webnovel

MELANTHA

Kata Melantha diambil dari bahasa Yunani yang memiliki arti Bunga Mawar Hitam. Sedangkan, Mawar Hitam sendiri memiliki artian depresi, kehilangan, dan kematian. Melantha masuk dalam nama seorang anak perempuan yang kelahirannya tidak pernah diinginkan dari dua insan. Membawa nama yang memiliki arti yang sangat berat itu membuat hidupnya sesuai dengan nama yang dimilikinya. Sejak kecil tak ada kenangan manis apapun, hanya sekali saat seseorang menjadi temannya. Namun tiba-tiba saja dia menghilang dan belasan tahun kemudian dia datang kembali dengan wajah yang sama tetapi sosok yang berbeda. Pertemuan antara dua orang yang saling menguatkan satu sama lain, mencari sebuah arti kebebasan menurut pandangan masing-masing.

Pyanum_ · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
49 Chs

AKHIR SEKOLAH YANG MENYEDIHKAN

"Udah mendingan?" tanya Riana.

Greysia mengangguk, "Much better... Makasih ya"

"Gak ada yang mau di ceritain? Gue siap kok dengerin cerita lo" ucap Riana.

Namun Greysia tak menghiraukan, gadis itu sibuk mencuci tangannya pada wastafel. "Enggak, gak ada yang perlu gue ceritain. Apa yang lo lakuin udah lebih dari cukup kok"

"Yaudah deh, gue tahu gak semua masalah bisa di ceritain ke orang. Tapi bukan berarti lo bisa pendem itu semua sendirian, suatu saat nanti lo bisa ceritain ke orang yang lo percayain. Meski kemungkinan orang itu bukan gue, tapi gue harap dia orang yang baik"

"Gue gak percaya sama siapapun, orang yang gue anggep keluarga aja sering bikin gue kecewa gimana bisa gue ngasih kepercayaan ke orang lain yang bukan keluarga gue?"

"Bisa kok, bakal ada orang yang bisa lo andalin nanti. Seenggaknya gak ngebiarin lo sendirian waktu terpuruk kaya tadi"

"Semoga aja... Ngomong-ngomong, tolong jangan kasih tau siapa-siapa ya soal tadi. Biar gue dan elo aja yang tau"

"Iya gampang. Asal lo jangan gitu lagi, lo bisa istirahat kalo capek, lo bisa nangis kalo udah gak kuat, dan jika itu sangat berat, lo gak perlu berusaha keras untuk menahannya. Lepasin aja, biarin tubuh lo ngelepasin beban yang dia tahan"

"Yoksi... Riana emang temen gue yang paling bijaksana"

"Inget Grey jangan mencoba terlalu keras untuk nyembunyiin perasaan lo yang sebenernya dengan senyuman. Menipu hati bukannya sangat menyakitkan?"

"Terus gue bisa apa? Senyum ini... Senyum yang selalu gue perlihatin ke orang-orang, kalo tiba-tiba gue kehilangan senyum ini gue juga bakal kehilangan apa yang gue kumpulin selama ini"

"Gue harap lo gak pernah kehilangan senyum lo itu" ujar Riana sembari menepuk bahunya, "Ke kelas?" ajaknya dan Greysia mengangguk.

———

10 Mei 2015

Seiring waktu berjalan, banyak hal terlewati begitu saja seakan tak benar-benar menikmati setiap hal yang datang pada kehidupan. Banyak yang telah berubah, kepribadian Greysia misalnya.

Setelah kejadian satu tahun yang lalu dimana ia menangis di kamar mandi, semuanya menjadi abu-abu bagi gadis itu. Dia memilih menyamakan hidupnya seperti namanya. Tak pernah seseorang melihat tawa lepas dari sang pujangga.

Seakan gelak tawanya tertelan bumi begitu saja. Sepertinya teman-temannya juga kian lupa seperti apa tawa sahabat mereka. Greysia masih tersenyum, masih pula tertawa, namun tidak selepas biasanya. Dia melakukan itu hanya untuk menghargai seseorang. Seakan ia melakukannya saat diperlukan saja.

Miris sekali memang, mereka kehilangan tawa seorang periang. Hidupnya sudah seperti mayat hidup. Dia tak lagi menyentuh gambarnya, tak memainkan jarinya untuk mengarang segala ceritanya seperti biasa, mengundurkan diri dari anggota volly, dan yang pasti nilai UN nya tak mendapatkan nilai yang sempurna.

Segala cara telah di kerahkan untuk membangkitkan semangat gadis itu namun tak ada yang berhasil. Dia kian menutup dirinya dan tak membiarkan siapapun masuk tanpa seizin dia. Menonaktifkan semua sosial medianya dan mengganti nomor teleponnya. Selama setahun akhir di masa SMP, tak ada yang tahu kehidupan apa yang di lakukan gadis itu.

Riana muak melihat temannya bertingkah seperti ini terus. Dia sudah tak tahan lagi untuk memaklumi. Kini Greysia berada tepat di depannya, berjalan sendirian di lorong sepi saat semua murid telah pulang ke rumah masing-masing. Pelan menjadi kencang begitulah kakinya melangkah. Digapainya pergelangan tangan Greysia yang berayun tak bertenaga.

"Mau sampai kapan lo kaya gini terus?" ucapnya marah.

"Mau sampai kapan lo ngasihanin diri lo sebagai orang rendahan?!" imbuhnya.

Greysia tak perduli, gadis itu malas menanggapi perkataan temannya ini.

"Jawab gue Grey! Lo gak capek nyiksa diri lo sendiri? Sadar Greysia! Lo gak sendirian di dunia sebesar ini, lo punya gue, lo punya teman yang lain, lo bisa bagi masalah lo ke kita jangan di tanggung sendiri kaya orang mati gini"

Greysia terkekeh, "Gue udah bukan temen lo lagi, Na" ujarnya tersenyum pahit.

"Lo tadi bilang berbagi? Percuma. Percuma gue cerita ke kalian gak akan ada hasilnya. Yang ada, gue cuma bisa denger kata semangat dari kalian. Lo tau gak, kalimat apa yang paling gue benci?"

"Semangat, Greysia"

"Omong kosong... Semangat cuma bikin gue makin sakit karena memaksa bertahan. Dari kata itu, gue di haruskan terus melawan sedangkan gue tahu kalau gue emang udah gak bisa. Kalianlah yang bikin gue makin terpuruk, paham?"

"Grey..." pinta Riana terdengar sangat lemas.

"Gue mau lupain ini semua, Na. Gue pengen buka lembaran baru. Jadi, gue mohon jangan masuk lagi ke kehidupan gue. Entah lo, Indira, Windy atapun Mila. Semuanya. Gue gak mau ngebuat kenangan lebih dari ini, masa remaja gue udah berat. So, jangan ganggu gue lagi setelah ini semua selesai. Jangan nyapa gue lagi kalau suatu saat nanti kita gak sengaja ketemu. Biarin gue lupain semuanya" ucapnya lalu mengambil langkah pergi meninggalkan Riana terdiam memandangi punggungnya.

Tangannya mengepal, meremas rok biru yang ia kenakan. Matanya juga merah berair menahan isak yang akan keluar.

"Oke.. Oke kalau itu yang lo mau, tapi kalau di masa mendatang lo masih belum punya orang buat bersandar—"

Dia mengambil napas panjang, "—inget gue, Grey. Gue selalu ada untuk lo kalo lo minta. Gue bakal datang"

"Terima kasih lo udah ngisi masa remaja gue" ucap Riana kemudian berbalik lari dengan tangis yang sudah tak lagi bisa ia bendung.

Begitu pula Greysia. Kakinya menjadi lemas dan membuat dirinya jatuh terduduk di lantai koridor. Lagi-lagi ia menangis sendirian seperti orang bodoh. Dia sendiri juga tak tahu harus mengasihani dirinya sendiri sampai kapan, dia tak tahu bagaimana caranya berhenti.

Dia harap caranya ini akan berhasil meski diakhiri dengan rasa sakit namun ia tak memiliki cara lain. Ia merasa menjadi orang yang tak memiliki belas kasih terhadap dirinya jika ia masih tertawa dan menikmati hidupnya dengan mengenyampingkan masalah yang ia miliki.

Biarkan masa remajanya terlewat begini saja, dengan begini ia tak perlu berusaha terlalu serius untuk melupakan semuanya. Nanti saat ia menginjak SMA, ia akan memulai semuanya dari awal. Ia tak perlu merasa risau karena tak ada seseorang yang akan mengenalnya. Tak ada seorang pun. Semoga saja.

Ponsel di saku kemejanya bergetar. Ponsel baru beli seminggu yang lalu karena ponsel lamanya yang rusak karena ia banting. Dilihatnya nama Tante Vira tertulis di layar, ibu jarinya ia gerakkan untuk menggeser tombol hijau membuat sambungan terhubung dan suara Tante Vira terdengar dari sana.

"Masih dimana? Tante mau ngomong cepetan pulang ya, tante tunggu di rumah"

"Iya ini lagi perjalanan pulang" jawabnya.

"Yaudah hati-hati dijalan"

Sambungan terputus, gadis itu kembali ke kelasnya untuk mengambil tas yang masih tertinggal disana lalu mengambil langkah pulang ke rumah masih dengan sepeda merah kesayangannya ini.

Tak sampai 20 menit ia sampai di rumah. Cukup lama memang karena jarak sekolah dengan rumah yang tak terlalu dekat terlebih dia juga malas untuk melelahkan kaki-kakinya yang harus mengayuh lebih cepat. Langkahnya berat saat memasuki rumah, badannya capek ingin segera menidurkan diri di kasur kesayangannya.

Ia sempat berpapasan dengan Tante Vira, beliau menyuruh Greysia untuk membersihkan diri sebentar lalu menyusulnya di ruang tamu untuk makan siang. Sebenarnya bukan makan siang lagi, namun ini masih masuk dalam makan siang karena Greysia sebagai anak sekolah yang pulangnya melewati jam makan siang.

Setelah berbenah dan menghabiskan makanannya. Mereka berkumpul di ruang tamu dengan beberapa kue yang di sajikan diatas meja. Hampir rata-rata berasa coklat kesukaan Greysia atau dia hanya memakan apapun yang ada di meja yang dirasa bisa masuk ke dalam mulutnya dan diterima dengan suka cita di dalam perut.

"Jadi gini Grey. Rencana kamu bakal gimana setelah lulus nanti?" tanya Tante Vira memulai pembicaraan.

"Lanjut SMA mungkin. Di SMA 1" jawab Greysia.

"Gini, Grey. Kan nenek sakit udah gak bisa biayain sekolah kamu lagi, nah tante rencananya mau menyekolahkan kamu. Kamunya mau gak?"

"Terserah sih, kalo tantenya bisa yaudah gapapa kalo gak bisa akunya lepas di SMP aja"

"Jangan, tante bakal sekolahin kamu tapi di sekolah kejuruan. Gimana? Kamu bisa pikir-pikir lagi"

"Gak bisa SMA aja, Tan? Smansa juga bagus loh, banyak yang sekolah di sana juga"

"Sekolah sama aja, mau di kejuruan atau umum. Tergantung muridnya gimana dalam menyaring materinya, kalau kamu di SMK nanti setelah lulus kamu bisa langsung kerja"

"Tante, aku pengen kuliah"

"Kuliah cuma buang-buang uang dan waktunya gak sebentar. Kalau kamu kerja kamu bisa dapat uang kamu sendiri, sedangkan kalau kamu kuliah, kamu harus menahan apa yang pengen kamu beli"

"Jangan di garis besarkan kaya gitu" bantah Greysia.

"Sama aja Greysia. Anak sarjana pun juga banyak yang nganggur, sekarang kerja kalo gak ada yang bawa juga susah, nilai kalau gak bagus juga susah. Sama aja"

"SMK mana?"

"SMK Aksara Bangsa. Kamu tahu kan?"

"Tante becanda? Biaya disana gak main-main loh, Tan"

"Enggak, kamu masuk SMK Aksara Bangsa ya. Urusan biaya biar tante yang urusin, kamu tinggal belajar dan tolong jangan lepasin gambar kamu. Disana kamu bisa ambil jurusan seni yang ada menggambarnya, sayang nak kalau bakat kamu berhenti di tengah jalan"

"Maaf, Tan. Aku gak ambil aja kalau nanti bakal nyusahin tante"

"Kamu bisa pikir-pikir dulu, pendaftaran terakhir akan di tutup seminggu lagi. Di sana aja ya jangan Smansa, dia lebih unggul dari sisi manapun"

"Aku pikir-pikir dulu aja"

"Yaudah, habis ini tante pulang. Om Imam sebentar lagi jemput, kamu hati-hati di rumah. Jangan lupa kunci pintunya kalau tidur atau keluar, kompor juga jangan lupa di matiin kalau habis di pakai. Maaf tante gak bisa nemenin kamu di sini karena kerjaan tante ada disana semua. Kalau ada apa-apa telpon tante oke?"

"Iya, Tan.. Makasih ya"

Tante Vira tersenyum dengan lembut membelai puncak kepala keponakannya ini, "Sama-sama, Grey" serunya.