webnovel

MELANTHA

Kata Melantha diambil dari bahasa Yunani yang memiliki arti Bunga Mawar Hitam. Sedangkan, Mawar Hitam sendiri memiliki artian depresi, kehilangan, dan kematian. Melantha masuk dalam nama seorang anak perempuan yang kelahirannya tidak pernah diinginkan dari dua insan. Membawa nama yang memiliki arti yang sangat berat itu membuat hidupnya sesuai dengan nama yang dimilikinya. Sejak kecil tak ada kenangan manis apapun, hanya sekali saat seseorang menjadi temannya. Namun tiba-tiba saja dia menghilang dan belasan tahun kemudian dia datang kembali dengan wajah yang sama tetapi sosok yang berbeda. Pertemuan antara dua orang yang saling menguatkan satu sama lain, mencari sebuah arti kebebasan menurut pandangan masing-masing.

Pyanum_ · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
49 Chs

AWAL

25 Januari, 2014

Setelah memberikan selembar uang senilai 20.000 ke seorang penjual mie ayam langganannya dan menerima dua bungkus mie ayam yang diletakkan pada kantung kresek, Greysia tak lupa mengucapkan terima kasih kepada ibu penjual.

Gadis itu menggantungkan kresek tadi pada batang stang sepedah miliknya kemudian mulai menggenjot pedal menuju ke rumah. Hari ini suasana hatinya sedang senang, di sekolah tadi cerpen yang ia kirimkan untuk perwakilan dari sekolah mendapatkan juara pertama dalam kontes.

Dan dia mendapatkan imbalan uang berwarna biru sebanyak tiga lembar. Meski tak sepadan dengan karyanya, tapi bagi anak di seusianya saat mendapatkan uang lebih dari seratus ribu saja sudah dianggap sebagai hadiah pengganti hari raya.

Sesampainya di rumah, ia menyenderkan sepedahnya ke dinding rumah dan berjalan masuk sembari menenteng kresek hitam berisi mie ayam.

"Nenek pasti suka sama sogokan aku kali ini hehehe" seru Greysia kesenangan.

"Nenek Greysia pulang" teriak Greysia berlari kedepan pintu.

Saat ia membuka pintu rumah, seketika itu pula senyumnya luntur. Rumahnya sangat berantakan, semua barang-barang yang seharusnya berdiam diri dengan rapi di tempatnya kali ini berceceran di sembarangan tempat.

Ruang tamunya sekarang apa masih bisa dibilang ruang tamu?

"Astaga... apa-apaan ini?" kata Greysia menelisik kedalam.

"Nenek? Nek... Nenek ada di dalam?" panggil Greysia namun tak ada sahutan dari sang nenek.

Pikiran buruk terlintas seketika. Dia menjatuhkan plastik kresek yang ia bawa. Dia berlari masuk kedalam kamar nenek yang terbuka pintu kamarnya. Dia berjalan mendekat, melihat neneknya duduk lemas di lantai sedangkan beberapa orang lainnya mengobrak-abrik isi kamar beliau.

"Brengsek" umpat Greysia kemudian membuka pintu kamar neneknya dengan kencang membuat orang-orang disana terperanjat kaget.

"Berhenti!" bentaknya kepada mereka.

"Oh cucunya udah datang... Maaf ya dek ini urusan orang tua jadi kamu ke kamar aja ganti baju, makan, terus tidur" kata seorang pria tua yang duduk di kursi kamar.

"Oi old man... Suruh orang-orang suruhan lo dan angkat kaki dari rumah ini" ucap gadis itu.

"Kurang ajar emang anak jaman sekarang. Gak ada sopan santunnya sama orang tua" ucap pria tadi.

"Dek udah ya pergi dulu ke kamar" usir pria botak satunya lagi mendorong Greysia keluar dari kamar.

Greysia menipis tangan pria itu, dia berjalan ke lemari bufet yang berada didepan kamar nenek dan memukulkan ujung vas bunga ke pinggiran meja membuat sisi runcing pada bibir vas.

Dia jalan menggebu-gebu memasuki kamar sembari mengacungkan vas bunga yang ia bawa. Dengan segala tekat dan ancaman berusaha ia kumpulkan guna menakuti para penagih hutang yang menjarah rumah neneknya ini.

"Keluar atau gue sakitin satu-satu" ancam gadis itu.

Pria yang duduk di kursi itu bukannya takut malah tertawa terbahak mendengarnya, "Hahahaha anak kecil ini berani banget... Coba aja, coba seberani apa kamu mengancam orang-orang ini. Palingan juga cuma omong kosong doang" remehnya.

Greysia tersenyum miring kemudian dengan cepat menancapkan vas tadi ke bahu seorang pria agak kurus yang berada paling dekat dengannya.

Pria itu mengerang kuat kesakitan, darah di bahunya merembes keluar nampak pada baju yang sedang ia pakai. Dia kemudian jatuh berlutut sembari memegangi bahunya yang terluka. Sedangkan para rentenir terlihat kaget dan sedikit mundur.

"Omongon kosong kan? Ini omong kosong? Anak kecil ya? Kaget ya? Seru ya? Hahahahahaha" ujar gadis itu dengan nada yang terdengar menyeramkan.

"Gue bilang pergi ya pergi!" bentaknya.

"Enak aja! Balikin dulu uang bos gue baru gua pergi. Bajing kecil sok ngeberontak. Kalo gak mau di obrak-abrik rumahnya buruan bayar!" balas si pria tadi.

"BUKAN NENEK YANG HUTANG!" balas Greysia lagi dengan lantang.

"Gua bakal kasih alamat orang yang utang duit lo, asal jangan kesini lagi. Gue kasih nomor, foto, alamat, tempat kerjanya, tapi jangan ganggu nenek lagi"

"Nah itu baru oke..."

Nenek terlihat menggeleng dengan wajah penuh air mata berharap cucunya itu tidak memberi tahu apapun kepada mereka.

"Kampung Griya, Nomor 34-B, Rt 03 / Rw 02, rumah warna abu hitam di depannya ada toko kelontong yang jual buah. Jarak empat rumah setelah mushola. Punya toko roti di di depan kantor Telkom, jam buka dari pukul 7 sampai 5 sore. Nanti malam jam 11, mereka bakal kabur ke Sidoarjo ke rumah lamanya. Nomor hp nya 083856564979, 08572400123, 0812330300921" ucap Greysia dalam satu tarikan napas.

"Waw" entah siapa yang berseru namun salah satu dari mereka.

"Sekarang pergi dari sini dan jangan pernah datang kesini lagi" usir Greysia.

"Namanya Leni Wulandari, bener?" tanya pria tadi.

Dan Greysia mengangguk membenarkan. Merasakan cukup dengan segala informasi yang telah gadis itu berikan akhirnya mereka pergi dari rumah itu namun Greysia sempat meminta maaf kepada sesosok pria yang tadi ia lukai.

Sepergian mereka, Greysia berlari ke neneknya dan memeluk wanita paruh baya itu. Tubuhnya melemas sembari memegangi dadanya yang naik turun. Greysia terus mengelus punggung sang nenek agar merasa cukup tenang.

"Maafin Greysia nek—maafin Greysia" bisiknya kepada sang nenek.

Kejadian sore itu terus berlangsung selama 4 hari setelahnya, entah siang atau malam para penagih hutang terus berdatangan ada pula yang datang membawa beberapa pasukan polisi. Membuat nenek tiada henti membukakan pintu selama dua hari seakan tak di berikan kesempatan untuk beristirahat sejenak. Hingga akhirnya Greysia harus mengambil tindakan untuk mengunci rapat-rapat pintu rumah itu.

Greysia sendiri sudah tak masuk ke sekolah, dia bolos tanpa surat izin apa-apa. Menghilang dari pandangan teman-temannya, mulai dari tidak dapat di temui dimanapun hingga menonaktifkan semua sosial media juga nomornya.

Malam ini, ia mengintip keluar. Dia harus pergi ke minimarket untuk membeli sesuatu yang penting dimasa menstruasinya yang baru sore tadi datang. Jadi mau tak mau ia harus melangkahkan kaki keluar dari rumahnya.

Sekarang dia sedang terdiam didepan sebuah showcase yang menampilkan jajaran minuman berbotol dari berbagai jenis yang tertata rapih. Sudah sekitar tiga menit dia hanya diam dengan pintu kulkas terbuka sembari menelusuri setiap merek yang ada. Masih mempertimbangkan minuman kesukaannya yang memiliki harga agak mahal atau minuman yang murah sejenis teh dan sari jeruk.

"Galau banget mbak" celetuk seseorang dari samping kirinya.

Gadis itu sedikit kaget kemudian menoleh kepada orang itu dan menunjukkan ekspresi bertanya.

"Misi dong mbak" kata orang itu lagi lalu Greysia menutup pintu kulkas separuh.

Orang tadi berjongkok sejenak lalu mengambil sebuah minuman teh tarik berperisa green tea.

"Nih, kalo menurut gue ini yang paling mantep" ujarnya memberikan botol tersebut.

Greysia menerima tanpa berkomentar apa-apa, lagi pula ia juga tak tahu harus membeli apa.

"Thanks..." kemudian berbalik untuk membayar belanjaannya.

Saat ia hendak memberikan uangnya untuk membayar, lagi-lagi orang itu datang dan berkata untuk memasukkan minuman yang ia bawa ke dalam nota milik Greysia dengan seenaknya.

"Kali ini aja ya mbak, next time kalo ketemu lagi janji deh gue yang bayar. Anggap aja ini hutang yang menjadikan alasan untuk kita bertemu" kata orang tadi.

Greysia mengambil kantong belanjanya, "Dari tadi lo sksd banget ke gue" -( SKSD singkatan dari Sok Kenal Sok Dekat ).

"Masa sih? Gue kira enggak tapi bagi lo gitu ya? Sorry deh kalo bikin mbak gak nyaman, tapi gue bukan gak kenal emang kenal kok"

"Lo kenal gue?"

"Kenal lah masa enggak, kan ini lagi ngobrol"

"Sinting"

"Hehe... Rumah lo mana mbak biar gue anter udah malem juga ini lo keluarnya"

"Gak usah, rumah gue deket dari sini bisa jalan kaki"

"Maka dari itu deket biar gue anter, lagian gue gak berani ngapa-ngapain lo kok santai aja"

"Kita gak saling kenal ya, mana mungkin gue bisa percaya sama bocah ingusan modelan lo"

"Di bilang gue kenal sama lo... Melantha Greysia kan? Yuk gue anter"

"Kok? kok lo bisa tau?"

"Bisa lah. Udah tinggal naik aja duduk manis kasih tau arah rumah udah deh nyampe, oke?" kata orang itu lalu mengambil paksa kantong belanja milik Greysia dan menggantungkannya ke motor yang ia kendarai.

"Naik mbak" suruhnya dan Greysia menurut toh itung-itung dia hemat tenaga.

Memang jaraknya tak jauh, bahkan tak sampai lima menit motor yang di tumpangi Greysia sudah berhasil terparkir tepat di depan rumahnya. Greysia turun dari motor lalu ia menerima kantong belanjanya kembali.

"Oh ini toh rumahnya" seru orang tadi sembari mengangguk-angguk, "Gue terus aja ya" imbuhnya.

"Thanks lagi" ujar gadis itu.

"Sans... Nice to meet you——Kak" kemudian dia sudah menancap gas dan menjauh hilang dari pandangan Greysia.

"Eh—yah nama lo... Yaudah deh" Greysia masuk kedalam rumahnya dan mengunci pintu rapat-rapat.