webnovel

Menikah tapi benci

"Jangan karena orangtuaku berhutang budi padamu, aku tidak bisa menghancurkan hidupmu! Sebaiknya kamu tolak lamaran ini jika kamu tidak ingin hidup menderita!" Ancaman itu terdengar jauh lebih menyakitkan karena terucap dari mulut cinta pertamaku. Tapi aku sudah bukan lagi gadis polos yang bodoh, "Lakukan saja, setidaknya aku bisa mendapatkan setengah harta mu saat kita bercerai nanti." Aku mendengar dia menggeram, aku yakin dia sedang mengeratkan rahangnya sekarang. "Katakan berapa yang kamu inginkan, aku akan memberikannya sekarang juga tapi setelah itu menghilang lah dari kehidupan ku!" Aku tersenyum, aku yakin dia akan segera meledak sekarang juga melihat wajahnya yang memerah menahan amarah. "Aku mau semuanya..." "Apa maksudmu?" "Semua hartamu sekarang juga jika kamu ingin aku menghilang dari hidup mu jadi cepatlah hubungi notaris karena lima belas menit lagi aku akan menemui ibu mu dan menerima lamarannya!" *** Laura Milanov bosan hidup dalam situasi pemain figuran yang tidak berarti dan tersingkirkan. Keluarganya, pertemanannya bahkan kisah cintanya selalu mengecewakannya. Ia muak ketika cinta pertamanya Dimas Dirgantara lebih memilih sahabatnya Wendy karena dia lebih cantik sehingga Laura sempat berpikir untuk bunuh diri. Tapi patah hati pada kehidupan yang selalu mengkhianatinya membuatnya menjadi keras dan mencari jalan lain untuk membalas setiap hal tidak adil yang pernah ia alami. Laura diam-diam bekerja di perusahaan milik orangtua Dimas dan mengambil simpatik mereka sehingga mereka menjodohkannya dengan Dimas. Bertekad mengubah hidupnya yang sebelumnya hanya figuran menjadi pemeran utama dalam spotlight meskipun harus menjadi wanita antagonis.

mrlyn · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
183 Chs

Membuat kenangan indah

"Kamu baik-baik saja?" Tanya Dimas sambil memberikan segelas teh hangat kepada Laura yang masih duduk sendirian dengan pandangan kosong di toko swalayan tempat mereka mencari tenda untuk berkemah.

"Aku tidak pernah merasa lebih baik dari ini sebelumnya..." Jawab Laura berbohong. Melihat Laura yang masih tidak mau terbuka dengannya, Dimas hanya bisa duduk di sebelahnya dan merangkulnya erat.

"Kamu masih ingin berkemah?" Tanya Dimas mengalihkan pembicaraan, ia harap Laura akan merasa lebih baik setelah itu.

"Tentu saja, kita sudah membeli semua peralatannya. Kalau pulang sekarang maka akan sangat menyesal." Jawab Laura tersenyum.

Senyuman itu jelas bukanlah sebuah senyuman kebahagiaan melainkan senyuman untuk menyembunyikan kesedihannya.

"Ayo kita berangkat sekarang sebelum terlalu larut..." Ajak Dimas yang beranjak bangun lebih dulu lalu mengulurkan tangannya pada Laura.