webnovel

Menikah tapi benci

"Jangan karena orangtuaku berhutang budi padamu, aku tidak bisa menghancurkan hidupmu! Sebaiknya kamu tolak lamaran ini jika kamu tidak ingin hidup menderita!" Ancaman itu terdengar jauh lebih menyakitkan karena terucap dari mulut cinta pertamaku. Tapi aku sudah bukan lagi gadis polos yang bodoh, "Lakukan saja, setidaknya aku bisa mendapatkan setengah harta mu saat kita bercerai nanti." Aku mendengar dia menggeram, aku yakin dia sedang mengeratkan rahangnya sekarang. "Katakan berapa yang kamu inginkan, aku akan memberikannya sekarang juga tapi setelah itu menghilang lah dari kehidupan ku!" Aku tersenyum, aku yakin dia akan segera meledak sekarang juga melihat wajahnya yang memerah menahan amarah. "Aku mau semuanya..." "Apa maksudmu?" "Semua hartamu sekarang juga jika kamu ingin aku menghilang dari hidup mu jadi cepatlah hubungi notaris karena lima belas menit lagi aku akan menemui ibu mu dan menerima lamarannya!" *** Laura Milanov bosan hidup dalam situasi pemain figuran yang tidak berarti dan tersingkirkan. Keluarganya, pertemanannya bahkan kisah cintanya selalu mengecewakannya. Ia muak ketika cinta pertamanya Dimas Dirgantara lebih memilih sahabatnya Wendy karena dia lebih cantik sehingga Laura sempat berpikir untuk bunuh diri. Tapi patah hati pada kehidupan yang selalu mengkhianatinya membuatnya menjadi keras dan mencari jalan lain untuk membalas setiap hal tidak adil yang pernah ia alami. Laura diam-diam bekerja di perusahaan milik orangtua Dimas dan mengambil simpatik mereka sehingga mereka menjodohkannya dengan Dimas. Bertekad mengubah hidupnya yang sebelumnya hanya figuran menjadi pemeran utama dalam spotlight meskipun harus menjadi wanita antagonis.

mrlyn · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
183 Chs

Lost

Laura POV

...

Dia menghempaskanku ke dasar jurang sekali lagi, aku yang sudah terluka merasa sedang sekarat sekarang. Aku sama sekali tidak bisa membayangkan bagaimana ekspresi bodoh yang tadi aku tunjukan kepada Dimas saat aku terbuai oleh rayuan dinginnya!

Aku marah, aku ingin memakinya dan meneriakinya hingga puas tapis selain itu juga hatiku terasa sangat sesak, aku merasa ingin menangis. Aku ingin menangis sekarang juga…

Aku merasa dicampakan!

Apa aku sungguh masih mencintainya?

Tidak, itu tidak mungkin! Air mata ini dan rasa sesak yang menakutkan ini pasti berasal dari rasa harga diriku yang terluka akibat tindakannya yang menurunkan ku di tengah jalan dengan sebuah cek yang membuatku merasa baru saja menjadi pelacur yang di buang!

"Pergi dan jangan kembali katanya? Lihat siapa yang akan mencari lebih dulu!'

Aku dengan sengaja mengabaikan panggilan telepon dari Dita dan juga Pratama yang terus-menerus meneleponku sejak beberapa jam yang lalu karena jika di hitung dari waktu kepergianku ini sudah lebih dari lima jam dan seharusnya aku sudah tiba dua jam yang lalu tapi karena si brengsek Dimas, aku jadi harus menunggu bus yang akan membawaku pulang ke rumah orangtua ku yang lokasinya sangat jauh dari ibu kota.

...

Aku menghela nafas saat melihat arlojiku yang menunjukkan pukul sepuluh malam dan aku baru turun dari bus dan masih harus berjalan kaki cukup jauh dari stasiun tempatku berhenti hingga rumah ku.

Aku sunggung tidak mengerti mengapa kedua orangtuaku tiba-tiba saja pindah ke sebuah desa kecil hanya karena kebun jeruk? Mereka manusia modern yang tiba-tiba saja berubah menjadi petani, itu tidak masuk akal bagiku apalagi ibuku harus repot-repot bolak balik dari desa ke kota hanya untuk mengantar adik ku casting iklan yang sampai sekarang aku tidak pernah melihatnya sekalipun berada dalam iklan sebuah produk tapi ibuku sepertinya sangat terobsesi menjadikannya seorang bintang namun yang paling aku sesali, ibuku tidak pernah mengunjungiku sekalipun ia berada di kota.

Aku hanya bisa menahan rasa sesak yang semakin merangsek ke dalam hatiku saat menyadari tidak ada satupun yang menjemput kedatanganku padahal hari sudah sangat malam dan kondisi jalan sangat sepi dan juga gelap.

Suara ranting yang bergesek karena hembusan angin terdengar menyeramkan apalagi melihat orang-orangan sawah yang berada di tengah kebun dengan lampu sebagai mata mereka sungguh terlihat mengerikan tapi selain itu semua, yang membuatku gelisah adalah manusia jahat. Aku takut jika ada orang jahat yang akan mencegatku dan menculik ku seperti apa yang sering aku lihat dalam film.

"Laura!"

Aku menoleh kebelakang ketika mendengar suara seseorang memanggil namaku namun tidak ada siapapun di belakang sana sehingga aku segera mempercepat langkahku.

"Laura!"

Oh Tuhan, selamatkanlah nyawaku… Aku masih ingin membalas perbuatan Dimas si brengsek itu!

...Author POV...

Laura mempercepat langkahnya dan mengabaikan panggilan yang terdengar semakin jelas itu. Tubuhnya bergetar ketakutan ketika mendengar suara derap langkah kaki yang terasa sangat dekat.

"Laura!"

Tanpa berani menoleh, Laura terus melangkah mengikuti jalan setapak yang sedikit becek karena hujan gerimis yang masih turun sejak ia tiba di desa ini.

"Harusnya aku tidak perlu membawa apapun!" Keluh Laura yang merasa menyesal karena koper yang ia bawa cukup berat dan berhasil memperlambat langkahnya.

"Laura!"

Laura memejamkan kedua matanya ketika ia merasakan seseorang menyentuh bahunya, tubuhnya langsung membeku, ia tidak dapat bergerak karena begitu ketakutan.

Hantu terseram dimuka bumi ini tidak akan mempu menandingi kekejaman manusia yang berhati iblis yang memaksakan kehendaknya kepada orang lain dan itu adalah hal yang paling Laura takutkan dari apapun.

"To.. tolong… Jangan sakiti saya… Saya akan memberikan apapun tapi tolong jangan perkosa saya, saya baru saja selesai operasi Caesar!" Ucap Laura memohon tanpa berani memlihat siapa yang saat ini menyentuh bahunya, tentunya ia harus berpura-pura menjadi wanita yang habis melahirkan agar ia tetap aman.

Tapi bukan jawaban yang Laura dapatkan melainkan suara tawa yang terdengar tidak asing di telinganya.

"Jadi kamu sudah memiliki anak tanpa menikah? Dimana anaknya? Apa kamu menyembunyikannya di dalam koper besarmu ini?"

Mendengar rentetan pertanyaan itu membuat Laura sedikit memiliki keberanian untuk melihat siapa pria yang saat ini sedang menertawakannya dan betapa terkejutnya ia melihat pria itu ternyata adalah kakaknya.

"Wisnu! Kamu ingin membuatku terkena serangan jantung heuh?!" Teriak Laura yang tanpa ragu langsung memukuli Wisnu yang masih menertawakannya dan melampiskan rasa takutnya yang sekarang berubah menjadi rasa kesal walaupun ada perasaan lega karena pria itu adalah Wisnu kakaknya bukan pria brengsek yang mungkin akan membuatnya muncul dalam berita besok pagi menjadi korban pemerkosaan pria tidak dikenal.

"Sudah puas memukuli ku alih-alih memberikan ku pelukan?" Tanya Wisnu setelah Laura menyerah dengan pukulan-pukulan yang ia daratkan dan Wisnu sama sekali tidak terlihat kesakitan.

"Pelukan? Kamu bahkan tidak mengunjungiku di rumah sakit! Apa karir politik mu lebih penting daripada aku? Tidak ada satupun dari kalian yang datang!" Jawab Laura dengan begitu menggebu-gebu meluapkan kekesalannya diawal kalimatnya namun berakhir sangat pelan karena itu terasa sangat menyakitkan.

"Kenapa kamu ada di rumah sakit?" Tanya Wisnu bingung, "Kamu sunguh-sungguh habis melahirkan?" Tanya Wisnu lagi dengan nada bicara yang terdengar melengking karena begitu terkejut.

Tapi keterkejutan yang Wisnu tunjukan justru membuat Laura ikut terkejut hingga ia kehilangan kata-katanya.

"Laura… Jawab aku! Apa kamu sungguh habis melahirkan? Siapa yang telah menghamilimu dan dimana anak mu sekarang? Dimana pria itu? Apa dia mencampakan mu tanpa menikahimu? Katakan padaku, Laura!" Tanya Wisnu secara bertub-tubi, ia bahkan mencengkram erat lengan Laura dan menatapnya dalam. Dari sorot matanya yang gelisah, Laura dapat melihat kesedihan dan kekecewaan terpancar jelas di sana.

Rasanya lebih menyakitkan dari semua perlakuan buruk yang Dimas lakukan kepadaku, aku tidak bisa bernafas karena kedua orangtuaku seakan baru saja mencampakanku dengan sengaja.

Dengan menyeka air matanya, Laura memalingkan wajahnya dan melangkah begitu saja meninggalkan Wisnu.

"Laura! Kamu tidak bisa membiarkan orang lain menginjak-injak harga dirimu seperti ini!"

Wisnu terlihat sangat marah hingga ia menarik tangan Laura dan membuatnya menghadap kearahnya.

"Katakan padaku… Siapa yang telah berani menyakitimu?" Tanya Wisnu dengan suara yang lebih pelan dan air mata yang tertahan tapi pertanyaan yang ia ucapkan membuat hati Laura semakin terasa tercabik karena ia tidak bisa mengatakan jika kedua orangtua mereka yang telah menyakitinya.

"Bisakah kita tidak membicarakan ini dulu? Aku ingin segera tiba di rumah, aku lelah…"

Air mata Wisnu akhirnya tidak dapat terbendung, ia menarik Laura kedalam dekapannya dan memeluknya erat.

"Maafkan aku… Maafkan aku karena aku tidak pernah memperhatikanmu selama ini."

Isak tangis Laura terdengar semakin jelas membuat Wisnu hanya bisa memeluknya semakin erat walaupun Laura sama sekali tidak membalas pelukannya.

...