webnovel

Empat

Deno berjalan menyusuri jalanan kecil menuju rumahnya. Jalanan itu adalah jalanan dengan lampu yang redup, becek dan memang sedikit bau sampah. Deno terus melewatinya karena jalan itu adalah jalan terdekat untuk sampai ke rumahnya.

Di persimpangan jalan Deno berbelok untuk mengambil jalan utama. Samar samar ia melihat siluet seorang gadis kecil yang berjalan dengan seorang lelaki. Tak lama gadis itu berlari dan berteriak memanggil Deno.

Gadis kecil itu menggunakan baju setelan merah muda yang Deno belikan minggu lalu. Sedangkan lelaki yang menggandengnya menggunakan seragam karyawan salah satu restoran makanan siap saji dengan tag nama bertuliskan Fajar di dada kirinya.

"Abang Deno!" Deno menghentikan langkahnya dan berjongkok sambil membuka lebar lebar tangannya.

Gadis kecil itu menabrakkan tubuhnya pada Deno hingga Deno mengeluarkan suara rintihan.

"Pelan pelan Rara."

Deno melepaskan pelukannya pada Rara lalu berdiri dan mengambil tas yang berada di tangan lelaki itu.

Fajar tiba tiba saja memukul kepala Deno. "Mobil lu mana?"

"Ya di rumah lah, masa gua bawa bawa. Berat." Kini pantat Deno yang menjadi sasaran tendangan.

Deno membalas pukulan Fajar dan memukul perut Fajar.

Rara yang berjalan di depan membalikkan tubuhnya. "Ih ga boleh pukul pukulan."

Deno dan Fajar langsung diam lalu tersenyum pada Rara. "Engga kok, ini sayang sayang." Kini Fajar merangkul Deno.

Rara membalikkan tubuhnya dan kembali berjalan. Sedangkan Deno menghempaskan tangan Fajar lalu menendang tulang kering Fajar hingga Fajar meringis dan menghusap tulang keringnya yang terasa panas.

"Naik bus lagi?"

"Iya."

"Terus mobil sama motor di rumah buat apa? Pajangan doang?" Sindir Fajar.

"Iya."

Lagi dan lagi Fajar memukul Deno. "Kalau ditanya itu jawabnya yang niat."

"Lagi capek nyetir sendiri."

"Abang Fajar, Abang Deno. Kita makan malam apa?" Tanya Rara menghampiri keduanya.

"Rara mau apa?" Tanya Fajar tersenyum manis.

Rara menggembungkan pipinya tampak berpikir. "Rara mau makan mi."

"Oke."

"Terima kasih Abang."

"Terima kasih kembali Rara."

Fajar dan Deno terdiam sambil mendengar gumaman Rara yang sedang berkhayal sambil memainkan bonekanya.

"Rara tanya tentang ibunya lagi." Kata Fajar tiba tiba.

Deno melirik sebentar pada Rara memastikan bahwa gadis itu tidak mendengar apapun. "Terus lu jawab apa?"

"Ga gua jawab apa apa. Gua tawarin susu coklat." Fajar nampak sangat lelah. Bukan hanya fisik, namun juga mentalnya. Ia mengusap wajahnya kasar lalu membuang nafas dengan berat.

"Lu ga bisa menghindar terus."

"Kalau gua jelasin juga pasti Rara belum paham kalau ibunya lebih milih pergi sama laki laki lain daripada besarin dia."

"Dia sudah delapan tahun, harusnya udah mulai bisa paham." Fajar menghela nafasnya sambil menggeleng.

"Lu sendiri gimana? Acaranya lancar?" Deno mengangguk.

Deno menengok ke Fajar lalu tersenyum. "Bisa beli dua mobil lagi."

"Serius?!" Fajar kini memeluk Deno dengan brutal.

"Astaga! Sahabat gua keren banget. Orang tua lu pas bangga di surga."

Deno langsung tersenyum ketika mendengar hal itu. Ia menunggu Fajar melepaskan pelukannya masih sambil dengan senyuman manis. Fajar yang merasakan keanehan melepaskan pelukan lalu menatap Deno. Deno yang tersenyum tiba tiba saja menampilkan wajah horor pada Fajar.

"Gua besar di panti asuhan kalo lu lupa. Kabur di umur empat belas tahun dan ga pernah nemuin orang tua gua samp-"

Fajar langsung berlari ketika melihat amarah di wajah Deno. "Jangan lari lu woi! Fajar sini lu!" Deno menyusul Fajar yang sudah jauh di depan.

"Bang Fajar!! Jangan ditinggal! Rara takut!" Fajar membelokkan tubuhnya berlari kembali pada Rara lalu meminta ampun pada Deno yang masih mengejarnya.

"Ampun ampun, capek. Bercanda gua." Fajar sedikit tertawa sambil berlindung di belakang punggung kecil Rara.

"Di lain waktu lu ga akan lolos. Liat aja nanti."

"Udah! Berantem terus!"

"Engga Rara itu cuma bercanda."

Rara mengulurkan tangannya pada Fajar. "Rara capek! Gendong."

Deno mengambil tas Fajar untuk memperingan beban Fajar. Rara sudah mulai berat namun Fajar tetap tidak pernah menolak jika Rara minta digendong.

Deno mengambil susu di dalam tas Rara. Ia menyiapkan susu itu dan menyodorkan sedotannya pada Rara. Rara mengambil alih kotak susu dan dengan tenang meminum susunya sambil bersandar pada bahu Fajar melihat Deno yang berjalan di belakang Fajar. Deno mengelus lembut kepala Rara sambil merapikan rambut Rara yang sedikit berantakan.

"Kalau capek bilang, ga semua harus disimpan sendiri." Gumam Fajar.

"Hmmm." Balas Deno.

"Tau ga setiap liat muka lu rasanya gue pengen meluk lu sambil bilang kalo semuanya baik baik saja." Deno berhenti berjalan. Fajar yang masih melangkah berhenti saat menyadari Deno berhenti di belakangnya. Ia tiba tiba teringat kali pertama bertemu Deno di jalanan. Posisinya persis seperti itu. Fajar menggendong Rara sambil mengajak Deno ikut untuk makan di rumahnya.

"Kenapa diem? Ayo buruan pulang." Deno yang sadar segera mengejar Fajar dengan sedikit berlari.

"Ga ada yang menarik gitu hari ini?" Tanya Fajar.

Deno menggeleng "Ga ada."

"Hal aneh?" Fajar selalu bertanya setiap bertemu dengan Deno. Hal apapun yang bisa ia tanyakan. Karena Deno tidak pernah bercerita lebih dahulu padanya.

Deno berhenti sebentar mengingat ajakan menikah dari Jihan yang disampaikan lewat Zidan tadi sore.

"Diajak nikah?"

Fajar mengangguk masih sambil berjalan.

"DIAJAK NIKAH?!" Teriak Fajar saat menyadari penuturan Deno.

"Sama siapa? Kok bisa? Kapan? Di mana? Aahhh bentar satu satu. Oke."

Fajar menarik napasnya. "Sama siapa?"

"Jihan."

"Kenal di mana?"

"Pantai Anyer."

"Kapan?"

"Minggu lalu."

"Umurnya berapa?"

"Ga tau."

"Kerjaannya apa?"

"Ga tau."

"Berapa kali ketemu?"

"Dua."

"Di mana aja?"

"Anyer, galeri."

"Terus kok bisa?!"

"Berisik! Ga usah banyak tanya." Deno

Fajar kini berbisik. "Kok bisa?"

"Ga tau, emang gila kali tuh cewek."

Ketiganya berjalan menuju rumah Deno di perumahan ujung persimpangan jalan. Fajar masih setia menanyakan pertanyaan pertanyaan sambil mengoceh tentang pekerjaannya. Rara sudah terlelap di gendongan Fajar sedangkan Deno hanya setia berjalan di samping Fajar mendengar setiap kata yang keluar dari mulut temannya itu.

***

Sama seperti pagi di lain harinya. Fajar telat bangun pagi dan terburu buru menyiapkan keperluannya serta keperluan sekolah Rara. Deno sibuk di dapur menyiapkan bekal untuk keduanya.

"Tolong anterin Rara ke sekolah ya. Besok gua beliin gado gado mbak mun. Makasi." Fajar dengan buru buru keluar dari rumah sambil menenteng sepatunya. Sedangkan Deno memasukkan kotak makan ke tas Rara yang sudah ada di punggung gadis itu.

"Siap?" Rara tersenyum sambil mengulurkan tangannya minta untuk digandeng.

Saat keluar dari pintu Deno melihat punggung Fajar yang diam. "Ga pergi?"

"Ada yang nyari lu."

Fajar berbalik menatap Deno.

"Namanya Jihan."