webnovel

MELANTHA

Kata Melantha diambil dari bahasa Yunani yang memiliki arti Bunga Mawar Hitam. Sedangkan, Mawar Hitam sendiri memiliki artian depresi, kehilangan, dan kematian. Melantha masuk dalam nama seorang anak perempuan yang kelahirannya tidak pernah diinginkan dari dua insan. Membawa nama yang memiliki arti yang sangat berat itu membuat hidupnya sesuai dengan nama yang dimilikinya. Sejak kecil tak ada kenangan manis apapun, hanya sekali saat seseorang menjadi temannya. Namun tiba-tiba saja dia menghilang dan belasan tahun kemudian dia datang kembali dengan wajah yang sama tetapi sosok yang berbeda. Pertemuan antara dua orang yang saling menguatkan satu sama lain, mencari sebuah arti kebebasan menurut pandangan masing-masing.

Pyanum_ · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
49 Chs

RUMAH JB

"AAARGHHH!!!"

Jujur, Jayco saat ini sangat kaget tak karuan. Jantungnya terasa akan keluar saat itu juga. Dia baru saja selesai mandi dan dia tinggal sendirian di apartemen. Tapi, Greysia. Gadis itu. Sungguh gila.

"Shit..." umpat Jayco pelan.

Greysia, dia selonjoran di kasurnya sembari memakan sebungkus jeli yang ia tahu itu miliknya yang dia simpan di lemari pendingin. Gadis itu menatapnya lempeng seakan tak merasa bersalah sama sekali. Tangan dan mulutnya sibuk memasukkan dan mengunyah jeli tak perduli dengan dirinya yang telanjang dada dan hanya mengenakan handuk putih melilit pinggangnya.

"Waw boleh juga" seru Greysia menggoda temannya itu.

"Gila! Ngapain sih? Ini kamar cowok loh asal masuk aja. Lagian kamu juga seenaknya keluar masuk udah kaya rumah sendiri aja" kesal Jayco.

"Salah sendiri pasword ultah gue. Suka ya? " balas Greysia.

Tentu saja Jayco speechless dengan perkataan orang itu, "Hah... Sinting"

"Sana keluar, aku ganti baju dulu. Tunggu di sofa sambil nonton tv aja" usirnya.

"Tck, males. Ambil baju aja ganti dikamar mandi ribet banget" tolak gadis itu.

Laki-laki itu tak bisa berkata-kata. Kakinya melangkah mendekati lemari dan mengambil sepasang baju seadanya. Setelah itu dia kembali lagi ke kamar mandi lalu keluar dengan pakaian yang telah ia kenakan. Jayco bercermin, mengaplikasikan beberapa skincare setidaknya menjaga kulitnya agar tetap sehat.

Tak lupa menyemprotkan parfume kesukaannya membuat seseorang yang kenal baik dengan dia bisa langsung mengenali hanya melalui bau badannya. Dia berjalan mendekati kasur, membaringkan badannya di samping Greysia membiarkan rambutnya yang sedikit basah mengenai sarung bantal miliknya.

Dia membuka ponsel barangkali ada sebuah notifikasi yang membuatnya berdebar. Misalnya mendapatkan hadiah uang, atau hasil nomor lotre minggu ini, atau juga salah satu orang tuanya tiba-tiba memberikan hadiah. Namun harapannya terlalu tinggi.

"Jacob... Impian lo apa?" tanya Greysia.

"Tiba-tiba? Kenapa emang?" balas Jayco.

"Jawab aja"

"Impian ya? Pengen... suatu saat nanti seseorang yang berdiri di hadapanku tahu siapa aku"

"Apaan sih?"

"Gitu deh intinya. Kenapa tiba-tiba tanya impian?"

"Galau. Nyokap masih aja nentang gue buat enggak terjun ke dunia seni. Padahal passion gue disana, terlebih gambar. Kadang apa yang gue rasain bisa gue keluarin disana, ibaratnya ya gue cewek dan gambar itu cowok, kita lagi pacaran tapi nyokap gue strict parent yang gak ngebolehin anaknya pacaran dan lain-lain, cuma disuruh belajar, belajar dan belajar. Kek backstreet gitu"

"Perumpamaannya berat banget ya"

"Gue pengen aja, nyokap tuh ngerestuin gue ngejalanin hobby gue. Tahu kok kalo nyokap gak suka, tapi seenggaknya kasih alasan yang pasti aja gitu kenapa sampe segininya ngelarang anaknya buat enggak berkecimpungan di dunia berbau seni"

Jayco mendekatkan diri ke Greysia, menjadikan kaki gadis itu sebagai pengganti bantal untuknya.

"Setiap orang tua punya alasan sendiri. Anak, cuma bisa nurut dan gak nuntut apa-apa. Meski terkadang pilihan mereka bisa nyakitin perasaan anaknya, tapi mau gimana lagi yakan? Gak ada salahnya mereka minta anaknya untuk belajar dan dapat prestasi dari belajarnya"

"Mungkin ya harus mengenyampingkan hobby atau kesukaan. Dan tugas utama anak saat hal itu terjadi, cuma meyakinkan. Berusaha yakinin orang tua kalau apa yang kita sukai juga bisa memberikan dampak lebih bagi hidup kita kedepannya. Mungkin kalau mereka luluh dan memberi kesempatan, mungkin lagi malah mereka yang menjadi pendukung nomor satu"

"Rambut lo masih basah besty"

"Chill aja, Grey. Kalau kemaren gak ada kesempatan, hari ini gak ada kesempatan, besok gak ada kesempatan, lusa juga gak ada kesempatan, masih banyak hari-hari lainnya yang dimana salah satu dari mereka memberi satu kesempatan buat kamu nunjukin ke bunda kamu kalau dunia seni itu gak seburuk yang beliau kira"

"Intinya sih belum rejeki kamu aja" imbuhnya.

"Terus kalo lo jadi gue, lonya bakal gimana?"

"Enggak gimana-gimana sih. Paling bakal main atau tidur atau nge-date with my computer"

Greysia berdecak, gadis itu menyingkirkan kepala Jayco kembali ke tempatnya semula. Dia meletakkan bungkus jelinya ke meja nakas yang berada tepat di samping kasur. Dia membaringkan badannya di kasur yang empuk itu membelakangi Jayco yang berbaring disebelahnya.

"Capek, bangunin nanti sebelum jam delapan malam. Nyokap di rumah nanti kena semprot kalau pulang kemaleman" ujarnya sembari mencari posisi tidur yang nyaman.

Jayco menatap kepala belakang gadis itu, kelopak matanya menjadi redup menatap sendu Greysia. Tanpa alasan ia juga merasa apa yang gadis ini rasakan. Meski dia bukan Greysia, setidaknya ada setengah energi yang sama tersalurkan pada dirinya sekarang.

Tangannya terangkat niat hati ingin mengelus puncak kepala Greysia barang kali hal itu bisa memberikan sedikit rasa semangat yang ia punya untuk gadis itu. Namun, Greysia tetaplah Greysia. Sosok yang tak ingin seseorang melewati batas yang telah ia beri.

"Lo gerak seinci lagi jangan harap masih bisa lihat dunia besok" ancamnya meski dengan mata setia terpejam.

Ketahuan. Laki-laki itu menarik kembali tangannya. Dia turun dari kasur, tempat yang seharusnya itu miliknya namun kali ini dikuasai oleh Greysia. Dia berjalan ke sisi samping, menarikkan selimut hingga pinggang gadis itu. Membiarkan Greysia terlelap sebentar.

Hal yang akan ia lakukan sekarang, dia akan menyelesaikan terlebih dahulu tugas-tugas yang belum terselesaikan dengan deadline besok selama satu jam setengah. Jadi akan selesai sekitar setengah 6 sore, barulah setelah itu ia menyiapkan makan malam untuknya juga Greysia. Harus kerja ekstra.

Sembari menyelesaikan essay-essay yang ada ditemani oleh sang mentari senja. Kebetulan jendela apartemennya menghadap barat membuat dia tak pernah absen untuk mengagumi keindahannya. Warna jingga juga biru dan beberapa seperti tercampur antara dua warna itu, merupakan perpaduan yang menawan sempurna.

Ternyata pekerjaannya rampung lebih cepat dari yang ia perkiraan. Setelah beberes merapihkan buku-bukunya kembali, ia akan melanjutkan ke kegiatan selanjutnya yaitu memasak. Sebenarnya ia tak terlalu pandai dalam bidang itu, dia hanya bisa basic saja.

Tapi, dia juga bisa dengan bantuan resep. Meski jauh dengan rasa di restoran bintang lima namun cukup enak lah jika disembahkan untuk orang lain. Menurutnya saja sih. Hanya pendapatnya.

Kali ini ia akan memasak carbonara. Dia pernah beberapa kali membuat makanan itu dan hasilnya tidak mengecewakan, malah dulu saat masih di Kanada teman-temannya ketagihan dengan masakannya yang ini.

Jayco mengambil bahan-bahan yang di perlukan, mulai dari spaghetti, susu cair, butter, bawang putih, bawang bombay, beef, telur, keju, oregano, maizena, garam dan juga lada bubuk. Setelahnya tak lupa dengan alat-alat yang di perlukan juga tak kalah ketinggalan. Mencuci tangan sebelum mulai memasak.

Pertama, ia merebus lebih dahulu air dalam panci. Kemudian mencincang dua jenis bawang-bawangan lalu menumisnya hingga harum bersama dengan butter. Selanjutnya memasukkan irisan smoke beef dan mengaduknya hingga rata.

Saat air telah mendidih, dia dengan hati-hati memasukkan mie kedalam panci. Tangan kirinya mengambil segelas susu sebanyak 200 ml dan menuangkan setengahnya. Di masukkannya keju, lada, oregano, dan garam. Diaduk rata tak lupa mencicip rasa terlebih dahulu.

Kemudian, dia menuangkan larutan tepung maizena dan membiarkan begitu saja dengan api yang sedikit ia kecilkan. Jayco meniriskan mienya, saat sudah dirasa tak ada air yang terlalu menetes diapun mencampurkan mie itu kedalam teflon.

Langkah terakhir, dia mencampurkan kocolan telur dengan susu yang ia sisihkan tadi kemudian dituangkannya kedalam pasta. Membiarkan begitu saja hingga kuah mengental dengan api kecil. Sekali lagi ia mencicip carbonara buatannya, memastikan jika makanan ini layak untuk di sajikan kepada Greysia.

Greysia datang dengan rambut yang kusut, matanya masih setengah terbuka bahkan dia masih sempat mengucek-ucek sembari berjalan ke meja dapur. Dia menguap juga mengendus bau masakan yang tak sengaja terhirup oleh indera penciumannya.

"JB, ngapain?" tanya gadis itu dengan suara sedikit serak khas bangun tidur. (Baca ; JiBi)

"Oh udah bangun? Lagi masak buat makan malam, tunggu ya" jawab Jayco.

"Masak?"

"Hm, special for you" kemudian laki-laki itu datang dengan dua piring di kedua tangannya.

Salah satu dari dua itu ia hadapkan di hadapan Greysia yang sudah menatap dengan penuh rasa lapar. Sedangkan Jayco masih mengambil minuman dan juga garpu dan sendok untuk makan.

"Thank you" seru Greysia menerima sendok dari Jayco.

Sebelum menyantap makanan, mereka berdoa masing-masing kemudian mulai mencicip carbonara buatan Jayco. Gadis itu nampak terkejut dan berseru kesenengan, makanan ini benar-benar enak. Tak sangka jika Jayco yang membuat ini semua.

"Waaahhh JB~ Gila sih ini mantep" serunya membuat Jayco tertawa.

"Buka cafe aja nanti lo jadi kepala koki dan gue managernya hehe" imbuhnya.

"Hm boleh juga... Mau coba?"

"Boleh"

Kemudian mereka tertawa bersama saking gelinya.

"Habisin ya, nanti aku antar pulangnya"

"Dengan senang hati" jawabnya dengan senyum yang tak luntur dari wajahnya.