webnovel

PERPISAHAN SEMENTARA

Liza sudah siap-siap akan keluar dari dalam kamarnya, tiba-tiba terdengar bel kamar berbunyi.

Saat pintu ia buka, terlihat Bagas sudah berdiri didepan pintu dengan senyumannya yang menggoda. Hingga hampir membuat Liza hendak memeluknya. Apa lagi sedikit lagi akan berpisah dengan Bagas, meskipun hanya sementara.

"Kenapa nggak jadi meluk?" Tanya Bagas masih dengan senyumnya.

"Ih, kayak peramal aja," sahut Liza cemberut.

"Tapi betul kan?" Kejar Bagas.

"Iiih, pede amat. Ya udah deh," ucap Liza lalu kedua tangannya memeluk pinggang pria yang sangat dicintainya itu.

Lalu Bagas balas memeluk bahu Liza sambil menundukkan kepala untuk mengecup kening Liza.

"Udah sarapan sayang?" Tanya Liza.

"Belum sayang, aku ingin sarapan dengan kamu dan mengantar ke stasiun," ucapnya sambl menggandeng tangan Liza menyusuri koridor kamar hotel.

"Thank you sayang," ucap Liza sambil mendaratkan kecupan dipipi Bagas.

* * *

Resto terlihat sudah ramai pengunjung, namun masih tersedia beberapa meja dan kursi yang masih kosong.

Bagas dan Liza mulai mengambil beberapa jenis makanan dan minuman. Kemudian membawanya ke meja yang sudah mereka pilih, lalu mulai menikmati sarapan pagi sambil sesekali membicarakan beberapa. Dengan tetap fokus pada sarapan pagi, karena waktu sudah menunjukkan jam delapan lewat lima belas.

Terlihat Liza sudah menyudahi sarapannya.

"Sayang aku duluan ya?" Ucap Liza sambil berdiri.

"Oke, nanti aku nyusul," sahut Bagas.

Liza lalu bergegas keluar dari resto dan menuju kamarnya. Ia masih harus mandi sebelum ke stasiun.

* * *

Saat Bagas menekan bel pintu kamar, Liza cepat membukanya.

Terlihat Liza siap dengan ransel dipunggungnya serta tas kecil ditangan kanan.

"Tolong sayang, bawain tas aku," pintanya sambil membuka lebar pintu kamar.

"Sayang, nggak ada yang ketinggalan?" Tanya Bagas sambil mengedarkan pandangan keseluruh ruangan dan tak lupa memeriksa lemari pakaian dan kamar mandi.

Kemudian menenteng tas pakaian Liza, lalu meninggalkan kamar dan mengikuti Liza yang sudah menunggunya di koridor kamar hotel.

"Nggak ada kan sayang yang tertinggal?" Tanya Liza.

"Kayaknya nggak ada," sahut Bagas.

Liza berjalan didepan dengan diikuti Bagas, langkah kaki Liza terlihat melangkah dengan cepat. Masih harus melakukan pembayaran di resepsionis.

Sambil menunggu resepsionis menyiapkan tagihan pembayaran, Liza melihat kearah Bagas yang sedang duduk menunggunya.

Liza menarik napas, lalu menghembuskannya dengan berat. Ah, berat banget ninggalin kamu sayang, gumamnya dalam hati.

Tatapannya masih tertuju pada Bagas yang pada saat bersamaan pria yang sangat dicintainya itu juga sedang melihat kearahnya.

Ah, seandainya kita tinggal satu kota sayang, gumamnya tanpa melepas tatapan pada Bagas.

Kisah cinta mereka yang sudah terjalin selama belasan tahun, harus terpisah lagi. Padahal baru dua minggu saja mereka punya kesempatan untuk menyatukan cinta mereka.

Sepertinya tidak sebanding dengan waktu belasan tahun yang cukup lama dan baru dua minggu punya kesempatan untuk saling membagi kasih.

* * *

Seperti halnya dengan Liza yang sedang galau karena harus berpisah untuk sementara dengan Bagas.

Bagas pun demikian, juga merasa berat ditinggalkan Liza Meskipun hanya sementara.

Mungkin belum terlihat dari wajah, tapi yang ia rasakan saat ini hatinya seperti tertimpa tronton.

Hatinya terasa damai saat Liza berada disisinya, namun ia pun tak dapat terus menerus memaksakan supaya Liza tetap mendampinginya selama di Bandung.

Apa lagi waktu Liza sudah cukup banyak diberikan padanya.

"Sayang, ayo jalan," ajak Liza membuyarkan lamunannya.

Bagas berdiri dan menenteng tas pakaian, lalu berjalan mengikuti Liza dan sudah duluan menuju taksi yang menunggu mereka.

Supir taksi mengambil tas dari tangan Bagas dan memasukkannya ke dalam bagasi.

Liza dan Bagas sudah duduk dalam taksi sambil menunggu supir taksi membawa mereka menuju stasiun kereta.

Dalam perjalanan, kedua tak dapat menikmati hiruk pikuk kota Bandung. Yang ada dalam hati mereka saat ini hanya gejolak kesedihan.

Bagas menatap kearah Liza yang saat itu juga sedang menatap kepadanya. Lalu keduanya tersenyum meskipun sedang merasa kehilangan.

Entah sampai kapan mereka berpisah untuk sementara. Apalagi dalam satu minggu lagi Bagas dan peserta lain akan turun lapangan untuk melakukan praktek pengukuran.

Sementara Liza dalam bulan ini tidak akan dapat meninggalkan Jakarta. Sudah izin dan mendapat cuti, tentu bagian personalia tak akan mengabulkannya jika minta izin. Kecuali atas pertimbangan Nana yang juga menjadi atasan dan sahabatnya.

Tapi Liza sudah tidak mungkin lagi minta izin pada sahabatnya itu, kecuali bulan berikut. Bulan kedua Bagas mengikuti pelatihan di Bandung, berarti dua minggu lagi baru dapat bertemu Bagas.

Waktu yang cukup lama, gumam Liza dalam hati. Lalu meraih dan menggenggam erat jemari tangan Bagas. Keduanya saling balas menggenggam dan tersenyum.

Sementara taksi yang mereka tumpangi sudah masuk area parkir stasiun. Dan berhenti di area parkir, kemudian supir membuka bagasi dengan menekan handle bagasi didekat pintu kemudi taksi.

Lalu Bagas dan Liza keluar dari dalam taksi, kemudian Bagas mengambil tas dari dalam bagasi yang sudah terbuka.

Dan mereka masuk ke stasiun menuju ruang tunggu penumpang.

"Sayang, kayaknya kamu nggak bisa ke ruang tunggu. Sampai disini saja," ucap Liza lalu memeluk Bagas.

"Hati-hati di jalan ya sayang," ucap Bagas.

"Kamu juga, sayang," balas Liza.

Lalu mengambil tasnya dari tangan Bagas.

"Daaaggh, sayang."

"Daaaghhh," balas Bagas.

* * *

Dalam kereta Liza hampir tak dapat menahan kesedihannya. Namun berusaha untuk menahan, tak ingin penumpang lain melihatnya sampai meneteskan air mata.

Ah, Bagas kenapa terasa berat berpisah dengan kamu sayang? Gumamnya dalam hati.

Mungkin karena kali ini akan cukup lama baru bisa bertemu dengan Bagas. Sehingga kesedihan kali ini benar-benar terasa berat ia rasakan.

* * *

Bagas sudah tiba di hotel, terus menuju ke ruang pertemuan dan bergabung dengan peserta lain yang sedang snack pagi, karena memang sudah jam sepuluh lewat tiga puluh.

Sudah setengah jam Liza dalam kereta cepat Bandung Jakarta, gumamnya dalam hati.

Selanjutnya Bagas dan peserta lain masuk untuk mengikuti materi kedua dari tim pengajar.

Bagas dan peserta lain akan mengikuti pemaparan materi sampai jam dua belas siang dan setelah itu akan dilanjutkan dengan makan siang dan istirahat sampai jam satu siang lewat tiga puluh.

Baru dilanjutkan dengan materi ketiga tentang ilmu ukur tanah.

"Sayang, lagi di kelas ya?" Tanya Liza lewat WA.

"Udah nyampe sayang?" Bagas balik tanya.

"Udah di apartment, sayang," jawab Liza dengan caption  sedih.

"Jangan sedih dong sayang," bujuk Bagas dengan caption love.

"Oke deh sayang, nanti malam video call ya?"

"Pasti sayang, nanti malam video call. Daaagghhh," Bagas mengakhiri chatnya dengan Liza dan mulai konsentrasi dengan materi ilmu ukur tanah dengan mulai mengerjakan soal tentang perhitungan luas polygon.