"Aku sayang Ahjussi."
'Hah! Sayang padaku?'
Kapten Sean sejenak membatin, ia sedikit grogi dengan pengakuan perempuan tersebut. Sebenarnya ia tahu jika saat ini Saukilla tengah mengalami gangguan ingatan pada sarafnya. Mungkin bisa saja nanti saat dia sudah sembuh, maka dia takkan pernah mengingat ucapan tersebut.
Atau mungkin bisa saja sebenarnya Saukilla tak pernah menyayangi Capt Sean seperti yang diucapkannya hari ini. Tak ada pilihan lain selain menunggu waktu yang tepat, pekerjaannya sebagai abdi negara memang memakan banyak waktu. Tak ayal jika Kapten Sean begitu sering meninggalkan rumah. Hingga tak sempat ia pun menanyakannya lebih jelasnya asal-usul Saukilla.
"Ahjussi, apakah Kau juga menyayangiku?"
"Kau harus jujur ya, Ahjussi. Ayo katakan?"
Seketika Kapten Sean pun terdiam, pertanyaan itu seperti belati yang menusuk. Membuatnya bingung untuk memberikan jawaban apa. Kapten Sean takut jika suatu saat nanti pada saat ingatkan perempuan itu kembali, ucapan Captain Sean akan terus terngiang.
Ia hanya mengkhawatirkan itu semua. Tetapi, jika ia tak lekas memberikan jawaban maka Saukilla terus menahan Kapten Sean hingga ia tak bisa segera pergi.
Lalu lalang di desa militer tak ramai seperti hari-hari sebelumnya. Sejak tadi Kapten Sean terus melihat ke pintu pagar. Ia takut jika seseorang tiba-tiba masuk dan melihat Saukilla.
"Ahjussi?"
"Halo, Ahjussi, apakah Ahjussi mendengar ucapanku?" Seru Saukilla memecahkan lamunan Kapten Sean.
"Haah?"
Captain Sean pun hanya memberikan anggukan serta tersenyum manis ke arah perempuan tersebut. Setelahnya Saukilla membalas dengan senyuman dan ia pun mendekatkan kepalanya kearah Kapten Sean.
Seperti biasa, ia ingin kepalanya diusap oleh pria dewasa tersebut. Kapten Sean rupanya sudah paham akan kode tersebut dan ia pun kembali mengusap pucuk kepala Saukilla dengan penuh arti.
"Go Ma Sseum Ni Da, Ahjussi."
[Terima kasih, Paman]
Saukilla pun terus berdiri menatap kepergian pria dengan baju loreng kebanggaannya itu. Di tengah dinginnya salju, Captain Sean tetap harus mempertahankan kedamaian serta kedaulatan negara tercintanya. Ia sudah berikrar janji di atas Tuhan yang Agung.
"Hati-hati, Ahjussi." Kata Saukilla seraya melambaikan tangan.
"Sarange, Ahjussi."
****
"Seharusnya kita bisa lebih hati-hati lagi!"
"Apakah pria itu benar-benar sudah mengetahui rencana kita?" tanya seseorang yang kini mengenakan jubah hitamnya.
"Yang jelas memang seperti itu. Kau berhati-hatilah, ia sudah memasang banyak ranjau di sekitar jalur kita. Aku tidak ingin rencana ini gagal hanya karena kecerobohanmu."
"Memang aku ceroboh bagaimana, aku juga melakukan tugas seperti yang kau pinta!"
Kedua sosok berjubah hitam tersebut terus saja memaki rekanya. Entah pembahasan apa yang sedang mereka bicarakan. Reruntuhan salju kian berjatuhan, membasahi jubah hitam mereka. Namun sepertinya itu bukanlah halangan karena yang penting rencana itu berhasil.
Hari masih terlalu pagi, kabut putih membuat penglihatan sedikit terganggu. Area hutan perbatasan susah dijangkau dengan mata telanjang. Kedua pria itu harus terpaksa melibatkan cahaya senter sebagai bantuan.
Mereka masih berdiam diri di bawah pohon besar yang ada di dekat perbatasan. Serta membawa barang-barang. Mungkin, pagi itu masih sekitar pukul lima waktu Korea Selatan. Nyanyian alam tak lagi terdengar, sebab rimba yang sunyi serta dingin yang menusuk pori-pori.
Mungkin, sesekali hanya suara desau angin serta ranting kering yang terinjak oleh mereka berdua. Namum kali ini suara ranting kering bukan dari mereka. Gegas senter pun dimatikan dan mereka merunduk di bawah pohon besar.
"Hei!"
"Itu suara Sersan Dal Mi!" seru salah satunya.
"Bagaimana, kalian sudah mendapatkannya?"
"Sersan Dal Mi, apakah itu kau?"
"Ya, ini aku. Berdirilah, aku tidak memiliki banyak waktu!" kata seseorang yang dipanggil dengan Sersan Dal Mi.
Gegas kedua orang berjubah hitam tersebut menundukkan kepala sebagai tanda hormat kepada atasan mereka. Percakapan rahasia pun terjadi di pagi itu. Tak lama kemudian, Sersan Dal Mi pu mengangguk dan menepuk pundak keduanya.
Sersan Dal Mi pun segera tertawa kemudian ia mengusap jakunnya sendiri dan berkata.
"Kerja bagus."
"Jangan sampai meninggalkan jejak atau pun penciuman. Kau tahu sendiri kan Dia bukanlah pemuda biasa dan satu lagi selepas dari sini segeralah datang ke rumahnya. Cari tahu apakah perempuan itu masih berada di sana. Kalau perempuan tersebut masih ada di sana, segera bahwa dia padaku!" Pinta Sersan Dal Mim Ia pun terus tertawa seolah-olah merasa senang akan keberhasilannya.
Suara capung beserta kicauan burung terdengar sebab hari sudah tampak pagi. Bumantara pun kian tampak cerah, secerah hati Kapten Sean yang baru saja mendapatkan ucapan sayang.
Senter pun mereka matikan, ke empat serdadunya pun belum bersua apalagi Praka Renjana. Mungkin dia masih mengantuk sehingga berjalan pun tampak sedikit sempoyongan.
"Hei! Kau ya! Kau hampir saja mendorongku jatuh ke jurang, Praka Renjana!" seru Pratu Nara Dega. Praka Renjana pun tersenyum.
"Maafkan aku, aku begitu mengantuk."
Selama perjalanan, mereka terus berceloteh. Hingga Kapten Sean pun tiba-tiba berhenti mengangetkan Praka Renjana. Sontak serdadunya pun ikut jua.
"Berhentilah radius satu meter. Di situ ada ranjau, Praka Renjana!" seru Kapten Sean seraya berhenti dengan kaki berbentuk kuda-kuda dan tangan yang menghalangi mereka.
"Astaga! Di mana ranjau. Serahkan saja padaku Kapten Sean! Aku adalah penakluk ranjau tanpa alat tentunya!"
"Kau tidak usah melawak, Praka Renjana. Kalau radius satu meter, berarti ranjau tersebut tepat berada di bawah kakimu, Praka Renjana?"
Ucapan Pratu Nara Dega pun seketika membuat Praka Renjana membulatkan mata dan bibir sempurna. Gaya terkejutnya memang benar-benar khas. Dan kini ia tak bisa bergerak sedikit saja.
Kapten Sean pun tersenyum dalam batin. Mungkin hal itu akan berhasil membuat serdadunya benar-benar terbangun dari tidur tak seperti tadi.
"Kapten Sean! Kenapa kau diam saja! Kenapa kau tidak membantuku menjinakkan ranjau ini?"
"Katamu kau bisa menjinakkan ranjau tanpa bantuan senjata?"
"Ah, kau ini Kapten. Apa yang aku ucapkan itu kan hanya berupa candaan saja. Ayolah bantu aku, nanti akan ku comblangkan kau dengan perempuan itu!"
Tampak jelas wajah Praka Renjana sedikit ketakutan, hal itu pun rupanya berhasil kantuknya hilang sebab kebohongan Kapten Sean.
"Untuk yang lainnya, mari kita lanjutkan jalan. Biarkan Praka Renjana menyelamatkan nyawanya sendiri," ajak Kapten Sean pada ketiga serdadunya.
"Siap Kapten!"
Ke tiganya pun terus berjalan, sesekali tersenyum kepadanya Kapt Sean. Tampaknya Kapt Sean sudah memberi kode bahwa itu hanya sebuah jebakan untuk Praka Renjana saja. Merasa ditinggalkan oleh teman-temannya, Praka Renjana pun berteriak memanggil.
"Kapten Sean! Kau tak bisa seperti ini padaku, Kapten!"
"Hei! teman-teman! Aku ini adalah kepala prajurit di tim bratayuda! Aku nanti bisa menghukum kalian jika menentang perintah atasan!"
Ucapan Praka Renjana justru membuat mereka berempat tertawa hingga membuat Praka Renjana curiga. Dia mulai melangkahkan kaki pelan, tapi justru tak ada ledakan hingga ia kembali menginjak tempat yang kata Kapten Sean terdapat ranjau.
"Wah! Sepertinya Kapten Sean hanya menjebakku saja. Ini bahkan tidak ada ranjang sama sekali, astaga ini kan daerah kawasan aman mana mungkin terdapat ranjau!" kata Praka Renjana seorang diri, kemudian Praka Renjana pun bergegas berlari menyusul mereka.
"Hei! Kalian kenapa harus berbohong!"
*****
Hari ini seperti yang dikatakan oleh David saat di pertemuan sore itu. Team elit dari Belanda sudah datang. Pagi itu pencarian Nora Saukilla Ekualen pun dilaksanakan oleh team SAR serta gabungan dari team elit Belanda.
"Saya minta kepada kalian untuk menjelajahi tempat terjatuhnya pesawat. Kemudian, masuk selangkah lagi ke perbatasan Korea Selatan. Untuk beberapa barang barang yang dikenakan calon istri saya adalah sebagai berikut." Kata David seraya memperlihatkan beberapa barang-barang yang waktu itu digunakan oleh Saukilla.
Dari mulai jas musim dingin, tas limited edition, serta beberapa barang lainnya. Pencarian dibantu menggunakan drone tipe terbaik serta anjing pelacak yang sudah terlatih.
"Serahkan semuanya pada kami Tuan Dev. Kami akan segera menemukan calon istri Anda."
Kemudian, pria yang merupakan kepala dari tim elit pencarian asal Belanda pun berkata. Kali ini kata-katanya mampu menyesakkan relung hati David.
"Tuan David, hilangnya Nona Saukilla sudah cukup lama. Jika pun ia tersesat di hutan belantara, tentu ia takkan bernyawa lagi. Dan jika pun ia sudah hancur bersama puing-puing pesawat, maka jasad tubuh Nona Saukilla tak akan bisa terjangkau lagi," ucapnya.
David pun tersenyum getir, matanya mulai memerah berkaca-kaca. Ia sudah memikirkan semua itu lebih awal. Memang harapan terbesarnya adalah calon istri David masih hidup dan mampu ditemukan. Tetapi mengingat hari yang berlalu sudah begitu lama rasanya memang tak mungkin.
Namun David kembali ingat jika Tuhan Yesus berkehendak, maka tak mungkin tidak Jika istrinya masih hidup dan entah dia berada di mana.
David pun mengangguk. "Entah dalam keadaan hidup atau mati, tolong temukan calon istri saya. Saya tahu kalian merupakan pasukan elit yang sudah terbukti kecanggihannya di seluruh mancanegara terutama negara kita, Belanda."
"Baik Tuan Dev. Kami akan berusaha semaksimal mungkin. Berdoalah kepada Tuhan Yesusmu agar Nona Saukilla bisa ditemukan dalam keadaan selamat dan baik-baik saja."
Merry yang kini berada di samping David pun menyadari kesedihan pria itu. Gegas ia sendiri pun mengucap pundak David dengan arti yang lain. Itu bukan artian sahabat. Entah apa yang ada dipikirannya, meski pun Merry sudah memiliki kekasih di negeri gingseng sana Namun, hal itu tak membuatnya bahagia.
"Sabar ya, Dev. Kita serahkan saja semuanya pada Tuhan Yesus."
"Ya, Merr. Doakan ya semoga Saukilla bisa ditemukan dalam keadaan sehat dan selamat."
"Aku selalu mendoakan dia, karena Killa adalah sahabatku."
Hari itu kemudian David dan Merry pun memutuskan untuk pergi mendaki. Itu adalah usul Merry yang disetujui oleh David. Tak ada teman yang lain, hanya mereka berdua saja yang akan menuju puncak Rinjani.
"Serius nih kita akan berangkat berdua?" tanya David seraya mereka terus berjalan menuju mobil di depan.
"Kenapa, kamu tidak sanggup?"
"Bukannya tidak sanggup. Tapi, ah baiklah kita berdua saja."
"Ok!" sanggah Merry.
Kemudian mereka bergegas pergi menuju Nusa Tenggara Barat. Negeri dengan seribu menara yang memiliki keindahan mempesona yang terkenal hingga mancanegara. Beberapa perbekalan sudah bersemayam di dalam carrier. Merry dan David memutuskan untuk mendaki Gunung Rinjani melalui jalur selatan.
Siang itu sekitar pukul jam sebelas, David dan Meery tiba di dusun Jati, Desa Timbanuh Kabupaten Lombok Timur. Pemandangan di sana begitu asri, gunung-gunung menjulang tinggi serta keramahan warga lokalnya.
"Merr, kita ke pos registrasi TNGR ( Taman Nasional Gunung Rinjani ) dulu ya untuk mengurus simaksi."
"Ya, Dev. Baiklah mari."
Alam Rinjani memang begitu indah, setiap jalur memiliki daya tarik tersendiri bak magnet yang mampu menghipnotis netra para pendaki. Di samping itu, tak lupa juga cerita mistis yang menyelimuti. Sudah begitu banyak cerita mistis serta mitos yang berkembang di masyarakat, namun bagi David dan Merry itu hanyalah perhiasan Rinjani yang membuat gunung tersebut kian menawan.
"Yakin nih kita berdua?"
"Ya aku sih yakin," ujar David.
"Kalau begitu mari kita berangkat."
Merry pun terkejut saat tangannya tiba-tiba digandeng oleh David. Ia hanya melihat dan membatin namun pria itu justru hanya membalas dengan senyuman. Ingin rasanya Merry bertanya kenapa tangannya harus digenggam seperti itu.
'Kenapa David menggenggam tanganku?' Batin Merry bertanya, ada rasa ingin melepaskan namun terlalu sayang.
"Sini tanganmu, biar kugandeng. Medan Rinjani kan lagi licin-licinnya pas hujan."
_ bersambung _
Jangan lupa untuk review dan tambahkan ke perpustakaan kalian ya