webnovel

MELANTHA

Kata Melantha diambil dari bahasa Yunani yang memiliki arti Bunga Mawar Hitam. Sedangkan, Mawar Hitam sendiri memiliki artian depresi, kehilangan, dan kematian. Melantha masuk dalam nama seorang anak perempuan yang kelahirannya tidak pernah diinginkan dari dua insan. Membawa nama yang memiliki arti yang sangat berat itu membuat hidupnya sesuai dengan nama yang dimilikinya. Sejak kecil tak ada kenangan manis apapun, hanya sekali saat seseorang menjadi temannya. Namun tiba-tiba saja dia menghilang dan belasan tahun kemudian dia datang kembali dengan wajah yang sama tetapi sosok yang berbeda. Pertemuan antara dua orang yang saling menguatkan satu sama lain, mencari sebuah arti kebebasan menurut pandangan masing-masing.

Pyanum_ · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
49 Chs

HARAPAN

Greysia menjadi remaja yang pendiam, selama di kelas barunya yang ia lakukan sekedar tidur atau hanya berdiam diri si sana. Dia juga tak jarang bolos sekolah meski sering mendapatkan surat peringatan tapi gadis itu tidak pernah kapok sama sekali.

Dia masuk ke salah satu SMK bergengsi yang ada di daerah itu. Sebenarnya dia kesana karena paksaan tantenya. Neneknya tak sanggup lagi membiayai sekolah Greysia karena usia beliau yang sudah sangat lanjut. Tante Vira berkata akan melanjutkan pendidikannya dengan satu alasan harus masuk ke SMK pilihan tante tanpa penolakan.

Greysia tak bisa menolak meski sekolahnya barunya bukan atas keinginannya sendiri. Di hari MOS pertama, dia bahkan datang terlambat. Dia harus di hukum membersihkan sampah dan kembali dengan wajah datar.

Di hari selanjutnya, ia tak pernah membawa perlengkapan MOS. Sepatunya terpaksa di pilox hitam oleh anggota OSIS karena berwarna putih. Entah mengapa, ia seperti sasaran para kakak OSIS meskipun ia hanya diam tak melakukan apapun.

Hari terakhir MOS, mereka di suruh untuk membuat puisi kepada orang tua dan kakak OSIS favorit mereka. Greysia tak bisa menbuat puisi untuk orang tuanya, dia tak punya kenangan manis satupun entah dengan ibu atau ayahnya.

Gadis itu mengganti gaya tulisannya saat menulis puisi kepada kakak OSIS. Surat mereka di baca satu persatu, banyak yang menyatakan sangat menyenangkan dengan bimbingan OSIS dan Greysia hanya berdecak pelan. Apa yang menyenangkan, seperti di neraka iya. Itu yang ia pikirkan.

Saat puisinya di baca, gadis itu menatap lurus kedepan dengan ekspresi yang tidak bisa di baca. Matanya menatap mereka yang mengenakan almamater hitam abu di depan.

Menyenangkan..

Hingga membuatku tersenyum setiap saat,

Menyenangkan..

Hingga senyumku tak bisa aku tahan,

Menyenangkan..

Hingga aku lupa cara berhenti,

Berhenti tersenyum melihat tingkah kalian.

Seperti badut penghibur di luar sana.

Ah, maaf ini hanya gurauan semata,

Sama seperti yang kalian lakukan.

Kurang lebih seperti itu isi puisi yang di buat Greysia. Para OSIS mencari siapa yang menulis tapi tidak ada yang mengaku sama sekali. Greysia pamit ke kamar mandi, padahal dia hanya ingin bolos dari kelas menjijikkan itu.

Seminggu yang lalu, nenek di bawa putrinya yang ada di Surabaya. Putrinya ingin merawat ibunya di sana. Alhasil, tinggallah Greysia sendirian di rumah itu. Rumah yang tadinya sudah sepi, semakin sepi sekarang. Gadis itu semakin tak punya alasan untuk tinggal atau lebih tepatnya untuk hidup.

Greysia masih mengenakan seragam kemeja putih dan rok hitam bergaris satu. Gadis itu baru saja pulang dari sekolah sore itu. Dia memasuki rumah dan mendapati ibu sambungnya sudah duduk di sofa menatap dirinya yang berjalan melewati beliau begitu saja.

"Mau kemana kamu?! Sini!" ujar ibu nya itu.

Greysia mengehela nafasnya, dia berbalik arah dan menghampiri ibunya. Ibunya itu berdiri, lalu tamparan keras mendarat di pipi putih gadis itu hingga membuatnya menoleh ke samping saking kencangnya.

"Gak tahu malu! Apa-apaan kamu mau saja di sekolahkan sama Vira?!! Kamu mau mencoreng nama baik saya iya?!!" bentak ibunya keras kepada Greysia.

"Terus salah kalo aku di sekolahkan oleh Tante Vira?" ucap gadis itu memberi perlawanan.

"Oh udah berani ngebantah sekarang!! Udah untung kamu saya angkat jadi anak, bukannya terima kasih malah gak tahu sopan santun. Sadar diri dong kamu, ibu kamu aja buang kamu. Harusnya kamu udah di sekolahin sampai SMP ya udah gak usah lanjut. Kamu pikir bayar uang sekolah kamu itu murah?!! Bener-bener gak tahu di untung!! Nyesel saya angkat kamu jadi anak kalo kelakuan kamu berandalan kayak gini"

"Fine, aku juga gak mau punya ibu kayak tante! Tante bahkan gak pernah kasih uang sepeserpun ke aku. Tante gak ngurusin aku dari kecil. Sekarang aku gak dianggap anak sama tante juga gapapa, toh aku emang bukan anak kandung tante"

"Kamu itu anak kecil, dijaga omongan kamu sama yang lebih tua. Sama aja kayak ibunya, sama-sama pelacur. Gak jauh beda masa depan kamu sama ibu kamu. Nanti juga kamu lari sama pacar kamu terus hamil di luar nikah. Liat aja nanti siapa yang ngemis-ngemis kalo kesusahan"

"Tante brengsek ya, nyumpahi yang gak semestinya keluar dari mulut seorang ibu. Gimana perasaan suami dan anak tante kalo tau kelakuan tante yang busuk kayak gini"

Ibunya itu mengambil guci kecil yang ada di meja nakas lalu melemparkan kearah Greysia dan mengenai tepat di keningnya. Keningnya berdarah dan guci itu pecah di lantai. Greysia memegang keningnya yang berdarah dan menatap marah kearah ibu tirinya itu.

"Berani kamu lihat saya dengan pandangan rendahan seperti itu!" ucap ibu itu yang kemudian menampar lagi pipi Greysia untuk kedua kalinya.

Tangan gadis itu mengepal, kuku-kuku jarinya sudah memutih. Rahangnya mengeras menahan amarah yang ada pada dalam dirinya. Gadis itu berteriak sangat kencang lalu mendorong meja nakas yang ada di samping ibunya itu hingga terjatuh bersama barang-barang yang ada di sana.

"Sekarang tante pergi!! PERGI DARI SINI!" usirnya pada ibu tirinya itu.

Tak hanya itu, gadis itu juga menyeret keluar ibunya dengan amat paksaan. Dia menutup kencang pintu rumah dan menguncinya rapat-rapat. Amukannya meluap, segala pernak-pernik furniture yang ada di ruang tamu ia hancurkan sepersekian detik.

Seperti inikah Tuhan mempermainkan hidupnya?

Sebenci itukah Tuhan dengan dirinya?

Gadis itu menangis sekencang-kencangnya meluapkan kesedihan yang selama ini ia pendam. Ia benar-benar capek ia ingin berhenti, ia ingin hidupnya berakhir. Greysia tak punya harapan lagi untuk hidupnya, semua orang meninggalkannya sendirian. Semua orang tak suka akan kehadiran dirinya di dunia ini.

Saat matanya menangkap serpihan guci tadi, instingnya menyuruhnya untuk mengambil pecahan yang paling tajam. Sekarang dia telah menggenggamnya, lalu tanpa pikir panjang gadis itu menggoreskannya ke pergelangan tangannya.

Darah keluar dari sana cukup banyak dan cukup membuat sang empu merasakan pusing di kepalanya. Beberapa kali ia memejamkan matanya berusaha menghilang rasa pusing. Kesadarannya akan segera menghilang sebelum seseorang mengetuk pintu rumahnya membuat gadis itu harus mempertahankan kesadarannya sebentar.

Greysia berjalan mendekati pintu lalu membuka pintu tersebut. Pandangannya yang buram seketika tubuhnya oleng dan terjatuh lalu seseorang menangkapnya setelahnya ia telah pingsan.

Orang itu agak terkejut. Dia panik saat melihat darah yang ada di kening dan pergelangan tangan gadis yang ada di pelukannya itu. Dengan segera dia membopong tubuh itu masuk kedalam mobil yang terparkir di depan rumah itu.

"Loh kenapa?" tanya seorang wanita pada putranya yang membawa seorang gadis seusianya masuk kedalam mobil dengan keadaan pingsan.

"Gatau ma. Kita kerumah sakit sekarang" ucapnya dengan sangat panik.

"Ya kita harus cepat bawa dia ke rumah sakit" ujar papanya dan langsung menancap gas menuju rumah sakit terdekat.

Tak lama kemudian mereka sampai di rumah sakit terdekat. Gadis tadi juga langsung di tangani oleh pihak rumah sakit. Remaja laki-laki yang membawanya tadi menunggu di bangku lorong rumah sakit bersama kedua orang tuanya.

"Dia gak akan kenapa-kenapa kan?" tanya ibu dari remaja tadi.

Suaminya memeluk istrinya dan mengelus bahu wanita itu, "Dia tidak bakal kenapa-kenapa oke. Kita berdoa saja" ucapnya berusaha menenangkan.

"Aku khawatir" ucap wanita itu.

Sedangkan putranya sedari tadi terus mondar-mandir di depan pintu. Dia terus mengintip kedalam sana. Kemudian dokter keluar, sepasang suami istri yang tadi duduk langsung berdiri mendekat ke dokter yang menangani di dalam. Beliau membuka masker hijau yang ia pakai.

"Ada wali dari pasien?" tanya dokter itu.

Mereka kompak menggeleng karena memang mereka bukan keluarga dari gadis itu, "Jadi bagaimana keadaannya dok?" tanya pria berwajah bule itu.

"Sepertinya pasien hendak melakukan percobaan bunuh diri. Luka di pergelangan tangannya hampir saja akan mengenai urat nadinya dan itu sangat berisiko. Luka di keningnya juga tepat mengenai pembulu darah, alhasil membuat darahnya terus keluar. Kami menjahit luka itu, tiga di kening dan sepuluh di pergelangan tangan" ucap dokter itu menjelaskan keadaan gadis tadi.

"Tapi dia gak kenapa-kenapa kan dok?" tanya remaja laki-laki.

"Syukur pasien baik-baik saja. Saya berterima kasih kepada kalian yang langsung membawa pasien ke sini" ucap dokter itu, "Pasien akan di pindahkan ke ruang rawat inap. Saya undur diri dulu" kata dokter tadi sebelum pergi meninggalkan keluarga tersebut.

"Mari pak buk ikut saya untuk mengurus segala administrasinya" ujar seorang suster mengarahkan kedua pasutri itu ke resepsionis yang ada di depan.

Remaja tadi memilih menetap di ruang inap gadis itu, kedua orang tuanya pergi menemui orang yang sudah ada janji dengan mereka. Jayco menggenggam tangan kanan gadis itu. Menggenggam erat menyalurkan kehangatan kepada perempuan yang masih setia memejamkan matanya. Dia meneliti setiap inci wajah gadis tersebut, kulitnya yang bersih dan putih tak lupa dengan bulu mata yang sangat lentik juga bibir yang berwarna merah muda.

Suster telah memberitahu siapa nama gadis cantik yang sedang ia tunggu sekarang. Melantha Greysia Punjabi yang di ketahui dari name tag yang ada di seragamnya. Setelah sekian lama tak berjumpa, mereka harus dipertemukan dengan keadaan yang tak ia harapkan.

Gadis itu terlihat sangat hancur, ia terus bertanya-tanya apa yang terjadi dengannya hingga membuatnya nekat untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Jayco membelai lembut surai hitam Greysia, ia berdoa kepada Tuhan untuk segera membangunkan gadis di hadapannya ini.

"Grey... Greysia" panggilnya saat gadis itu bergerak dan secara perlahan membuka kelopak matanya.

"Greysia hei... Kamu bisa lihat ini? Kamu pusing?" tanyanya.

Gadis itu hendak memegang dahinya tapi segera Jayco hentikan. Keningnya masih luka, jika sampai Greysia tak sadar menekannya luka itu akan terbuka kembali.

"No no no no... Itu masih luka jangan di tekan" cegah laki-laki itu.

Dahi Greysia mengerut, dia memandang laki-laki yang sedari tadi terus merecokinya. Dia tak mengenal siapa orang yang ada di hadapannya, wajahnya terlalu asing di pandangan Greysia.

"Siapa?" ujarnya bertanya.

Dia terdiam sesaat, "It's me Jacob Bae" ucap laki-laki itu.

Greysia terdiam mencerna baik-baik yang kemudian dia menangis menatap teman semasa kecilnya itu. Rasanya ia seperti mendapatkan kembali rumahnya untuk pulang. Tangannya menarik lengan laki-laki itu hingga membuat Jayco tertarik mendekat ke Greysia lalu tanpa basa-basi gadis itu menangis di pelukannya.

"Kenapa lo lama banget, Jacob" ucapnya disela tangis.

Jayco membalas pelukan Greysia bahkan dia memeluk gadis itu lebih erat, "Im sorry, Grey" balasnya.