webnovel

1.

Dalam kehidupan ini, manusia tumbuh dan berkembang dalam lingkungan-lingkungan yang telah terbentuk berdasarkan standar. Tidak ada tempat bagi mereka yang tidak memenuhi standar. Selama hidup memasuki standar, segalanya menjadi sedikit mudah. Entah itu berteman, nilai sekolah, pekerjaan, hingga hubungan asmara. Sementara bagi mereka yang tidak memenuhi standar, akan tergeser pada jurang paling bawah, rendah, terkucilkan. Seolah tiap-tiap tatapannya mengatakan "Kamu bukan siapa-siapa!"

Sementara setiap orang yang memenuhi standar terus merangkak naik, orang-orang yang jauh dari standar yang dibuat masyarakat, pelan-pelan merangkak. Beberapa berhasil menyusul, beberapanya lagi terseok, dan sisanya bahkan tidak dapat bergeser sedikitpun walau ingin. Mereka bukan tidak berjuang, tetapi sejak awal tidak menemukan rekan yang mau saling mendukung dan berakhir menyedihkan.

Pristiwa Ayu Sekala, 16 tahun 11 bulan 15 hari, kelas 3 Sekolah Menengah Akhir. Keluarganya berantakan. Ayahnya masuk penjara karna tertangkap sebagai bandar narkoba ketika dia duduk di bangku kelas 3 SMP sementara ibunya kabur dengan lelaki lain seminggu setelah melahirkannya.

Sejak kecil, Pris terbiasa bekerja sepulang sekolah, semata-mata karna tidak tahan akan laparnya perut yang meronta-ronta di tengah terik matahari yang mencekap. Pris kecil terbiasa menyemir sepatu, mencuci piring atau bahkan membantu membawa barang belanjaan di pasar demi selembar dua lembar uang seribu rupiah.

Siapa yang bilang anak tunggal hidupnya menyenangkan? Berlimpah kasih sayang orang tua karna jadi satu-satunya pusat perhatian. Itu bukan ceritanya, itu kisah orang lain. Pris sering bertanya-tanya, akan seperti apa hidupnya seandainya ia terlahir dari orang tua yang berbeda? Bisakah ia menikmati seplastik es teh tanpa berpikir sebungkus mie lebih mengenyangkan perutnya di malam hari. Seperti apa seandainya Ibu yang tak ia kenal melahirkan seorang saudara untuknya? Bisakah ia menjadikan saudaranya tempat bergantung satu sama lain alih-alih dirinya terpuruk meringkuk di petak kecil kamar kos yang atapnya mulai jabuk termakan rembesan air hujan.

Getir untuk berandai-andai, tidak ada kehidupan seperti itu untuknya. Alih-alih memiliki orang tua lengkap, saudara sekandung dan hidup yang berkecukupan, takdir membawanya pada gelap kehidupan ibukota yang mengerikan bagi anak kecil sepertinya kala itu. Meski telah bertahun-tahun menjalani, Pris masih tidak terbiasa. Ketika tubuhnya beranjak remaja dan jaman semakin berkembang, orang-orang tidak lagi membutuhkan jasa semir sepatunya. Pun sebagai pembawa belanjaan di pasar. Yang menjadi harapannya hanya bekerja dari satu warung ke warung yang lain sebagai pencuci piring atau penjaga stand makanan. Seperti itulah kehidupan yang di jalaninya. Standar masyarakat? Persetan. Cukup bagus bahwa ia tidak kelaparan dan kepanasan. Tidak ada waktu untuk memikirkan standar yang ada di masyarakat.

*****

21 Juni 2022, H-3 Hari Pengumuman SBMPTN

Pris membuka pintu kosnya. Menarug tas pada sembarang tempat dan lekas merebahkan tubuhnya pada kasur yang kelewat tipis. Ia baru saja pulang bekerja sebagai pencuci piring. Hampir saja matanya terpejam ketika sayup-sayup ponselnya berdering. Sebuah notifikasi dari ibu kos perihal uang kos yang menunggak dua bulan dan harus ia lunasi bulan depan sekaligus. Pris menghela nafas, beranjak bangun untuk duduk menyandar pada tembok kamar yang mulai retak-retak.

Sebetulnya bisa menempati kos ini termasuk beruntung, pasalnya, biaya kos perbulan disini termasuk murah, hanya 400 perbulan termasuk air dan listrik. Hanya saja, uang 400 ribu bagi seorang pelajar sepertinya tentu sangatlah besar. Disamping biaya sekolah yang harus dia persiapkan, ada pula beberapa hutang yang dimiliki ayahnya. Gaji sebagai pekerja paruh waktu di warung makan sederhana tentulah kurang.

Meski begitu, dengan gurat letih diwajahnya, Pris membalas pesan ibu kos, meminta maaf dan berjanji akan segera melunasinya meski ia sendiri belum yakin akan menemukan uang tersebut dari mana. Berbekal tekad dan rasa percaya dirinya, Pris mengirim pesan tersebut kemudian memutuskan pergi mengganti pakaian. Dia tidak bisa pergi mandi karna air di kos di nyalakan hanya pagi hari saja untuk mengisi bak.

Rumah kos tersebut tidak banyak penghuninya. hanya ia, seorang istri yang suaminya bekerja dinas diluar kota, serta seorang mahasiswa yang lebih sering tinggal dirumahnya ketimbang menginap di kos dan penjaga kos yang kamarnya terletak di sudut dekat dapur.

Hari ini sungguh melelahkan, Pris pikir, jika saja ia bisa mandi rasanya akan lebih baik, tapi keramas saja juga tidak buruk, jadi meski malam terus merangkak naik, Pris masih berjibaku dengan setumpuk buku persiapan kuliah. Ia telah mengikuti ujian SBMPTN yang hasilnya akan keluar tiga hari dari sekarang. Pris memilih jurusan dengan biaya pengeluaran paling minim. Ia tahu seharusnya ia tidak memaksakan diri berkuliah karna yang ia miliki hanya dirinya. Akan tetapi Pris ingin merubah hidupnya, merubah takdir dan masa depannya ke arah yang lebih baik. Jadi, tepat pukul 12.15 WIB, Pris menutup buku tebal miliknya dan bersiap tidur.

*****

22 Juni 2022, H-2 Hari Pengumuman SBMPTN

Karna ujian telah selesai dilaksanakan, sekolah meliburkan siswa siswi kelas tiga. Pris mengambil kesempatan ini untuk lebih banyak bekerja dari hari-hari sebelumnya. Seperti hari ini, ia bekerja di salah satu laundry sebagai kasir sekaligus kurir. Pemilik laundry telah menitipkan daftar pakaian yang harus ia antar ke tujuan sehingga sejak selesai jam makan siang, Pris sudah berkeliling mengantarkan pakaian pelanggan.

Sayangnya, pada lampu merah perempatan, razia berlangsung. Pris tidak dapat merubah arah sebaliknya hingga berakhir mendapat surat tilang dan polisi menelpon pemilik laundry sebab motor yang dikendarai Pris adalah milik laundry. Hari itu juga, Pris dipecat tanpa diberi gaji dari 14 hari masa kerja yang telah ia jalani. Pemilik berdalih bahwa gaji yang seharusnya ia bayarkan telah dia berikan pada polisi untuk membayar tilang. Pemilik juga mengatakan itu adalah salahnya karna tidak berhati-hati sehingga terjebak dalam razia. Pris tidak dapat berdebat dan memutuskan pergi ke tempat ia bekerja selanjutnya. Kepalanya memutar otak untuk mencari pekerjaan tambahan lain mengingat pesan dari ibu kos semalam.

*****

23 Juni 2023, Hari Pengumuman SBMPTN

Hari pertamanya bekerja di caffe kecil yang menjual makanan ringan dan minuman berkafein, Pris telah menciptakan keributan kecil karena seorang pelanggan yang mengatakan bahwa pesanannya tidak sesuai. Untungnya, hal itu berakhir dengan tenang setelah manajer caffe turun tangan.

Pukul 3 sore , satu jam sebelum jam kerjanya selesai, Pris membuka web pengumuman SBMPTN dengan tangan berkeringat. Ia mengetikan id miliknya sambil tidak berhenti merapalkan doa semoga namanya muncul sebagai salah satu peserta yang lulus. Namun takdir berkata lain, alih-alih ucapan selamat, Pris menerima ucapan semangat dengan layar berwarna merah, menandakan ia gagal pada ujian tersebut.

Bahu yang tadinya menegang seketika merosot lemas, sedikit gemetar, Pris mencoba mengatur emosinya sembari mengantungi ponsel miliknya. Dia gagal.

Dalam bayangan Pris, meski lolos saja, Pris masih harus berjuang dengan biaya lain-lain yang ada di masa depan, sekarang dia gagal, tidak ada kesempatan baginya untuk mengikuti ujian lain dengan lonjakan biaya yang jauh lebih besar. Pris ingin menangis. Ingin marah. Ia kecewa. Tapi lagi-lagi yang ia lakukan hanya terkekeh pelan dan kembali menyibukan diri di balik bar minuman. Mencoba untuk bersikap biasa pada takdir yang tidak pernah berpihak padanya.

Nyatanta, meski ia berusaha keras untuk biasa saja, pertahanannya runtuh kala mendapatkan telepon dari penjara yang mengatakan bahwa ayahnya meninggal. Tertatih-tatih dalam perjalanan pulang pada pukul 7 malam. Di tengah hiruk pikuk kota yang ramai, Pris seolah tenggelam dalam lautan manusia di sekelilingnya.

Pekerja kantoran yang hendak pulang, anak sekolah yang keluar dari game center, sepasang kekasih yang bergandengan tangan, anak kecil di gendongan ibunya. Pris menghentikan langkahnya di penyebrangan bersamaan dengan airmatanya yang menetes turun. Wajahnya datar tak terbaca, pikirannya kosong.

Ketika lampu hijau berubah merah dan pejalan kaki mulai berjalan, Pris menjadi satu-satunya orang yang diam di tempat dengan pandangan nanar. Pikirannya berkecamuk. Mengapa di dunia yang besar ini, dia lagi-lagi harus berjuang sendirian? Mengapa?

To be Continued