webnovel

MELANTHA

Kata Melantha diambil dari bahasa Yunani yang memiliki arti Bunga Mawar Hitam. Sedangkan, Mawar Hitam sendiri memiliki artian depresi, kehilangan, dan kematian. Melantha masuk dalam nama seorang anak perempuan yang kelahirannya tidak pernah diinginkan dari dua insan. Membawa nama yang memiliki arti yang sangat berat itu membuat hidupnya sesuai dengan nama yang dimilikinya. Sejak kecil tak ada kenangan manis apapun, hanya sekali saat seseorang menjadi temannya. Namun tiba-tiba saja dia menghilang dan belasan tahun kemudian dia datang kembali dengan wajah yang sama tetapi sosok yang berbeda. Pertemuan antara dua orang yang saling menguatkan satu sama lain, mencari sebuah arti kebebasan menurut pandangan masing-masing.

Pyanum_ · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
49 Chs

BERTEMU SETELAH 2 TAHUN

"Ayo yang bilang hari ini ada tugas akan bapak tambahin uang saku sepuluh ribu" seru Pak Geby sembari menggoyang-goyangkan selembar uang 10.000 .

Tentu saja membuat sekelas langsung heboh jejeritan mengacungkan diri. Bahkan tak ragu mereka meneriakkan nama mereka masing-masing agar dapat dipanggil oleh guru Bahasa Inggris sekaligus wali kelas mereka.

"A a a a, siapa hayo" goda beliau.

Ikhsan, laki-laki yang duduk di belakang langsung melompat tinggi. Tentu saja harus melompat agar dia dapat dilihat gurunya, karena ia kalah soal tinggi badan diantara yang lain. Badan boleh kecil, namun suaranya sangat lantang dan cowok banget.

"I K H S A N N N N!!!" teriaknya.

Greysia speechless, dia tertawa heran juga malu sendiri padahal bukan dia yang melakukan hal seperti itu. "Wah sinting" cetusnya begitu saja.

"Ikhsan! Ikhsan... Bilang ada tugas apa minggu kemaren?" tanya Pak Geby membuat sekelas langsung menoleh kebelakang menatap laki-laki itu.

"Tugas! Ada! Tapi. Gak tahu" jawabnya.

Tak menyia-nyiakan kesempatan, Rinda pun mengacungkan dirinya sebelum didahului yang lain. "Rinda, pak!" teriak gadis itu.

"Ya, Rinda" ucap Pak Geby.

"Tugas gak ada pak. Bab kemarin sudah selesai, sekarang bab baru, materi baru" jawab gadis itu.

"Bagus! Ini ambil" kata Pak Geby menyerahkan uang sepuluh ribu itu kepada Rinda.

Dengan langkah semangat 45, dia menerima uang itu penuh kesenangan. Tak lupa juga ia memamerkan uangnya kepada teman-teman sekelasnya membuat dirinya mendapat sorakan iri dari mereka.

"Untuk materi barunya kita bahas minggu depan saja... Sedikit TMI, jadi tadi malam bapak nonton film seru banget. Terus untuk hari ini bapak pengen kalian cari pasangan masing-masing minimal dua orang. Buat dialog satu sisi lembar buku saja, nanti kalau sudah silahkan maju ke depan dan lakukan percakapan sesuai dialog yang telah kalian bikin tadi"

"Asaa!" sorak Greysia senang.

"Ah, untuk pasangan bebas milih siapa saja. Tema apapun bebas terserah kalian" imbuh beliau.

Rinda, Sarang, dua teman Greysia itu langsung menawari Greysia untuk gabung dengan mereka. Bukan hal baru, teman-teman dekat Greysia selalu seperti itu jika ada tugas kelompok. Mereka tahu jika di kelas ini Greysia lah yang memiliki citra baik di depan guru.

Dari nilai, sopan santun, perilaku, dia mendapatkan nilai plus bagi guru yang mengajar kelas mereka. Gadis itu selalu mendudukki peringkat pertama entah di ujian pertengahan atau akhir. Dan teman-temannya tak menyia-nyiakan kesempatan itu.

Terlebih Rinda. Dia sebangku dengan Greysia. Sering bertukar pikiran jika mengerjakan sesuatu dan dia akui terkadang pola pikir Greysia yang aneh membuat sebuah pandangan baru baginya. Dia satu tingkat di bawah Greysia, nomor dua atau terkadang nomor tiga jika nilainya tak bagus.

"Gue gak mau sendiri, gue sama lo aja ya" ujar Susi memelas meminta teman sebangkunya Riva untuk satu kelompok dengannya.

"Riva sama gue aja, gantian kemaren udah sama lo" kata Lusi.

Permasalahannya hanya satu. Circle pertemanan mereka adalah 7 dan angka 7 adalah ganjil. Hal-hal seperti ini yang merepotkan bagi mereka saat pembagian kelompok dua orang. Jika ganjil salah satu dari mereka harus mengalah dan bergabung dengan teman yang lain diluar pertemanan mereka.

Greysia menyadari keluhan tersebut mengalah. Dia tak masalah kelompok dengan siapa saja toh setiap orang bisa ia bagi tugas masing-masing yang sesuai dengan potensi mereka. Dia meminta maaf kepada Sarang dan Rinda karena tak bisa menerima ajakan dua temannya itu.

"Gak usah, biar gue sama yang lain aja kalian bareng gapapa" ucap Greysia.

"Beneran gapapa?" tanya Susi.

Greysia mengangguk, gadis itu berjalan menghampiri bangku Glend yang berada tepat di belakang bangku Susi dan Riva. Gadis itu meminta Wijaya untuk pindah kesamping dan meminjam Glend sebentar.

"Thank you, Wijaya" ucapnya tanpa suara sedangkan Wijaya mengangguk dan membalas dengan senyum nakal.

"Belum dapet kelompok kan? Sama gue aja" ajak Greysia tanpa basa-basi.

"Gue tolak pun lo tetep maksa" balas Glend terdengar pasrah.

Mendengar itu Greysia langsung mengambil alih bangku Wijaya dan mendudukinya. Digesernya agak mendekat ke Glend dan menyuruh laki-laki itu untuk menyiapkan buku juga alat tulis yang dia miliki karena jika Greysia yang melakukan itu, jawabannya sudah pasti dia akan meminjam buku orang lain dan mengambil lembar tengahnya.

"Oke lo yang nulis ya, nyokap lo guru Bahasa Inggris jadi gak ada alasan anaknya kikuk nulisnya" ucap Greysia terdengar agak menusuk.

"Lo mau genre apa? Romance? Mau gue bacain puisi cinta? Atau yang ada kata i love you -nya?"

"Gak usah aneh-aneh, cari aja referensi dari Google"

"Glend gak asik~.... Gue sering nonton film juga drama dan genre yang paling sering itu thriller, horor, crime, yang dark-dark gitu. Lo mau yang begituan?"

"Yakali pas maju teriak i kill you... you die you die piw piw piw"

"Iya juga sih... Makanya kasih ide"

"Gimana kalo balik ke jaman masih kecil... Pada suatu hari, aku pergi ke rumah nenek blablabla"

"Oiya bener juga hahaha... Sial gue pernah kaya gitu lagi"

"Udah kelihatan dari muka"

"Dih... Oh lo merhatiin muka gue? Ciee suka ya"

"Sinting"

"Kalo ngumpat berarti bener"

"Ngaco"

"Tapi gue suka tuh"

"Ha?"

"Suka sama kamu..." ucap Greysia tiba-tiba dengan wajah yang serius, "—Kalo gue bilang gitu, lo deg-degan gak?" imbuhnya.

"Wah lo bener-bener gak bisa di tebak" ujarnya tak habis pikir.

- Selamat siang. Maaf menganggu waktu belajar sebentar, kepada seluruh ketua kelas 10 hingga 12 harap berkumpul di depan ruang TU sekarang juga. Terima kasih -

"Ketua kelas?" tanya pak Geby membuat Greysia mengacung.

Gadis itu meletakkan ponselnya diatas meja, "Titip bentar, lo cari aja nanti kalo gue balik biar gue yang tulis" ujarnya pada Glend.

"Gampang" balas laki-laki tersebut.

Greysia tersenyum, gadis itu berjalan ke depan kelas, "Izin sebentar, Pak" izinnya kepada Pak Gaby lalu memberi salam sebelum benar-benar meninggalkan kelasnya itu.

Disepanjang lorong dia tak sendirian, ada beberapa anak yang masih berkeliaran dan kebanyakan menuju tempat yang sama denhan Greysia. Gadis itu hanya berjalan sendirian, dia tak berniat untuk bareng dengan kelas lain. Dia terlalu sulit mengingat nama orang jadi membuat dia tak terlalu akrab dengan kelas lain.

Namun masih ada yang menyapa gadis itu menawarkan untuk jalan bebarengan tetapi dengan halus dia menolak. Begitulah dia, mengingat dengan wajah bukan nama.

Greysia terus melangkah, kaki jenjang putih nampak bebas terbalut sepatu putih. Satu hal yang dia agak sukai dari sekolah ini ialah membebaskan muridnya dalam bersepatu. Tidak harus hitam.

Gadis itu berpapasan dengan seseorang, wajahnya nampak tak asing saat mereka saling melewati. Langkah sama-sama berhenti membelakangi. Dalam kurun waktu yang sama, mereka saling membalikkan badan mengenal satu sama lain.

"Oh?" ceplos Greysia. Dahinya berkerut.

Sedangkan orang itu tersenyum dan melambai menyisakan sedikit jarak antara mereka.

"Hai" sapa orang itu.

"Lo—yang itu kan?" kata Greysia.

"Erik, kak. Di rumah sakit dulu, kita udah beberapa kali ketemu loh" ujar Erik.

Greysia berseru setelah mengingat sosok di hadapannya kiri. "Maaf agak susah inget orang soalnya... Udah dua tahun? udah lama ya, wah seneng ketemu lagi" ucapnya.

"Iya udah dua tahun. Apa kabar, kak?"

"Kak?"

"Eee... Mbak?"

Greysia tertawa, dia menepuk bahu Erik pelan. "Becanda... Baik kok, lo sendiri gimana?"

"Ya gini aja... Baru sembuh sih, kemaren hampir seminggu kena tipes. Abis di MOS jadi tepar hahaha"

"Cemen... Jadi lo sekolah disini?"

"Oo, ambil mesin. Barang kali pengen mampir ke kelas gue"

"Iya deh nanti istirahat gue samper, mesin berapa?"

"Dua... Ini lo mau kemana? Gak ada kelas emang?"

"Oh iya anjir! Gue harus ke TU, elo sih ngajak ngobrol. Duluan ya"

"Eh mbak... Kak..."

Greysia menoleh.

"Pulang nanti ada waktu gak?"

"Pulang? Gak tahu deh, kenapa?"

"Ada yang perlu gue omongin, nanti gue tunggu di gerbang ya"

"Iya... Dah~ Erik"

Greysia melambai. Dia berlari kencang hingga tubuhnya hilang di balik tikungan lorong sekolah. Menyisakan Erik dengan ekspresi yang tak dapat di baca. Tangannya meremas celana samping yang ia kenakan, beberapa saat kemudian helaan napas terdengar dari laki-laki yang tak melepaskan pandangannya meski sudah tak ada lagi Greysia tertangkap di indranya.