang aku buat seperti yang selalu ia lakukan dengan kebenciannya yang menggebu-gebu tapi dia membuat tembok itu perlahan hilang, seperti udara hampa yang tidak terlihat dan membuat dada ku sesak.

Apa aku sedang menahan nafasku lagi karena dia berhasil melepaskan tangannya dan kembali menyentuh bibir ku dengan leluasa sekarang?