There in my head,
Used to be a voice
Keep echoing your name
Yet, slowly i couldn't recall
The existance of that voice
Because i've tried to move on
Slowly forgetting you,
Though it's painful
- May -
*****
Musim dingin di Kyoto, tidak seperti musim dingin di daerah-daerah lainnya di Jepang. Jarang sekali terjadi hujan salju di Kyoto. Para wisatawan hanya dapat menikmati pemandangan salju di tempat-tempat tertentu saja. Seperti contohnya di kuil Kinkakuji, salah satu objek wisata yang melukiskan paduan keindahan antara sebuah kuil berwarna keemasan dengan tumpukan salju yang menghiasi atapnya.
Maira yang sejak tadi terpukau, beberapa kali mengambil gambar pemandangan itu dengan kamera DLSR-nya. Ia sedang menikmati kesendiriannya di minggu-minggu awal musim dingin ini. Maira tak menampik, terkadang terselip rasa iri saat melihat beberapa pasangan yang berjalan melewatinya. Disuguhkan pemandangan para pasangan romantis itu, sungguh menyakitkan. Untuk menghibur diri, Maira bermain-main dengan tumpukan salju yang melekat di tanah.
Biasanya setiap liburan, Malik datang berkunjung ke Kyoto, menemani hari-harinya dengan segala keisengannya. Tapi di liburan musim dingin kali ini, Maira harus rela berteman sepi, sebab Malik sudah kembali ke Indonesia dua minggu yang lalu.
Puas bermain-main dengan salju, Maira semakin merasakan udara dingin melilit tubuhnya yang berbalut jaket, sweater dan syal. Maira pun masuk ke dalam sebuah kedai yang tidak terlalu ramai.
Ia memesan menu Oden, kuah panas dengan bumbu dashi berisi bakso seafood, konnyaku, dan lobak. Makanan ini memang populer disantap saat musim dingin di Jepang.
Sambil menunggu pesanannya datang, Maira membuka beberapa notifikasi pesan di ponselnya. Terlihat beberapa pesan masuk di aplikasi chat dari dr. Ardhi. Senyum terkembang di wajahnya. Jemarinya pun bergerak untuk mengetik pesan balasan.
dr. Ardhi : Lagi apa?
14.38
dr. Ardhi : Sudah mkn?
14.45
dr. Ardhi : Sibuk ya?
14. 52
dr. Ardhi : Jgn lupa mkn. Jaga kesehatan ya.
14.58
Me : Hai, pak dokter! Byk bener pesennya 🤭
dr. Ardhi : Maaay! Are you ok? Aku sempat kepikiran krn kamu nggak bls
Me : I'm great! Lg jln2 aja, enjoying the beginning of winter. Ini lg di kedai, mau mkn
dr. Ardhi : Dgn siapa?
Me : Penting ya nanya itu?
dr. Ardhi : Penting buat aku!
Me : Sendirian berteman angin musim dingin, pak dokteeerrr!
dr. Ardhi : Kaciaaan. Mau aku temani?
Me : Seriously??? Emgnya lg di Jpg?
dr. Ardhi : Hehe i wish! Aku lg dpt giliran jaga. Bsk jg hrs terbang ke Yogya utk seminar.
Me : Wow, asiiik Yogya! Udah lama ga kesana. Terakhir pas SMA 😥
dr. Ardhi : Klo kamu sudah balik nanti kita jln2 sepuasnya.
Me : Bnr ya, nanti aku tagih lho!
dr. Ardhi : ☺️
Me : Udah dulu ya, makananku udh dtg nih.
dr. Ardhi : Mkn yg byk ya 😊
Me : 👌👌👌
Maira memasukkan ponselnya ke dalam saku jaket. Hidangan oden di hadapannya sungguh menggugah cacing-cacing yang berdemo di dalam perutnya sejak tadi. Makanan berkuah hangat itu segera dilahapnya hingga habis. Kini badannya terasa lebih hangat.
Dengan berbekal rasa lelah dan pegal di sekujur badan, Maira masuk ke dalam apartemennya yang sepi. Kesepian yang menemaninya selama hampir satu tahun tinggal di prefektur ini. Maira masuk ke dalam dapur, hendak menyeduh teh hangat untuk menaikkan suhu tubuhnya yang turut rendah karena efek angin dingin di luar tadi.
Cepat-cepat Maira memasukkan kakinya ke dalam meja pemanas / kotatsu yang terletak di ruang tengah sambil menyeruput secangkir ocha hangat. Dalam sekejap, Maira menikmati sensasi hangat di tubuhnya.
I found a love for me
Darling just dive right in
And follow my lead
Well I found a girl beautiful and sweet
Cepat-cepat Maira mengeluarkan ponselnya yang berdering dari dalam jaket. Nama sang penelepon yang tertera di layar, membuatnya terlonjak senang.
"Assalamu'alaikum, cinta!"
"Wa'alaikumussalam, cintakuuuh! Lagi ngapain, nih?"
"Ngangetin badan di dalam kotatsu, nih. Suhunya lagi dingin parah."
"Namanya juga winter, masa suhunya panas," ledek suara di seberang.
"Iih, lo tuh, yeee! Senengnya ngejek! Eh, eh, mana ponakan gue? Mau denger suaranya, dooong!" Maira merengek manja.
"Garu udah tidur, makanya gue bisa nelpon. Seharian lagi rewel parah. Kata Mama sih, mungkin mau tumbuh gigi."
"Yaaah, udah tidur. Padahal kangen denger ocehan Garu!" desah Maira sedikit kecewa.
"Kesini dong, Ontih May!"
"Tiket pesawat mahal, Rur. Namanya juga lagi peak season."
"Terus, kapan lo balik kesini?"
"Belum bisa dalam waktu dekat. Minggu depan gue juga harus ke Eropa."
"Waaah, serius lo? Enak banget siiih bisa jalan-jalan. Envy deh, gue! Sementara gue disini kerjaannya ngurusin popok sama pumping."
"Ada juga gue yang envy sama lo, hari-hari nggak pernah sepi."
"Emangnya lo nggak punya teman main di sana?"
"Teman sih banyak, tapi gue nggak pernah ikut nongkrong sama mereka. Biasanya pulang kerja mereka suka minum-minum sake sampai mabok."
"Iya juga, sih ...," tukas Ruri lalu terdiam sejenak untuk berpikir. Sepertinya timing-nya pas untuk menyampaikan maksud dan tujuannya menghubungi Maira saat ini. "Emmm, kalooo ... someone special? Udah ada belum?"
"Maksud lo?" Maira mengernyit bingung.
"Kok lo lemot, sih! Cowok yang lagi deket sama lo, May. Ada nggak?" Ruri bertanya ragu-ragu. "Apa jangan-jangan ... lo belum move-on, lagi?"
"Enak aja, udah move-on, dong! Cowok di dunia banyak, Rur! Nggak cuma si sambal bajak!"
"Heh? Berartiii ... lo udah punya pacar?" tanya Ruri semakin penasaran.
"Enggak, bukan pacar. Lagian lo tau, kan gue nggak pernah pacaran."
"Terus? Ada cowok yang lagi pedekate sama lo?"
"Yaaa, gitu deh!" Maira menjawab dengan sedikit malu-malu.
"Haaah?? Serius lo? Siapa? Orang jepun?" cecar Ruri semakin ingin tahu.
"Bukan! Dia orang Indo, tinggal di Jakarta juga."
"Jangan bilang orangnya Dida, ya? Soalnya setelah ketemu sama lo waktu itu, Dida jadi suka ketawa-ketiwi sendiri kayak orang kesurupan. Kalo gue tanyain, dia bilang pokoknya dia bakal nunggu lo sampai pulang."
Informasi yang diberikan Ruri membuat Maira sedikit terperangah. Ternyata Dida benar-benar menaruh harap padanya. Maira tidak memungkiri, memang saat mereka menghabiskan waktu bersama di musim semi itu, Maira sempat merasakan rasa yang tak biasa terhadap Dida. Namun rasa itu tak bertahan lama. Meskipun hingga saat ini ia masih rajin berbalas pesan dengan Dida, Maira tetap hanya menganggapnya sebagai seorang sahabat.
"Maaay! MAY! Lo ngelamun, ya?" hentakan suara Ruri menyadarkannya.
"Eh, eng-enggak! Lagi minum teh bentar." Maira berkilah.
"Jadi, siapa cowok itu? Dida?"
"Rur, Dida akan tetap jadi sahabat gue selamanya, nggak lebih!" tegas Maira.
"Jadi siapa? Gue kenal nggak?"
Maira berpikir sejenak, apakah ini saatnya dia menceritakan soal pria lain ini pada Ruri? Khawatir ceritanya akan sampai ke Galang, lalu dari Galang cerita itu akan berpindah ke Razi. Maira menyungging senyum jahil sekilas, lalu wajahnya kembali datar. "Namanya dokter Ardhi."
"Dokter Ardhi? Siapa tuh? Kok gue nggak pernah dengar namanya?" Suara Ruri terdengar panik.
"Hmmm, gue kenal dia di rumah sakit tempat lo lahiran."
"Hah? Kok bisa?"
"Jadi, waktu lo lahiran itu, gue sempet adegan drama Bollywood gitu sama Mas - sama si Osama bin Laden yang namanya - lo tau - nggak pernah mau gue sebut itu. Dia ngejar-ngejar gue, gue lari sampai jatuh. Pas gue di IGD, gue udah sempet cari-cari kesempatan sama dokter Ardhi itu. Eeeh, malah si sambel-uleg itu bilang kalo gue istrinya. Si dokter Ardhi kan jadi melipir. Nah, besoknya pas gue mau jenguk lo lagi, ketemu lagi sama dia di lobi. Terus dia perhatian banget, nanya kondisi kaki gue. Ya udah, di situ gue jelasin, kalo si sambel-mercon itu cuma mantan suami. Eh, masa abis itu dia minta nomor telepon gue."
"Waaah, gercep ya pak dokter! Kok lo nggak cerita-cerita ke gue, sih?" Mulut Ruri menganga takjub.
Maira terkikik mendengar komentar Ruri. "Ini kan lagi cerita."
"Terus, setelah itu kalian sering komunikasi gitu?" tanya Ruri lagi.
"Ya kadang ngobrol di chat, atau dia telpon."
"Yaaah, berarti nggak ada harapan lagi, dong ...," ujar Ruri dengan lemah.
"Harapan apaan?"
"Tadinya, gue mau ngenalin lo sama temennya Mas Galang jaman TK. Duda ganteng lho, May!"
"Maksudnya, kalian mau nyomblangin gue, gitu?" Maira mengangkat alisnya.
"Yaaa, gitu deh. Atas prakarsa Mas Galang, sih. Katanya buat nebus rasa bersalahnya sama lo!"
"Rasa bersalah apaan, sih? Lebay banget deh, laki lo!" Maira berusaha menampik.
"Gue juga merasa bersalah kali, May!"
"Berarti kalian berdua sama-sama lebay! Pantesan jodoh!"
"Iiih, rese' lo! Jadi gimana, mau nggak kenalan sama temennya Mas Galang? Mau ya? Ya? Ya?" bujuk Ruri dengan suara memelas.
"Ya kalo lo maksa gue, ngapain juga nanya gimana." Maira melengos.
"Asiiiik, berarti lo mau ya?"
"Hmm, terserah kalian, deh!" sahut Maira mulai pasrah.
"Ya udah, berarti lo tunggu sekitar setengah jam lagi, ya."
"Hah? Nunggu apaan setengah jam lagi?" tanya Maira mengernyitkan dahi.
"Setengah jam lagi, dia bakal kirim WA ke lo. Gue udah nginfoin nomor lo ke dia."
"Hah?? Serius lo? Kenapa lo nggak ijin dulu sih mau ngasih nomor gue?" Maira benar-benar kaget.
"Ini kan lagi minta ijin ... hehehe ...," Di seberang sana, Ruri tersenyum jahil.
"Iya, iya. Eh Rur, kok temennya Mas Galang itu mau kenalan sama gue? Emangnya dia udah tau muka gue kayak apa?"
"Ya taulaaah! Kan dia udah liat foto lo. Katanya, lo cantik."
Maira senyam-senyum tidak jelas. Entah kenapa merasa ge-er sendiri. "Berarti, dia itu seleranya tinggi." Maira terkekeh mendengar omongannya sendiri.
"Iihhh, sumpe yeee kalo lo di deket gue, udah gue timpukin pake botol ASIP!"
"Emangnya gw bayi dijejelin ASI!" Maira tergelak tawa.
"Pokoknya, orangnya ganteng, Rur. Doi juga pemilik perusahaan."
"Wow! Tajir melintir, dong!"
"Enggak juga, sih ... dia baru merintis soalnya. Tapi, menjanjikan. Eh, udah dulu ya, May. Mau pumping nih, mumpung Garu tidur. Pokoknya lo siap-siap aja ya di WA."
"Iya, iya. Peras ASI yang banyak ya, biar Garu tambah montok kayak ayam broiler." Maira terkekeh sendiri membayangkan sosok bayi lucu nan imut itu.
"Sekarang aja udah segede ayam kalkun! Ya udah deh, baik-baik di sana, Ontih!"
"Eh, bentar-bentar. Namanya siapa, Rur?"
"A'an!"
---------------
Sejak tadi Maira mengawasi layar ponselnya. Sudah lewat satu setengah jam, tapi orang yang dimaksud oleh Ruri tadi, belum juga mengirimkan pesan untuknya. Rasa kantuk telah menyerangnya sejak tadi. Berhubung sudah terlanjur berjanji pada Ruri, Maira berusaha menahan matanya untuk tidak terpejam. Sesekali ia menguap lebar, memejamkan mata beberapa detik, lalu melek kembali.
Klik! Layar ponselnya menyala, muncul notifikasi sebuah pesan masuk. Cepat-cepat Ruri membuka pesan itu.
081389870xxxx : Assalamu'alaikum. Maaf, apa benar ini dgn Maira?
Me : Wa'alaikumussalam. Ya, saya Maira
081389870xxx : Saya A'an. Maaf, mengganggu mlm2
Me : Nggak papa. Tmnnya Mas Galang?
081389870xxx : Ya, saya tmnnya
Maira hendak lanjut mengetik, tapi kembali terdiam. Maira merasa teman chatnya itu terlalu kaku. Kok kesannya formal, ya?
Me : Jd gmn?
081389870xxx : Gmn apanya?
Maira menepuk dahinya berkali-kali. Pria itu benar-benar kaku, pantas saja istrinya minta cerai.
Me : Ya gmn? Ada perlu apa?
081389870xxx : Bukannya ruri sdh cerita?
Me : Ya, dia cerita katanya mau ngenalin aku sama kamu
081389870xxx : Hm, brarti kita sudah kenalan kan?
Kedua mata Maira melebar. Nih cowok kenapa, sih? Dengan sedikit kesal, jarinya kembali mulai mengetik.
Me : Ya udah. Trus skrg gmn?
081389870xxx : Apanya gmn?
Maira terpancing jengkel. Sejenak mengumpat karena Ruri sudah mengenalkannya dengan cowok penghuni Kutub Utara seperti ini.
Me : Ya maunya situ gmn?
081389870xxx : Maunya kamu gmn?
Maira meradang kesal. Ingin rasanya melempar jauh ponselnya itu, tapi setelah dipikirnya, harga ponsel itu mahal. Tidak sebanding dengan harga kekesalannya terhadap pria itu.
Me : Kalo tdk ada lg yg mau dibicarakan ya udh. Aku ngantuk. Disini udh mlm
081389870xxx : Disini jg sudah mlm
Me : Tp disini lbh mlm
081389870xxx : Sama2 mlm kan 😊
"Aaarrrggghhh!" Maira berteriak kesal. Maira mengurungkan niat untuk melanjutkan percakapan ala dunia maya itu. Lima menit kemudian, sebuah pesan kembali muncul.
081389870xxx : Sudah mkn?
"Menurut ngana?" Maira mengoceh sendiri.
Me : Pertanyaan basi! Emgnya situ msh ABG?
081389870xxx : Saya tanya, Mbak Maira sudah mkn?
"Hah? Ajegile gue dipanggil Mbak! Wah, parah si Ruri ngenalin gue sama cowok model Robocop gini!" Lagi-lagi Maira mengumpat sendiri, lalu lanjut mengetik.
Me : Nggak usah manggil Mbak! Saya yakin kamu lbh tua. Tmn TK nya Mas Galang kan?
081389870xxx : Saya manggil tetangga sebelah yg lbh muda jg 'Mbak'. Itu artinya saya menghormati kamu
Me : Saya bukan tetangga anda! Panggil aja May 🙄
081389870xxx : Kalo gitu, May sudah mkn?
Me : Hah? Balik nanya itu lg??? Emg penting saya jwb pertanyaan itu?
081389870xxx : Ooh tdk mau jwb? Ya nggak mslh
"Nggak masalah lo bilang? Dari tadi juga maksa!" Maira berceloteh kesal. Ia semakin malas menanggapi. Di bantingnya ponsel itu di atas futon. Maira melempar dirinya merebah di atas futon lalu menarik selimut hingga menutupi wajah. Beberapa kali ponselnya bergetar di atas futon, namun ia abaikan. Ia tidak lagi bersemangat menanggapi pria itu.
Maira berusaha memejamkan matanya. Dan tiba-tiba getaran dari ponselnya tidak lagi terasa. Artinya pria itu sudah berhenti mengirim pesan. Maira berusaha tak acuh, namun hatinya penasaran.
Ia kembali meraih ponsel itu dari samping pinggangnya.
081389870xxx : May?
081389870xxx : Kamu marah?
081389870xxx : So this is our first fight 😊. Let's talk again tomorrow
081389870xxx : Good night, new girl. Jgn lupa berdo'a 😊
Dan itu pesan terakhir yang dikirim oleh pria bernama A'an itu. Maira jengkel setengah mati. Namun dalam sudut hatinya, terasa getaran aneh. Yang anehnya lagi, Maira menyukai getaran itu.