webnovel

Marriage in lost Memories

Hidup ku seperti potongan puzzle Banyak nama yang aku hapus dalam memori ku, otak ku menolak mereka yang pernah menyakiti ku dan sekarang mereka muncul satu persatu. Salah satunya adalah Devan-suami ku! Suami dalam pernikahan berlatar bisnis ini. Dan dia-J juga kembali dari koma mencoba membawa ku kembali dalam kehidupan nya! Saat kenangan itu kembali bisakah aku menerima mereka kembali.

Daoist253276 · Historia
Sin suficientes valoraciones
74 Chs

Enam Puluh Satu

Pov Alena.

Concealer ini kutebalkan di lingkaran mata. Gara gara suara suara tadi malam membuat ku tidak bisa tidur dan sialan nya aku malah menangis. Menangis hal yang harus nya tak aku tangisi.

Tapi tetap saja air mata ku tak kering kering.

Dan malah jadi bengkak begini. Apa jadinya kalau Devan melihat mata ku bengkak.

Andai aku ada alasan membolos kerja hari ini. Pasti sudah aku lakukan. Sial nya aku 1 atap dengan nya dan tak mungkin bisa menghindar.

"Tok..tok.."

Kulihat Marissa yang menggendong Adela membukakan pintu disana ada Hilda muncul di balik pintu.

" Maaf Nona, tuan sudah nunggu" Kata Hilda bisa ku tebak. Aku memang agak terlambat biasanya aku sudah keluar 10 menit yang lalu untuk segera berangkat kerja. Tapi karena harus meredamkan bengkak dimata kompresan es harus lama dulu.

" Ya Hil. Sebentar lagi" Sahut ku pelan. Dan kembali melihat hasil kamuflase dari alat make up ini dan segera mempercepat membenah riasan ku agar lebih cepat selesai.

" Marissa. Apakah mata ku sudah tidak bengkak? Tanya ku merasa ragu.

" Udah berkurang Nona" Sahut Marissa membuat ku lega.

Aku pun segera membereskan make up dan  mengambil tas kerja.

" Sayang. Mommy berangkat dulu! Tunggu Momny punya rencana ya  kita akan kabur dari sini" Bisik ku pada Adela yang malah langsung berteriak Oo dan tertawa tawa.

Kucium pipi gendut itu. Ia makin terkikik geli.

" Tolong jaga Adela dan Jeremy ya Marissa" Pesan ku tak pernah lupa sebelum meninggalkan anak anak disana.

Marissa mengangguk sambil tersenyum.

" Oh ya.. Kamu jangan terlalu bawa Adela dekat-dekat Alea ya! Jangan keluar kamar! Okey"

Pesan tambahan hari ini buat Marissa. Aku tak mau Adela di sentuh Alea.

Marissa mengangguk lagi dan mengulum senyum.

Aku segera keluar dari kamar.

Dan di luar aku malah melihat asusila mata lainnya.

Devan mencium pucuk kepala Alea.

Aku langsung memalingkan wajah. Apakah perlu mereka Cium-ciuman pas aku keluar kamar???

Alea langsung menyikutnya. Seakan kepergok oleh ku.

" Ingat makan nya jangan sembarangan lagi jangan makan yang pedas dan Aku akan menghubungi mu 1 jam sekali okey "

Itu kata Devan pada kekasih nya. Rasanya perut ku tak hanya mual tapi mules. Apakah dia korban  Bucin?? Ohh!!

Ku seperti melihat remaja yang masih terong-terongan disana dan ini kenapa juga pagi pagi begini sudah pengap. Apakah disini sudah musim panas??

Aku merasa tiba tiba aku berkeringat tapi sebisa mungkin aku bersikap tenang.

Aku sudah menetapkan kalau membuka mata lebar lebar tentang aku dan Devan. Menghentikan rasa yang timbul dan membuang semua harapan yang muncul.

Ku angkat dagu ku aku harus melihat nya dengan jelas agar hati ku lebih terbuka.

Kulihat senyum Devan disana untuk Alea.

Sentuhan tangan nya untuk Alea dan hatinya sudah untuk Alea. Tak ada sisa untuk Alena. Kasihan banged elo Alena.. !!

" Kamu sudah siap? " Tanya Devan menoleh kearah ku.

Aku tersenyum dan mengangguk.

" Kami pergi Alea" Kata ku menunduk dan memberinya senyum yang sebenarnya tak ikhlas.

Aku tak melihat apa balasan Alea. Aku segera mengikuti Devan. Ingin benar aku tendang bokong pria ini biar terjerambab dan mengenai kotoran kuda!! Tapi itu hanya pengandaian.

Sepanjang jalan aku hanya mehabiskan mata ku keluar jendela.

" Eheem"

" Alena.. Apa jadwal ku hari ini?"

Aku segera menoleh dan membuka ponsel ku.

Membacakan jadwal boss besar tanpa ada ketinggalan.

" Ah. Setiap 1 jam tolong ingat kan aku untuk menghubungi Alea. Siapa tau aku lupa"

Aku mengangguk dan memberi catatan di memo ku.

Mengetik perkataan nya barusan. Mengulang pesan nya disana. Dan ini lagi lagi memberikan rasa sakit yang tak terkira, jariku sampai nengetik tuts layar dengan dalam-dalam.

" Oh. Kenapa hari ini kamu terlihat lesu begitu? Apakah ada yang sakit??"

" Kenapa dia banyak omong sih pagi ini" Geram ku rasanya ingin menjejal mulut nya dengan ponsel ini.

" Kurang tidur tuan. Tadi malam ada tikus di atas dan berisik sekali! " Jawab ku dengan nada menekan kata tikus.

" Tikus?? Apakah ada tikus dirumah??" Devan tampak terkejut.

" Ya mungkin anda tidak dengar karena lagi asik main kuda-kudaan"

" Apa? Aku ga dengar!"

" Bukan apa apa" Jawab ku berkilah.  Rasanya ingin sekali cepat sampai kantor.

Dan benar saja. Setiap 1 jam sekali aku masuk ke ruangan nya untuk mengingatkan kalau ia harus menelepon kekasih nya sekedar menanyakan kegiatan wanita itu. Dan tak segan segan Devan menghubungi nya di hadapan ku.

Aku seperti patung ngenes di sana.

Baru saja beberapa hari yang lalu aku kegirangan ia masih peduli dengan ku.

Pergi ke pesta topeng dan mengajak ku berdansa.

Tapi tadi malam seolah rasa bahagia ku itu hanya lah semu semata. Dan menampar telak di wajah ku.

Dia tak mungkin masih mencintai ku. Rasa cinta nya jelas lebih besar pada Alea. Apalagi kalau mereka sudah melakukan hubungan lebih intim itu sudah jelas aku dan Devan tak akan pernah bersama.

Ckck bersama! Bahkan aku sempat mengharapkan lagi kata itu.

Sore ini aku menunggu pertemuan Devan selesai disebuah hotel yang langsung menghadap ke pantai. Devan hanya di temani Clara setelah tugas ku selesai. Dan kali ini aku melihat Bule-bule di pesisir pantai yang sedang bermain voli pantai dan ada juga yang sambil rebahan di sana. Pantai itu sudah tak terlalu ramai menjelang sore begini. Aku mulai jenuh dan melihat kelain arah.

Pertemuan mereka ada di dalam ruangan yang hanya di dindingi kaca transparan  dari sini pun aku bisa melihat bagaimana Devan sedang menjabarkan sesuatu disana. Tangan dan mulut nya bergerak dengan profesional Gaya bahasa tubuh nya membuat para tamu disana tampak terkesan. Yang aku tahu pria itu punya IQ tinggi, sebagaimana ia bisa menciptakan perangkat lunak yang mampu punya ranking tinggi di dunia komputer dan internet dan mampu mengendalikan perkembangan pasar bisnis yang cukup berpengaruh di dunia saat ini. Itu sangat mengagumkan.

Aku akui aku jadi fans nya dalam meagungkan ia sebagai pengusaha dengan karir paling berpengaruh di dunia untum masa sekarang.

Dan ini mata ku seperti lagi-lagi tersihir dengan gerak tubuh Devan disana. Mata nya, tangan nya dan tubuh nya lagi lagi menggeser pertahanan yang pagi tadi aku buat. Kenapa aku masih saja mengagumi nya. Padahal jelas sudah pria itu untuk Alea dan tentu sudah membuat ku sakit hati.

Dan mataku mampu bertahan berlama lama hanya untuk melihat nya disana. Mengagumi diam diam. Hingga setengah jam kemudian mereka tampak selesai. Aku segera beranjak dari sana dan kemudian ada anak anak berlari dengan kaki telanjang. Mereka tampak habis dari pantai dengan air dan pasir terlihat di sebagian punggung mereka. Aku tak memperhatikan lantai bekas anak anak lari. Dan terus melangkah hingga kemudian sepatu ini menginjak bekas genangan air.

Kemudian seperti berjalan diatas minyak yng licin sepatu ku lari lari disana sebelum akhirnya mendarat di lantai yang dingin. Parah nya aku terjatuh didepan Atasan ku beserta para tamu lainnya.

Oh malunya aku pasti Aku akan dapat omelan kali ini.

Pantat ini sudah tejatuh kemaren sekarang juga mencium lantai.

Rasanya hari hari ku benar benar terkutuk saja.

Aku meringis dengan menyedihkan andai ada pintu kemana saja agar bisa menghilang dari sini dengan cepat.

Tapi kemudian sebuah tangan muncul di depan ku. Lengan pria yang berbalut kemeja jas nya. Dan bisa kulihat ada bekas luka bakar di sana mengintip.

Ayolah Alena. Ini pasti mimpi lagi dan apa yang kamu harapkan.

Aku merasa mulai delusi lagi.

" Bisa bangun?"

Suara baritton ini terdengar nyata. Aku kembali menengok ke atas dan didepan ini Devan yang benaran mengulurkan tangan. Ya itu tadi tangan dia?

" Apa aku mimpi lagi?" Tanya ku meracau.

Tiba tiba Devan maju dan tau tau ia menyelusupkan tangan di bawah kaki ku dan menumpu tangan di pinggangku. Aku pun terangkat sampai nafas ku tertahan. Okey Alena jangan melakukan apa apa. Bisa saja ini mimpi lagi da aku malah terbangun dalam keadaan mabuk.

Kemudian aku diletakkan di salah satu kursi disana. Mataku menangkap senyuman dari Clara atau tim perusahaan dan tamu disana yang tampak terkesan.

Jadi ini nyata? Mata ku melebar tidak percaya.

Oh..

Baru kulihat kearah Devan  dengan senyum lebar yang tak bisa aku kontrol.

" Apa kamu baik baik saja? " Tanya nya seperti tawaran ingin mengajak balikan saja. Aku begitu senang dan seperti sedang menari nari di atas awan.

" Aku mau" Sahut ku dengan mata berbinar.

" Alena!" Suara nya sedikit meninggi. Baru aku terjun lagi ke dunia nyata

" Mau apa? Alena!!"

" Aaah iya sir. Terima kasih - terimakasih" Kata ku berulang ulang dan menunduk malu tapi diam diam mengulum senyum.

" Harus lebih hati-hati lagi' ucap nya berbisik lalu berlalu disana  aku sampai mematung dulu sampai benar benar kembali tersadar. Bisikan nafas nya tadi seperti masuk kedalan jiwa ku. Menetap sepenuh iwa.

Ya ampun..Alena!

*

Dalam 3 hari ini aku sengaja membuatkan kopi yang tak sesuai keinginan.

Aku menunggu ia minum kopi yang aku buat. Aku bisa melihat nya menyeruput dengan bibir sexy nya itu

Lalu ia meletakkan  ke samping dan mendorong pelan cangkir itu.

" Bikin lagi" Suara nya baritton yang berat dan aku menyukai nya.

Aku segera mengangguk dan membawa cangkir kopi itu dan membuatkan nya yang baru. Belum sesuai selera nya.

Aku mengulangi hal diatas dan hanya ingin melihat cara nya minum kopi itu. Menurut ku itu sangat seksi dan aku senang saja.

" Bikin lagi"

Ia kembali mendorong cangkir berisi kopi

" Baik.

Dengan senyum lebar aku segera menarik lagi cangkir kopi itu dan segera membikinkan yang baru. Sampai ketiga kali saja. Kalau keseringan yang ada ia akan melempari ku dengan cangkir itu.

Dan aku melakukan nya 3 hari berturut turut. Ini hal gila yang aku lakukan. Aku sengaja melakukan nya hanya untuk melihat nya menyeruput kopi! Ohh.. Aku sudah tidak waras.

Ini lebih gila dari pada seorang remaja yang baru jatuh cinta.

Tapi aku menikmati alur nya.

Menyukai secara diam diam seperti ini sungguh memalukan tapi juga membahagiakan. Hanya saja kalau kembali ke rumah aku harus menahan luka saat ia tak malu malu berintetaksi mesra dengan Alea di depan ku. Tapi lagi lagi aku tetap mencuri pandang diam diam meski merasa tersakiti. Ini kali ya yang nama nya cinta tak ada logika.

Brasa mau nyanyi lagu nya Agnes Monica itu sambil jingkrak jingjrak.

Dan aku cukup merdeka setelah hari ke-4 Alea, penggangu itu pulang juga.

Aku bisa diam diam memperhatikan nya 24 jam non stop.

" Kami bisa bantu gendong Adela?" Pinta ku sengaja datang ke kamar nya.

Devan tampak kaget dan segera turun dari ranjang nya.

Ia mengambil alih Adela dan aku membalut bayi gempal ku dengan lengan seksi nya. Aku diam sesaat melihat interaksi bapak-anak ini baru kemudian aku tinggal dan mengambil Adela kembali  itu pun aku ulur ulur agar bisa curi pandang dengan Devan meski ia tidak pernah sadar, aku melakukan nya dengan profesional menggunakan topeng wajah datar dan cuek. Padahal hati pecicilan mirip cabe-cabean.

Dan pagi hari aku sengaja memasak. Aku memasakan lauk untuk nya. Walau tidak tau ia akan mengenali atau tidak. Itu tak penting yang penting ia bisa makan masakan ku.

" Hilda aku suka masakan mu pagi ini" Kata Devan pada wanita paruh baya yang kebetulan melintas didapur.

Hilda melihat kearah ku aku langsung melototinya, memberi sinyal kalau ini rahasia.

" Iya tuan. Terimakasih " Kata Hilda pura pura tersipu.

Devan kembali melanjutkan sarapan nya  sampai nambah dan habis tak bersisa,m elihat itu aku jadi sangat senang.

" Tapi agak asin" Kata Devan kemudian setelah sukses membuat ku terbang keatas langsung tengkurep ke bawah.

*

Saat makan siang di sebuah pusat perbelanjaan. Devan kembali mengajak ku keliling-keliling.

Dan kali ini aku tak mengeluh saat ia memberikan semua balanjaan nya yang lumayan banyak.

" Apa kamu kuat?" Tanya nya melihat ku dengan paper bag yang menggantung di tangan.

" Ya kuat, sir" Sahut ku. Devan segera berbalik dan aku kembali mengikuti nya. Melihat punggung nya yang lama lama belanjaan nya memutup pandangan mata ku.

Aku merasa kaki ku juga agak lemas. Hingga akhir nya tak sengaja aku terhuyung dan semua paper bag itu berjatuhan bebas.

" Apa yang kamu lakukan"

Suara itu membuat ku langsung bangun dan memunguti paper bag disana.

" Maaf saya tidak sengaja" Sahut ku sambil terus mengambil satu satu paper bag. Hingga 1 paper bag dilantai beralih ketangan yang lain.

" Katakan kalau kamu ga kuat! Jangan sok kuat" Ucap nya disana lalu mengambil semua paper bag di tangan ku.

Bisa kulihat ia tampak kesal dan membawa pergi semua belanjaan dengan tangan nya.

Kadang kalau dia bersikap seperti itu seolah memberi harapan. Ya harapan palsu.

Hari berlalu begitu saja. Aku masih menyampingkan hati yang terluka setiap kali melihat Devan dan Alea tampak bertemu. Dan aku masih melakukan kegilaan dengan cara menyukai nya diam diam.

Tapi kadang aku bingung. Devan juga kadang terang terangan memperlakukan ku manis. Walau rasanya mungkin itu aku saja yang Geer seperti malam ini. Aku diminta menemai nya ke pesta kolega nya.

Ia mengarak ku seperti aku ini pasangan nya. Menggandeng tangan ku dan melingkarkan tangan seenak jidat dipinggang aku. Jujur aku menikmati nya dan merasa di atas angin walau makin kesini aku sadar ini hanya kebahagian palsu.

" Dev...

Tangan nya aku lepas dari pinggang ku.

" Oh sorry Alena.. Aku terbiasa seperti ini pada Alea! Tadi sebelum nya ia menyanggupi pergi dengan ku tapi tiba-tiba dia ada orderan yang harus rampung ini malam"

Aku tersenyum getir mendengar nya dan termenung sebentar. " Terbiasa ini pada Alea dan berpikir aku Alea? Good jobs Dev! Kamu berhasil membuat ku merasakan apa yang namanya sudah mati malah di potong potong.

" Aku ke toilet sebentar" Ijin ku segera berlalu dari sana.

Aku bukan ke toilet tapi ke beranda. Menatap bintang di atas sana yang tampak cantik sekira nya air mata ku tidak turun ke bawah. Tapi tetap saja hati ini perih. Rasanya aku malas masuk kedalam takut ia akan kembali memperlakukan ku sebagai Alea lagi. Aku pun merasa betak lama lama disana.

Tapi kemudian aku panik melihat Devan mengarah ke baranda. Tadi aku bilang aku ke toilet, aku takut ketahuan berbohong padanya. Aku harus mencari alasan.

Dengan cepat aku mengambil ponsel dan meletakkan nya di kuping.

" Oh ya Max! Lukisan mu keren sekali. Baiklah.. Nanti aku akan berpose dan kamu lukis aku! Dimana. Aaah benarkah..." Aku tertawa palsu. Entah kenapa malah menyeret nama Max karena hany nama itu yang tiba-tiba muncul.

Kulihat aura Devan ada di belakang ku dan aku makin gila berpura-pura disini.

Aku tertawa tawa seperti sedang kesenangan berbicara dengan Max.

" Lomba pacuan kuda! Oh boleh. Tentu ku tak sibuk.. Dengan senang hati Max..., okee bye.."

Aku segera menyembunyikan ponsel saat Devan ada disebelah ku.

" Oh. Sorry. Tadi ada telepon jadi aku keluar" Kata ku menerangkan kenapa aku ada disana. Dan sekarang aku nyengir seperti kuda sungguhan saat melihat kearah Devan yang diam saja mehadap kearah ku seperti seorang pengamat.

Dan ini membuat ku grogi.

Tapi kemudian dagu ku di jepitnya dengan jari.

Tanpa ba bi bu. Devan malah mencium ku di bibir. Aku sampai tak bisa menarik nafas, kurasakan ia mencium ku sangat dalam.

Ini nyata kan...

Kurasakan bagaimana bibir nya mengecap bibir ku antusias!

Tapi kemudian bisa kurasakan rasa pahit dari Bir di mulut ku. Tentu bukan aku. Tapi Devan.

Dia minum? Apa dia mabuk???

F*ck!!

Aku mengurai ciuman nya.

" Kamu mabuk? " Aku melotot tajam padanya. Ia terkantuk dan dagunya jatuh di pundak ku. Beruntung aku sigap kalau tidak kami akan jatuh dari lantai 2 ini.

Tuh kan dia mabuk.

Rasanya kesal lagi lagi ia memberiku harapan palsu.

Aku membawa Devan masuk mobil. Dan Rudy segera membantu ku memasukan tubuh besar itu ke pintu belakang.

Aku pun segera mengitari mobil dan masuk di pintu depan.

" Nyonya.. sebaiknya temani Tuan" Aku kaget dengan suara Rudy yang melengking, sampai kuping ini mendenging. Harus ia berteriak seperti itu??

Rudy mendesis seolah sadar ia baru meneriaki ku. " Maaf Nyonya. Tuan mudah sekali mabuk kalau keminum Bir dan dia bisa bertindak aneh! Eem dia perlu di temani disamping agar bisa tenang" Ucap nya kembali sopan bahkan kalimat akhir seperti penekanan yang tajam.

Aku mencerna baik baik kata-kata Rudy yang rada janggal ini. Setahu ku Devan tidak pernah mengamuk kalau minum, yaaa walau yang pernah aku lihat ia cuman wine saja sewaktu di Singapore dulu. Dan tidak mabuk sekali. Tapi bukan nya itu sama aama alkohol??

Kulihat ke belakang disana Devan mulai menaikkan  tangan nya dengan kepala jatuh di bangku.

Kyaaaaa....kamuuuu ayaaam botaaak

Iya mulai berteriak. Aku syok dan melotot pada Rudy seolah membenarkan apa yang disampaian pria itu barusan.

" Kamu saja! Biar aku yang nyetir" Dalih ku sebenar nya enggan juga mencari kesempatan pada Devan.

Rudy mendelik dan menggeleng, " Nyonya saja"

" Dia bisa menindih saya Nyonya! Kalau Boss ingat saya akan Dikutili" Ujar nya lagi membuat ku jadi ngeri juga membayangkan dua pria malah tindih-tindihan.

" Di di tindihi.. Bagaimana maksud kam- eh.. Klimis.. Kenapa kamu..

Aku syok saat ia membuka pintu ku dan malah mendorong ku keluar lalu pintu itu tertutup. Beruntung aku bisa menyeimbangkan diri kalau tidak aku terjungkal dan mencium bumi.

Aku kesal dengan ulah Rudy.

Jadi dia mulai berani dengan ku sekarang. Apa karena aku bukan istri boss nya lagi ia main dorong dan usir begini.

Aku mengumpat disana sambil mengacungkan jari tengah pada Rudy.

Tapi tau tau salju turun. Pundak ku terbuka. Saat salju jatuh disana rasanya dingin. Angin juga berhembus kencang.

Wusssssss...

Tekuk ku sampai menggigil.

Saat ku tarik pintu depan. Sudh terkunci.

Kulihat Rudy disana menangkupkan kedua tangan nya seperti memohon.

Ya sudah.. Lah.

Dengan cepat aku membuka pintu belakang dan mendorong Devan yang terkantuk disana hingga menempel di kaca mobil.

Tau tau mobil ini sudah berjalan dengan cepat nyaris aku melorot kebawah. Tapi bukan aku yang melorot tapi Devan. Ia melorot di paha ku dan menganggap paha ku kasur empuk mungkin.

Devan menggeliat disana membuat ku tidak nyaman alias geli. Tapi kemudian ia tampak tenang aku pun ikut lega. Namun beberapa detik kemudian ia berteriak dengan tangan kembali ke atas. Membuat ku nyaris melompat kaget. Tangan itu kemudian memeluk pinggang ku dan mencium cium perut ku. Aku syok dan mematung disana. Mencoba melepaskan nya juga tak bisa. Kukungan nya kuat sekali.

Kulihat Rudy tampak meringis di spion. Mungkin ini maksud nya. Pasti jijik sekali kalau yang dipeluk peluk dan dicium-cium Devan adalah Rudy.

Mau tak mau aku membiarkan pria mabuk ini menciumi perut ku dan meremas remas pinggang ku. Membuat ku gelisah.

Tapi aku bepikir boleh kah aku menikmati nya.

Ku gapai rambut hitam nya diudara ingin sekali ku usap usap kulit kepala nya dan mencium aroma khas nya yang terasa candu ini.

Tapi dia mabuk kan. Dia tidak ingat kalau aku macam macam dengan nya.

Aku terkekeh. Kuberanikan jari ku menyusup di rambutnya. Meuleni nya seperti bayi. Tapi hal tak terduga terjadi. Aku bahkan tidak bisa menghalau nya. Karena tiba-tiba Devan kembali menyerang ku.  Mengurung ku di sisi mobil nafas nya sangat memburu kedua tangan besar nya menarik tekuk ku dan kembali mencium ku dengan brutal disana. Beruntung lampu disana tidak nyala kalau tidak aku tidak tau bagaimana Rudy harus menonton kami dibalik spion sana. Dia pasti akan menertawakan ku.