webnovel

Bertanya Tentang Shika

Terlepas dari kejadian serta rasa penasaran yang menggebu, Raka lebih mementingkan bagaimana caranya agar Shika mau dibantu olehnya.

Sehabis kejadian tadi, Raka perhatikan sepertinya Shika tengah menghindarinya. Entah karena malu, atau karena ada yang sedang perempuan yang hari ini mengepang rambutnya itu sembunyikan.

Soal kejadian tadi, Raka tidak tersanjung ataupun merasa bahwa Shika menyukainya. Bagaimana bisa Shika menyukai laki-laki lain di saat dia sudah memiliki kekasih? Dilihat dari bagaimana Shika bersikap pada laki-laki lain, jelas itu sudah menjadi bukti bahwa betapa cintanya Shika pada Sang Kekasih hati.

"Kemarin ngeliatin Shika mulu, sekarang malah ngelamun sambil liatin atap kelas. Sebenernya loe itu kenapa, sih, Kak? Aneh bener," ucap Danis berada di samping kirinya. Laki-laki berkulit putih nan sedikit dekil itu memang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik sahabatnya itu.

Seperti biasa, sehabis pulang sekolah mereka berencana latihan PMR sekaligus membicarakan apa saja yang musti dipersiapkan. Dan kini, mereka tengah menunggu kelas lain yang masih belum selesai jam kelasnya.

Raka bangkit. Sedari tadi dia tengah berbaring di atas meja, dengan kedua tangan yang dilipat di belakang kepala, dijadikan bantal. Tanpa berpindah tempat, Raka memilih duduk dengan kaki yang menjuntai ke bawah dan tangan yang bertumpu di setiap sisi tubuh.

Tanpa menoleh, Raka bertanya, "loe kenal Shika?"

Danis mengernyitkan dahi. "Pertanyaan loe gak bermutu banget, Anjirr."

Danis menjawab seperti itu karena dia merasa pertanyaan Raka sangat tidak penting. Sudah pasti dia mengenal Shika meski hanya sebagai teman sekelas saja.

Dengan mata malas, Raka menoleh. "Bukan itu maksud gue," bantah Raka.

"Ya terus apa?" Danis menyangga kepalanya menggunakan tangan yang ditumpu ke belakang. Di sana terdapat meja tempat Khanza biasa duduk.

"Maksud gue kenal jauh gitu. Kaya tahu juga tentang masalalunya."

Danis seketika menegakkan tubuh. Terkejut dengan jawaban Raka.

"Masalalu? Loe beneran suka, kan, sama, tuh cewek?" Danis mengenal Raka bertahun-tahun. Memang dia sering menanyakan tentang perempuan. Semisal ada anak baru ataupun seseorang yang menurutnya menarik, tetapi dia hanya sekedar bertanya di mana sekolahnya dulu, ataupun bagaimana wataknya. Sedangkan ini, masa lalu? Membuat Danis menggeleng beberapa kali, tidak percaya.

Raka mendengkus. "Gue nanya masalalu itu seperti sekolahnya pas SMP di mana, terus gimana sikapnya gitu. Ya kaya biasanya gue nanyain cewek-cewek ke loe."

"Ya salah loe sendiri, sih ngomongnya masa lalu. Bikin pikiran gue traveling ke mana-mana," protes Danis. Laki-laki itu kembali menyangga kepalanya. "Gue gak tau. Kita sama-sama kenal dia cuma sebatas teman satu kelas aja. Gak lebih dari itu." Danis mengatakan kata 'dia' sembari dagunya menunjuk ke arah Shika yang tengah berjongkok memperhatikan para temannya yang tengah latihan PP alias Pertolongan Pertama.

"Terus gue musti nanya ke siapa, dong? " tanya Raka putua asa. Dia bingung sendiri harus bertanya kepada siapa. Seingat dia tidak ada seorang pun yang benar-benar dekat dengan wanita itu. Keempat temannya memang sering bersama dia, tetapi sama seperti dia dan Danis. Mereka hanya sebatas teman sekelas saja. Mereka dekat karena tempat duduknya yang berdekatan.

Danis mengedikkan bahu. "Mana gue tahu."

Raka dibuat kesal olehnya. "Loe bukannya ngebantu, malah bikin gue kesel. Gak guna banget jadi sahabat."

Danis menegakkan tubuh. Entah mengapa, wajahnya terlihat serius. Karena dia tengah mengingat-ngingat sesuatu.

"Gue tahu." Dengan semanagat, Danis meengucapkan itu pada Raka. "Gue tahu loe harus tanya ke siapa," tambah Danis menjelaskan.

"Siapa?"

"Doni. Dia sepupu jauhnya tu cewek, kan?" Dia mengangingatnya. Doni merupakan teman mereka sejak SMP, tetapi dia pernah bercerita bahwa Shika adalah salah satu sepupunya. Saat perempuan itu pertama kali masuk kelas ini.

Raka memutar bola mata. "Ogah gue," tolak Raka, "dia itu bibirnya lemes. Nanti kalau gue nanyain ke dia, bisa-bisa jadi gosip ujung-ujungnya."

Danis mengangguk, mengiyakan ucapan Raka. "Ya terus loe mau nanyain ke siapa?" tanya Danis. Karena memang hanya Doni yang tahu tentang masalalu Shika.

Raka terdiam. Dia sendiri bingung harus bertanya pada siapa, selain pada laki-laki biang gosip itu.

"Coba, deh, dipikir-pikir lagi," saran  Danis, "nanti kita ancem dulu aja. Biar si Doni gak ember ke yang lain."

Raka menatap ragu pada Danis. "Loe yakin Doni bakal tutup mulut?" tanya Raka.

"Ya gue yakin gak yakin, sih." Dia tahu betul bagaimana tabiatnya Danis yang memang suka membocorkan aib orang lain. "Ya tapi balik, lagi. Cuma dia harapan kita satu-satunya. Lihat loe yang kaya pengen tahu banget tentang Shika, gue yakin loe pasti bakal cari tahu ke siapapun."

Raka punya ambisi yang kuat. Dia tidak akan menyerah sebelum apa yang dia inginkan tercapai. Danis tahu itu, saat SMP dulu, kakaknya Raka yang sudah SMA mendapatkan juara 1 olimpiade Matematika, membuat Raka ingin seperti Kakaknya itu. Bisa dibilang, dijadikan panutan oleh Raka. Disanalah terbentuk sosok Raka yang seperti ini. Ambisius dan percaya diri.

"Tuh si Doni. Dia lagi godain si Shika. Mau suruh ke sini, gak?"

Kebetulan sekali, di luar kelas terlihat Doni yang tengah mengganggu anak PMR yang sedang latihan PP. Beberapa kali pula laki-laki berambut agak ikal itu, menarik kepangan rambut Shika. Membuat Shika kesal dibuatnya.

Raka tidak menjawab. Dia masih bingung dengan langkah yang akan dia ambil.

"Kelamaan, loe," sentak Danis pada Raka. Dia sedari tadi menahan kesal akibat tingkah Raka. Tinggal nanyain aja apa susahnya coba, batin Danis.

"Doni," teriak Danis. Dan itu sukses membuat Raka melayangkan tatapan tajam pada Danis, yang tidak direspon oleh laki-laki itu.

Tubuh Raka melemas. Sebentar lagi pasti akan ada gosip tentang dirinya dengan Shika.

"Apaan?" tanya Doni. Laki-laki itu menarik kursi tempat duduk Maria. Membawanya ke depan mereka.

"Si Raka ada perlu sama loe," sahut Danis sembari menunjuk Raka yang menampilkan wajah kesal dicampur bingung.

Doni mengarahkan pandangan pada Raka. Membuat laki-laki itu tidak bisa menyembunyikan kegugupan di wajahnya.

"Ada perlu apa loe sama gue? Tumbenan."

Mereka sekelas, tetapi tidak terlalu akrab. Hanya beberapa kali mengobrol. Ya, namanya juga sekelas, kan? Meskipun tidak akrab, pasti pernah bertukar sapa.

Raka berdehem. Dia melirik ke arah Danis dan dijawab dengan senyum tertahan oleh laki-laki itu. Tanpa sadar, Raka mendengkus. Tahu bahwa Danis tengah meledeknya.

"Sebelum gue nyampain sesuatu, loe kudu janji dulu kalau loe gak akan bocorin ini ke siapapun!" Meski Raka ragu, tetapi tidak ada salahnya untuk mengikat laki-laki ini dengan perjanjian.

Doni mengernyitkan dahi. Untuk apa dia janji? Memangnya se-rahasia apa 'sesuatu' yang dimaksud murid kesayangan para guru ini? Membuat Doni semakin penasaran saja.