webnovel

MELANTHA

Kata Melantha diambil dari bahasa Yunani yang memiliki arti Bunga Mawar Hitam. Sedangkan, Mawar Hitam sendiri memiliki artian depresi, kehilangan, dan kematian. Melantha masuk dalam nama seorang anak perempuan yang kelahirannya tidak pernah diinginkan dari dua insan. Membawa nama yang memiliki arti yang sangat berat itu membuat hidupnya sesuai dengan nama yang dimilikinya. Sejak kecil tak ada kenangan manis apapun, hanya sekali saat seseorang menjadi temannya. Namun tiba-tiba saja dia menghilang dan belasan tahun kemudian dia datang kembali dengan wajah yang sama tetapi sosok yang berbeda. Pertemuan antara dua orang yang saling menguatkan satu sama lain, mencari sebuah arti kebebasan menurut pandangan masing-masing.

Pyanum_ · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
49 Chs

JOGGING MALAM

Desember, 2016

"Siapa disana?!"

Suara yang terdengar berat dengan sosok pria tinggi berseragam berdiri beberapa meter di belakang Greysia sembari mengarahkan sinar lampu senter tepat di muka gadis muda yang sedang memegang kaleng pilox setelah mencoret-coret dinding belakang gudang sebuah pabrik kertas.

Dia mengumpat melemparkan kaleng pilox itu ke sembarang arah. Kakinya langsung reflek mengambil langkah secepat mungkin memgerahkan semua tenaga yang ia miliki. Setidaknya ia harus lari dan bersembunyi dari kejaran seorang satpam yang mengejarnya.

Tak ada kata malam yang sepi di kota-kota besar. Meski kedua jarum jam tepat menunjukkan ke atas pun tak ada yang menghiraukan. Sebagian orang awam masih sibuk bercengkrama dengan teman-teman mereka apalagi anak muda. Meski hari itu belum bisa di kata tengah malam namun suasana sekitar terlihat sedikit sepi tak seperti biasanya.

Memang alam tak pernah membantunya sama sekali. Dia berhenti di sebuah pertigaan, kepalanya sibuk menolah-noleh sebelum mengambil jalur kiri entah kemana. Keringat mulai membasahi wajahnya cocok dengan napasnya yang kian menyurut apalagi satpam tadi masih belum menyerah untuk mengejarnya.

"Ayo pikir... pikir Grey bego" ujarnya.

Dia melewati segerombolan anak muda seusianya yang sedang menongkrong di sebuah cafe. Ide cemerlang keluar dari otaknya, tak mau merelakan diri untuk di tangkap yang mungkin saja akan berakhir di sebuah jeruji besi. Ia pun mengambil langkah untuk bergabung ke gerombolan itu.

Kedatangannya yang tak di duga-duga dan mendadak membuat orang-orang itu kaget dan bertanya-tanya. Lima laki-laki disana kebingungan saat seorang gadis tak di kenal ikut duduk di kursi kosong meja mereka dengan terengah-engah.

"Apa nih?"

"Weh ada apa nih ada apa?"

"Kenapa, mbak?"

Greysia menyuruh mereka untuk diam dan berhenti bertanya. Sekali lagi ia menoleh ke belakang disana ada satpam yang tadi mengejarnya. Raut wajah kesal pun terlihat dari muka gadis itu dan lagi-lagi ia mengumpati dirinya sendiri untuk kesekian kalinya.

"Mas ketawa dong... Bantuin saya... Cepetan ketawa" suruh gadis itu membuat para laki-laki disana tertawa canggung.

Namun tidak dengan Greysia. Melihat ekspresi mereka satu persatu yang kebingungan membuat tawanya meledak. Bukannya mau meledek namun sungguh raut muka mereka itu lucu-lucu lugu. Jadi bagaimana bisa ia tidak tertawa sengakak ini.

"Udah udah..." ucapnya lagi dan menoleh kembali ke belakang.

Barulah ia bisa bernapas lega. Orang yang mengejarnya sudah tak ada lagi dan sepertinya ia aman jika pulang sekarang. Menyadari keadaan, ia pun tersenyum canggung. Dia berdiri dan membungkukkan badannya beberapa kali meminta maaf namun mereka menghentikannya mengatakan tak apa-apa.

"Udah mbak gapapa duduk aja santai"

"Sekali lagi maaf mas mas sekalian"

"Kalem aja, mbak"

"Ngomong-ngomong tadi kenapa kok lari-larian sama satpam?"

"Itu kek lagi syuting india gak sih?"

"Bikin mural jadi gitu deh" jawab Greysia.

Mereka bersorak serentak, "Pantes".

Greysia mengangguk, "Sekali lagi maaf banget ya mas dan terima kasih udah di bantu"

"Gapapa, mbak, kalem"

"Kalau gitu saya balik dulu ya, gak enak soalnya udah malem juga" ucap Greysia undur diri.

"Rumahnya dimana mbak biar di anterin temen saya aja udah malem gak baik buat cewek" tawar salah satu dari mereka.

"Eh nggak usah mas... Saya ada jemputan kok, udah ngerepotin tadi gak enak kalo nambah lagi"

"Beneran mbak? Di telpon aja dulu nunggu disini"

"Gitu ya? Gak usah deh... Saya kedepan aja, makasih, mas" pamitnya.

Kemudian gadis itu pergi meninggalkan segerombolan pemuda tadi. Sembari tetap celingukan dia memanggil seseorang melalui via telepon, sesekali mencibir kesal karena tak ada jawaban dari sambungan yang ia hubungi. Sekali, dua kali, dan seterusnya ia terus mengecap kecewa tanpa henti begitupula ia tak menyerah mengulangi aktivitasnya sekarang. Kakinya bahkan tak bisa diam terus bergetar saking kesalnya hingga menit kesekian panggilannya terjawab.

"Ya sinting lama banget woi gila ya lu!" semburnya pada detik awal.

"Lagi di kamar mandi astaga" jawab seseorang dari seberang sana.

"Cobe Cobe... Lagi apa ganteng?" (Baca ; Kobi)

"Kenapa nih, pasti ada maunya"

"Hehehe, free gak? Jemput dong kak lagi gak bawa dompet nih ketinggalan di rumah kayaknya"

"Malem-malem gini? Dimana? Masih aja keluar hampir tengah malam loh ini, kamu itu cewek jadi cantik dikit kek habis magrib duduk aja di rumah leyeh-leyeh bukan kelayapan"

"Kenapa jadi ngomelin gue? Kalo gak mau yaudah woi bye gue bisa jalan kaki"

"Bukan gitu, Greysia... Yaudah dimana sekarang?"

"Di mana ya kagak tau, gua sharelock deh. Ntar kalo sampe sini bilang aja disebelah mana biar gua samper. Ini gue kek pernah kesini tapi lupa dimananya, jalanannya familiar"

"Yaudah tunggu disitu, cepet kirim lokasi kamu, aku berangkat sekarang"

"Terima kasih ganteng" lalu panggilan terputus dan dia hanya harus menunggu laki-laki itu datang.

Sedikit membuang kebosanan, ia berjalan-jalan sedikit berkeliling melihat toko-toko atau sesuatu yang terjual di tempat sekitar. Berbagai jajanan kaki lima masih berjejer rapih meskipun sudah hampir mencapai tengah malam. Tidak seramai itu namun masih bisa di bilang ada, beberapa dari itu adalah penjual bakaran.

Netranya sibuk mencuri-curi pandang pada jajanan disana, kanan, kiri, depan, belakang, sepertinya ia harus membeli salah satu dari mereka. Dia mulai berpikir sembari berjalan, tangannya merogoh dompet tipis yang ada di sakunya lalu mengeluarkan selembar uang yang ada.

Tunggu, sepertinya ia telah berbohong atas suatu hal.

Tapi apa?

Langkahnya berhenti di sebuah penjual jagung bakar. Gadis itu menyapa dengan senyum ramah tak lupa berjongkok bertanya harga satu jagung bakar yang penjual itu beli. Dia mengangguk kemudian meminta untuk membakar satu jagung untuknya.

Dia masih setia menyaksikan percikan api yang berterbangan di udara saat angin kipas bambu membakar arang panas merah menyala itu. Rasa hangat yang berasal dari sana membuatnya nyaman dan berpikiran mungkin asik jika sesekali melakukan camping.

Setelah beberapa saat kemudian jagung bakarnya pun jadi, tak lupa ia berterima kasih kepada sang penjual. Sembari meniupi ia berjongkok di depan toko yang telah tutup ditemani seonggok jagung bakar hangat yang tengah ia kunyah.

Ponselnya bergetar sebuah nama Cobe tertera di layar datar ponsel miliknya. Laki-laki itu sudah dekat, menanyakan keberadaannya dan posisinya. Dia menjelaskan jika ia sudah terlihat layaknya orang hilang yang nongkrong di depan toko tutup sembari memakan jagung bakar yang terlihat seperti orang tak mampu membeli makanan yang lebih mahal yang mengenyangkan.

Harusnya sih sudah detail. Itu menurutku Greysia saja. Namun Jayco terus menanyakan lebih signifikan tentang rupa gadis itu, pakaian yang ia kenakan seperti warna, jenis, bahan, dan lain-lain. Setelah menjelaskan sesuai dengan permintaan laki-laki itu alih-alih mendapatkan jawaban tunggu atau oke tapi dengan tanpa dosanya dia membalas 'beneran kaya orang gila 5555.'

"Sinting" umpatnya pelan.

Mengkesal memang, dia menyipit menggigit dengan ganas jagungnya. Apalagi saat Jayco mengirim sebuah foto dirinya sedang berjongkok sembari memegang jagung dan ponsel. Dia mendongak melihat arah sudut pandang dari asal foto itu dan tak jauh di seberang sana Jayco melambai sembari tertawa.

Ibu jarinya menekan voicenote tanpa mengalihkan pandangannya pada laki-laki disana. Dia mengucapkan kata umpatan yang kemudian ia kirimkan ke temannya yang sedang tertawa ngakak di pinggir jalan. Namun kemudian laki-laki itu menyimpan ponselnya dan mengendarai motornya mendekat.

"Mau mati ya?!!" kesalnya begitu Jayco berhenti di depannya pas.

Jayco tertawa sebentar lalu tersenyum sejenak, "Dapat jagung dari mana? Katanya gak ada uang"

"Emang gue bilang gitu ya? Lupa deh" elak gadis itu.

"Ye dasar" cibirnya balik.

Greysia mengigit jagungnya, tangannya yang tadi sempat ia gunakan untuk memegang jagung ia lap ke celana yang ia kenakan kemudian memenangkan pundak Jayco dan naik keatas motor laki-laki itu. Sebenarnya ia sudah berkali-kali mengeluh atas motor yang temannya punya sekarang. Merepotkan, terlalu tinggi, ribet, dan pegal.

"Gue mau nyuruh lo ganti tapi lo... ah sudahlah lain kali pinjem motor matic orang aja deh kalo sama gue" kata Greysia.

"Ada di rumah punya mama tapi nanti gak asik kalo gak ada omelan dari kamu" balas Jayco.

"Sarap" semburnya namun lagi-lagi Jayco hanya terkekeh tak jelas.

"Pegangan gak? Nanti jatoh loh" ujar laki-laki itu.

"Safety atau modus nih?" kata Greysia.

"Keselamatan nomor satu cantik" ucapnya lembut membuat gadis itu langsung melingkarkan tangannya di pinggang laki-laki itu.

"Bukan gue yang mau ya, inget" kata Greysia sebelum motor itu mulai melaju.

"Tau kok" sahut Jayco dari balik helmnya dengan suara yang sedikit meninggi agar dapat di dengar oleh gadis yang sedang ia bonceng sekarang ini.