webnovel

Menara Cinta

Sejak kecelakaan itu terjadi.. Seiring berjalannya waktu hidup Sasya berubah. Sasya tak memikirkan lagi masa lalunya! Karena Sasya tak bisa mengingat semuanya. Karena jika Sasya mengingat hal itu. Hanya akan menambah luka di hatinya! Yang Sasya tau, kegelapan serta kedinginan dan Kesepian.

Kazuma_Hans3139 · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
88 Chs

Lian Dan Azuna

Hening..

Suasana rumah sakit pagi ini terlalu sepi, Sasya curiga kalau hanya ada dirinya dirumah sakit ini. Sasya membolak-balikan majalah dengan raut bosan.

ceklek!

Sasya menoleh setelah mendengar suara pintu terbuka, gadis itu tersenyum mendapati Lian tengah berjalan kearahnya. "Apa kakak luang hari ini?" tanyanya penuh harap.

"Hm? memang kenapa?" tanya Lian balik, pria itu kemudian memeriksa perkembangan kondisi Sasya.

Sasya cemberut mendengar pertanyaan sang kakak.

"Mau kah kakak menemani ku disini? Aku bosan sekali. Sungguh!"

"Kenapa kamu tak menggunakan waktu mu untuk istirahat. Agar kesehatanmu cepat pulih." ujar Lian sebal.

"Hey kak.. aku mau tau pertemuan kakak dengan kak Azuna. Aku penasaran kenapa kak Azuna bisa suka sama kakak." celetuk Sasya pelan, diam-diam Sasya tersenyum jahil.

"Kenapa? Kau penasaran sekali sih?" Lian menatap adiknya curiga, namun.. akhirnya Lian pun menceritakan pertemuan pertamanya dengan Azuna.

"Ha-h... baiklah. Jadi Awalnya..."

"Flashback on"

Meski setelah badai salju turun, tak membuat seorang pria tampan seperti Lian mengurungkan niat untuk pergi ke luar. Dinginnya salju tak masalah bagi dirinya.

Ia harus melakukannya, terlebih ini adalah kewajiban.

Lian mengerang kesal saat melihat perpustakaan kampus tutup. Lian harus mengetik laporan, hari ini juga harus selesai.

Tapi karena badai salju membuat aktifitas diluar rumah di larang.

Fuck!

Kenapa Lian melupakan hal itu?

Namun iris hitamnya menangkap seseorang yang juga sama seperti dirinya. Lian memperhatikan gadis itu sebentar, kemudian ia memutuskan untuk menghampirinya.

Saat sudah berada beberpa langkah dari tempat gadis itu Lian berhenti. Tatapannya terpaku, melihat wajah gadis itu. "Cantik sekali." Batin Lian.

Menggaruk belakang kepalanya pelan, Lian bertanya. "Kau sedang apa disini nona?"

Gadis itu menoleh sedikit terkejut saat melihat sosok Lian dibelakangnya, lalu tersenyum manis. "Aku mau membaca, tapi sayangnya perpus tutup." jawab gadis itu dengan raut kecewa. Matanya melirik pintu perpustakaan sebal.

"Aa.." Lian menganggukkan kepalanya, faham.

Gadis itu melirik pada Lian lagi.

"Em.. kau itu mahasiswa di kampus A kan?" Tanya gadis itu tiba-tiba.

Lian mengerutkan dahi, bagaimana dia tahu? Dengan tenang, Lian menjawab. "Ya benar, bagaimana kau tau?"

"Emm..." iris hijaunya nampak bergerak gelisah.

"Aku juga mahasiswi disana."

"Kau ambil jurusan apa?" Tanya Lian penasaran. Bagaimana bisa Lian melewatkan gadis cantik didepannya. Jujur saja, Lian hampir mengingat semua wajah mahasiswa/i kedokteran sama sepertinya.

"Aku ambil, Kedokteran." Jawabnya.

Gadis itu tertunduk malu saat ketahuan mencuri pandang.

"Spesialis kandungan." Sambungnya kemudian.

"Wow.. setelah lama disini. Aku baru bertemu dengan salah satu dokter. Apalagi spesialis kandungan."  Tanpa sadar Lian memuji.

Lian menggigit bibir, ia sedikit ragu. Tapi tidak sopan jika sedari tadi bicara seolah mereka akrab, namun tak mengetahui nama masing-masing.

"Namaku Lian Wu." Ujar Lian sambil mengulurkan tangan, dengan senyum manis yang bertengger diwajahnya.

Gadis itu tampak terkejut, Lian menahan tawa saat melihat gadis itu mengerjapkan matanya lucu.

Tangan mulus nan halus itu mengulur, membalas jabatan tangan Lian. "Namaku Azuna Lin. Kau bisa memanggil ku Azuna." Balas gadis itu sambil tersenyum lembut.

Lian terpesona tanpa sadar.

.

.

Sejak pertemuan hari itu, Lian dan Azuna menjadi akrab. Kadang jika mereka memiliki waktu luang, mereka akan keluar meski hanya makan malam bersama, mengobrol.

Atau hanya sekedar jalan-jalan sambil menikmati indahnya kota S.

Salju tampak mencair, mungkin sebentar lagi musim semi akan tiba.

Azuna melirik kearah Lian yang sibuk mengetik beberapa huruf di  laptopnya. Pipi gadis itu merona jika terlalu lama menatap Lian.

Bohong jika Azuna menampik tak menyukai dokter muda tersebut. Ia sangat menyukai Lian, jauh sebelum pria itu berinisiatif menegurnya dulu didepan perpustakaan kampus.

Sebagai seorang gadis, wajar bila Azuna memiliki rasa pada Lian. Tapi gadis itu tahu, Lian bukan orang yang mudah untuk di dekati.

Lian sedari tadi sadar dirinya menjadi bahan penelitian dari gadis yang belum lama ini dikenalnya. Kalau boleh jujur, sebenarnya Lian risih. Tapi ia tak berminat menegur kelakuan gadis itu, Lian malah tersenyum miring. Membuat ketampanannya menambah berkali lipat. Ingat. Lian malah sengaja tebar pesona pada gadis itu.

Dering di hpnya membuat Lian mengalihkan fokus.

Bryan..

Satu nama yang membuat Lian sang pangeran es tersenyum.

Azuna menatap Lian yang tengah mengobrol dengan orang yang entah siapa itu. Bahkan Azuna tidak mengerti bahasa apa yang Lian pakai.

Azuna melihat pria itu menghela nafas berat. Tampaknya Lian ada masalah pikirnya.

"Kenapa kau terus menatapku? Kalau kau mau bicara katakan saja Azuna. Tidak perlu sungkan padaku." Ujar Lian tiba-tiba.

Azuna yang tengah melamun terkejut, ia tidak sadar jika Lian sudah menutup sambungan teleponnya. Gadis itu mencebik, bibirnya mengerucut. "Justru karena aku bingung, jadi aku diam sedari tadi."

Alis Lian naik, tampak tertarik dengan jawaban Azuna tadi. "Kau bingung kenapa? Apa ada masalah saat praktek minggu lalu?" Tanya Lian sambil mengetik lagi.

'Tidak ada."

Kini kerutan yang hadir di dahi Lian, ia menoleh. Menatap Azuna penasaran. "Lalu kau kenapa? Mau cerita atau tidak?" Tandas Lian cepat.

"Mau cerita pun malu, biarlah. Kau tak usah hiraukan aku disini. Cepat kau lanjutkan saja pekerjaanmu." Ucap Azuna dengan nada merajuk.

Oh. Lian jadi gemas sendiri melihatnya.

Lian menutup laptopnya, kini perhatiannya menyeluruh menatap Azuna. Yang ditatap malah tersenyum kikuk.

Lian membereskan barang-barangnya kemudian beranjak berdiri. Menyambar tangan yang lebih mungil darinya.

Azuna yang terkejut tak bisa menolak selain mengikuti langkah pria yang ada didepannya.

"Kau mau membawaku kemana?!"

"Festival akhir musim dingin sebentar lagi akan dimulai." Ujar Lian membalas pertanyaan Azuna tadi.

Gadis itu terdiam, kemudian ia teringat kemarin malam ia mengajak Lian melihat festival tersebut. Pipinya memanas, ia juga menggengam balik tangan dingin Lian.

Tak berapa lama, mereka pun sampai ditempat tujuan karena memang tempat yang dituju tak jauh dari cafe tadi.

"Besok aku harus pulang ke Indonesia." Ujar Lian tiba-tiba.

hening..

Lian menghela nafasnya gusar, tidak ada tanggapan dari Azuna. Pria itu mengacak rambutnya kasar sebelum membalikkan tubuh Azuna agar berhadapan dengannya.

"Kenapa kau diam saja, Azuna?" tanya Lian dengan suara rendah.

Membuat Azuna menatapnya terkejut. Tanpa sadar ia menggigit bagian dalam mulutnya. Hingga ia mengecap rasa karat dalam mulutnya.

"Kenapa tiba-tiba?" Azuna memberanikan diri untuk bertanya. Entah kenapa, ada rasa sesak saat Lian mengatakan bahwa ia akan kembali ke Indonesia.

"Tadi aku dapat telpon, sahabat aku baru pulang dari Jerman. Dia mau ketemu. Jadi ya.. aku harus kesana." Lian sempat melirik Azuna lewat ekor mata. Gadis itu tampak semakin murung saja. Lian merasa tidak tega untuk meninggalkan gadis itu di kota ini. Sendirian. Tangan Lian terkepal, pria itu harus memilih.

"K-kapan kau kembali?" Tanya Azuna akhirnya, walaupun Azuna merasa ragu. Tapi, Azuna yakin ia benar-benar menyukai pria didepannya ini.

"Aku.. tidak tau. Semua urusanku disini sudah selesai." Jawab Lian pelan. Entah salah dengar atau hanya perasaan Lian saja? Azuna tampak tengah menahannya disini.

Tatapan mereka tertuju pada kembang api yang menghiasi langit malam.

Azuna menoleh menatap pria tampan disampingnya. Ia berjinjit dan mengecup pipi kanan Lian.

"Wo ai ni.." bisiknya lirih.

Lian terkejut, bukan hanya karena ciuman dipipinya. Namun karena bisikan gadis itu juga.

Tanpa kata, Lian menarik Azuna kedalam pelukan. Entah Lian harus berbuat apa, ia sendiri bingung. Seumur hidupnya, baru kali ini ada seorang gadis yang berani menyatakan cinta padanya.

"Setelah urusanku disana selesai, aku akan menjengukmu disini." Ucap Lian lirih. Lian linglung, tapi otaknya memaksa untuk sadar. Bahwa Lian tidak boleh kehilangan gadis yang kini didekapnya. Lantas ia mengecup dahi Azuna.

"Baik-baik disini. Tunggu aku." Katanya pelan.

Azuna menatap Lian lekat, ia bingung. Apa sebenarnya maksud Lian? Kenapa pula dirinya disuruh menunggu pria itu?

"Apakah ini artinya persaanku tidak bertepuk sebelah tangan?" Azuna bertanya-tanya dalam hati.

Tautan tangan mereka tak lepas, malah semakin mengerat.

Setelah festival musim dingin selesai, Lian mengantar Azuna pulang. Karena kebetulan apartemen mereka sama, hanya beda lantai.

"Selamat malam." Ujar Lian sebelum pergi.

Azuna hanya mengangguk dan tersenyum. Sebelum masuk kedalam apartemennya.

Pria itu tak lagi di Hongkong mulai besok. Azuna akan menjalani harinya sendiri lagi.

"Dia bilang.. aku harus menunggu." Gumam Azuna.

"Baiklah, aku akan menunggumu Lian! Sebelum ini pun aku masih bisa bersabar." Ujarnya menyemangati diri.

.

.

Keesokan harinya Lian segera berangkat ke bandara. Ia tersenyum masam saat melihat pesawat pribadi milik sahabatnya.

"Kenapa wajahmu terlihat masam begitu? Harusnya kau senang saya sendiri yang menjemputmu." Ujar Bryan tiba-tiba.

Lian memutar bola matanya malas, ia mengikuti langkah Bryan yang ada didepannya.

"Kenapa tiba-tiba menyuruhku pulang huh?" Tanya Lian setelah mereka duduk manis didalam pesawat milik Bryan.

"Entahlah, saya rasa. Saya butuh bantuan kamu kedepannya." Jawab Bryan jujur. Dari kemarin hatinya selalu resah.

"Begitu?"

"Ya."

"Apa ada alasan lain?"

"Saya merindukan kamu." Ujar Bryan ambigu. Sehingga pramugari menatap mereka dengan tatapan aneh.

"Jangan membuat masalah." Ucap Lian jengah.

"Selama ini kau tampak tak keberatan sama sekali." Ujar Bryan enteng.

Ya, selama ini Lian membiarkan saja saat mereka menatap aneh pada Bryan juga dirinya. Banyak yang mengira jika mereka gay. Namun tak banyak pula yang tak percaya gosip itu.

"Itu berbeda, jangan kau samakan dengan yang sudah-sudah." Gumam Lian malas.

"Kenapa? Apa kau sudah mempunyai kekasih?" Tanya Bryan penasaran.

"Ck.. berhenti bertanya dengan nada seperti itu! Kau seolah sedang mengintrogasi suami-mu yang selingkuh!" Sambar Lian cepat.

Alis Bryan menukik tak senang saat mendengar kata suami dari bibir Lian. "Kau tidak pantas menjadi seme." Katanya tajam.

Lian tak membalas, ia memejamkan mata. Mengingat kembali saat kemarin malam.

Flashback

Saat Azuna menyatakan perasaannya pada Lian. Pria itu tampak termangu sebentar, sebelum menarik Azuna kedalam dekapannya.

"Aku juga mencintaimu." Bisik Lian tepat ditelinga Azuna.

Keduanya sama-sama tersenyum, letusan kembang api menjadi latar mereka. Pula pergantian musim menjadi saksi.

Dibawah pohon, Lian mencium bibir Azuna. Sebagai bentuk rasa yang Lian punya untuk gadis itu.

Bahkan Lian tak perduli dimana mereka berada saat ini.

Flashback off.

"Kau seperti orang gila jika terus seperti itu." Kata Bryan pelan.

Lian mendengus, ingin sekali dirinya menyumpal mulut pedas Bryan. Sahabatnya ini tak suka jika melihat dirinya senang.

"Kalau begitu, abaikan saja aku." Kata Lian.

.

.

Satu minggu berlalu, sejak Lian memutuskan untuk pulang ke Indonesia. Selama itu pula Azuna menunggu, pria itu bahkan tak pernah mengabari dirinya. Sama sekali tidak.

Bagaimana mungkin Azuna bisa percaya dengan kata-kata Lian saat begini? Lian seperti mempermainkan perasaannya.

Lima menit kemudian ponselnya berbunyi.

Lian Wu

Dengan cepat Azuna mengangkatnya. "H-halo." Sapa Azuna gugup.

Azuna bisa mendengar hela nafas frustasi disana. Membuatnya mengernyit bingung.

"Halo... Azuna maaf, aku tak bisa menjengukmu dalam waktu dekat ini. Aku masih ada pekerjaan." Ujar Lian dengan nada berat.

To the point, tipe Lian sekali.

"Ah.. tidak apa-apa." Balasnya lembut, ia tersenyum tipis. Rasa rindunya sedikit terobati ketika mendengar suara Lian.

"Saat ini aku dapat pasien, dan beberapa hari lalu juga aku sibuk untuk mencari donor mata."

Kening Azuna berkerut, bukannya Lian baru saja pulang? Kenapa pria itu langsung dapat pasien?

"Maksudmu... pasienmu buta?" Tanya Azuna hati-hati.

"Iya.. kau benar. Rencananya besok dia harus dioperasi. Aku janji, setelah dia selesai operasi juga operasi itu berjalan dengan lancar dan berhasil. Aku akan datang kesana."

Suara Lian semakin tampak frustasi. Azuna sedikit khawatir dengan kekasihnya itu. "Kau jaga kesehatanmu. Jangan sampai terlalu sibuk memikirkan pasien kau jadi lupa dengan dirimu sendiri."

Diseberang sana Lian tersenyum.

"Doakan saja semoga operasinya berhasil dan lancar. Agar aku bisa menjemputmu secepatnya. Oh ya. Jangan lupa, tulis laporanmu dengan benar." Ujar Lian lembut.

Azuna mengangguk, meski ia sadar Lian tak bisa melihatnya. "Aku akan berusaha. Dan... aku akan menunggumu."

"Baiklah.. selamat malam, aku akan menelponmu nanti."

"Ya, selamat malam." Balas Azuna lirih.

.

.

Hari itu pun tiba, tepat setelah Azuna mengumpulkan laporannya ke profesor dan menyelesaikan semua tugasnya.

Gadis itu melihat Lian datang menjemputnya. Di kampus.

Azuna yang tak perduli dengan suasana disana segera menubruk Lian dengan pelukannya.

"Akhirnya kau datang." Bisik Azuna penuh haru. Ia sangat merindukan Lian.

Lian membalas pelukan Azuna erat, ia juga meeindukan gadis itu. Sampai-sampai ia harus mempercepat pencarian donor mata untuk Sasya.

"I miss you.." bisik Lian tepat ditelinga Azuna.

Gadis itu tersenyum lembut.

"I miss you too honey." Balasnya.

Keduanya saling melempar senyum, melupakan dimana tempat mereka saling melepas rindu.

Bahkan siapa saja yang melewati mereka pasti berdecak kagum dan iri. Wajar saja, satunya pria tampan dan satunya lagi gadis cantik. Mereka tampak serasi.

"flashback off"

"Begitulah ceritanya...." Lian mengakhiri ceritanya. Wajah pria itu tak berhenti tersenyum.

***

Cinta itu tak memandang jarak, walaupun jauh. Pasti akan bertemu.

- Lian Wu

Walaupun menunggu selama apapun, setidaknya kita harus bersabar dan berusaha untuk mendapatkan apa yang kita mau. Karena di dunia ini tak ada yang instan.

- Azuna Lin