webnovel

Main Love

Dua insan manusia dengan latar belakang yang berbeda. Maya Salim adalah seorang yatim piyatu berumur 20 tahun yang tinggal bersama dengan adik laki-lakinya yang masih seorang pelajar dan bibi angkatnya. Menjalani kehidupan yang sulit karena kisah kelam di masa lalunya. Marven Cakra Rahardi, seorang pewaris utama dari grup Cakra perusahaan pertambangan terbesar di Indonesia, yang membuatnya menjadi salah satu pria muda terkaya di Indonesia, ia merasa kesal dengan kakeknya yang mendesaknya untuk menikah dengan wanita kaya pilihannya dan selalu menghina ibu kandungnya yang hanya seorang wanita miskin. Sebuah desakan dan penghinaan, menjadi sebuah amarah berujung sebuah pernikahan kontrak. Marven melamar Maya, seorang pelayan dihadapan semua tamu kakeknya hanya untuk membuat kakeknya merasa terhina. Sandiwara cinta terpaksa dijalankan, tapi perlahan menjadi terbiasa dan berubah menjadi sebuah harapan namun dendam Maya di masa lalu selalu menghantui. Cinta yang perlahan muncul bersama keraguan. Rasa tidak percaya dengan cinta yang datang begitu cepat. Sebuah rahasia besar dibalik kisah asmara berselimut dendam masa lalu. Akankah cinta dapat menang melawan keraguan dan rasa sakit hati? (mengandung konten dewasa, mohon bijak sana dalam membaca 18++) *** hi, terimakasih karena sudah membaca novel buatan ku 。◕‿◕。 Aku akan sangat menghargai setiap review serta komen yang kalian berikan. (*˘︶˘*).。*♡ Kalian bisa menghubungi ku di : lmarlina8889@gmail.com

mrlyn · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
281 Chs

Petir di siang hari

Maya segera menarik tangannya saat tanpa sadar ia menyentuh duri mawar dan membuat tangannya berdarah kini.

Ia masih menunggu Marve pulang tapi sampai saat ini belum ada tanda-tanda kedatangan Marve, dan perasaannya mulai gelisah kini.

"Nyonya.."

Maya menoleh saat Dewi datang menghampirinya.

"Tidurlah... mungkin tuan tidak akan pulang malam ini."

"Tapi besok pesta pernikahan kami..." Maya menatap sedih, tapi lebih dari itu yang membuatnya risau bukanlah pesta pernikahan tapi melainkan keadaan Marve saat ini karena Marve masih belum mengabarinya lagi.

***

Hujan telah reda cukup lama, meskipun saat ini sudah lewat tengah malam tapi pencarian masih dilakukan dengan cara manual agar tidak terjadi longsor susulan.

"Kita lanjutkan pencarian besok saja, kondisi saat ini sangat tidak kondusif." Ucap kepla tim SAR pada Bisma.

"Aku akan tetap mencarinya, dengan atau tanpa bantuan kalian. Marven pasti masih hidup di bawah sana." Ucap Bisma bersikukuh, ia masih menggali tumpukan tanah dengan skop yang dipegangnya sambil menangis.

Hatinya sangat sakit, tubuhnya menjadi lemas. Harusnya ia tidak memberitahu Marve akan kejadian ini dan menanganinya sendiri maka Marve akan baik-baik saja sekarang.

"Bertahanlah Marven... kamu harus selamat, istrimu menunggumu di rumah." Ucap Bisma dengan tubuh bergetar ia terus menggali, semua para pekerja yang melihat kerja keras Bisma yang tidak ingin menyerah akhirnya memutuskan kembali kelokasi pencarian dan membantu Bisma dengan alat seadanya karena alat berat yang mereka miliki juga ikut tertimbun bersama longsor.

Kini harapan Bisma menjadi sangat besar.

***

Pagi hari telah tiba, Maya dan keluarganya telah berada di hotel tempat resepsi diadakan saat ini.

Mereka telah merias diri, dan kini hanya menunggu Marve kembali.

"Makanlah, bu Dewi bilang kamu belum makan dari kemarin." Ucap Mina, ia membawa sepiring nasi ditangannya untuk membujuk Maya agar Maya mau makan, wajahnya memang dirias cantik tapi tidak dapat menutupi wajah pucat Maya.

"Aku tidak lapar bi..."

"Marven akan khawatir jika kamu seperti ini, makanlah meskipun sedikit."

"Tidak bi, bagaimana aku bisa makan saat suamiku belum juga pulang."

"Marven pasti pulang, tenanglah."

Maya tersenyum tipis, ia percaya Marve akan menepati janjinya, tapi tidak dapat Maya pungkiri jika ia juga merasa gelisah, takut jika Marve tidak akan pulang. Banyak pikiran buruk menghinggapinya sejak semalam dan perasannya tidak bisa berhenti gelisah.

Para tamu sudah mulai berdatangan kini, dan Maya hanya duduk sendiri di atas pelaminan membuatnya menjadi bahan gunjingan.

Beberapa dari tamu yang datang mengetahui bagaimana Marve melamarnya di pesta ulang tahun Darwis saat itu, jadi mereka mencibirnya karena dulu Maya hanyalah seorang pelayan. 

"Cinderella sepertinya telah dicampakkan." Begitulah cibiran yang mereka katakan, sedikit melukai hati Maya tapi ia tidak memiliki waktu untuk menanggapinya, seluruh pikirannya hanya terfokuskan pada Marve.

Tidak lama berselang, Darwis tiba bersama keluarganya, ia tersenyum dan berjalan mendekati Maya lalu duduk disebelahnya.

"Sepertinya cucuku telah menyadari kesalahannya, jadi dia meninggalkanmu dengan cara seperti ini." Ucap Darwis tertawa senang, ia merasa sudah menang melawan Maya karena selama pertemuan mereka sebelumnya, ia selalu merasa Maya lebih unggul darinya.

"Suamiku pasti datang, tenang saja Kakek. Kakek harusnya merasa khawatir karena cucumu sedang berada lokasi pertambangan yang sedang longsor saat ini." Jawab Maya, ia memandang kosong entah mengapa perasaannya semakin gelisah, sekarang bahkan muncul rasa takut jika terjadi sesuatu yang buruk pada Marve.

"Di lokasi pertambangan?" Darwis terperanjak kaget, ia segera meminta pengurus acara pernikahan menyalakan layar televisi yang berada di altar saat ini.

"Longsor susulan telah terjadi di lokasi pertambangan Grup Cakra, dan memakan korban jiwa lagi, dua orang dinyatakan menghilang, satu orang anak seorang pekerja tambang yang tengah mencari ayahnya dan satu orang lagi adalah direktur utama dari grup Cakra, sampai saat ini belum ada berita kelanjutan dari longsor yang terjadi pukul dua belas tengah malam tadi."

Darwis kembali duduk lemas, begitupun dengan Maya, ia tidak tahu jika ada longsor susulan semalam.

Air matanya menetes seketika, Maya menangis histeris setelah melihat berita di televisi.

"Bohong! Berita itu bohong! Marve ku baik-baik saja, suamiku baik-baik saja." Maya menangis histeris.

Mendengar teriakan Maya, Mina yang saat ini tengah berada bersama tamu dengan Arya segera berlari menghampiri Maya.

Kini suasana pesta menjadi kacau dan sebagian tamu terlihat memandang Maya iba.

"Tidak, Marve ku pasti selamat." Maya berucap dengan tatapan kosong, ia tidak percaya dengan kabar yang dilihatnya ditelevisi jadi ia kembali berdiri dan menunggu sambil memegangi bunganya. Berharap jika Marve akan segera datang sesuai janjinya.

"Marve pasti datang, dia telah berjanji padaku." ucap Maya dengan sekuat tenaga ia menahan tangisnya, dan tubuh yang terasa lemas.

"Maya..." Mina mendekat, ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya saat melihat berita ditelevisi yang kembali disiarkan.

Ia lantas segera memeluk Maya erat, saat tubuh Maya perlahan mulai lunglai.

"Ayah..." Agus segera menghampiri Darwis bersama dengan Herlyn dan istrinya.

Darwis yang hanya dapat duduk membeku melihat berita televisi langsung beranjak dan menampar wajah Agus.

"Dasar bodoh! mengapa kamu membiarkan Marven melihat kondisi longsor yang terjadi dan kamu masih berada disini? Bukankah itu tugasmu?" Darwis berteriak kesal, wajahnya memerah. Kemarahannya tidak terbendung.

Agus memang sengaja menghubungi Bisma malam itu dan memintanya dan Marve agar menggantikannya karena ia tidak mau datang ketempat kotor seperti itu. Ia tidak tahu akan terjadi hal seperti ini yang akan menimpa Marve yang membuat Darwis sangat murka sekarang.

"Maafkan aku ayah... Aku..."

"Itulah sebabnya aku tidak pernah bisa memberikan perusahaan padamu. Kamu sungguh tidak bertanggung jawab. Sekarang pergi dan cari cucuku atau aku akan menimbunmu juga ke dalam tanah." Teriak Darwis, ia mengalihkan rasa khawatirnya dengan memarahi Agus.

Dan dengan perasaan takut sekaligus marah Agus segera pergi bersama istrinya meninggalkan pesta itu.

"Tenanglah kek, Marve pasti selamat." ucap Herlyn menenangkan.

***

Pesta sudah dipastikan telah gagal, yang tersisa hanya beberapa keluarga dekat.

Maya masih terduduk lemas di pelaminan sendirian, ia masih berharap Marve akan datang.

Sementara Mina dan Arya memutuskan untuk tidak mengganggu Maya sementara ini dan hanya melihat dari kejauhan.

Darwis telah kembali, setelah mengerahkan semua anak buahnya untuk mencari Marve ia kembali dan berjalan mendekati Maya.

Ia kemudian duduk di sebelah Maya.

Maya terlihat sangat terpukul saat ini, ia diam tapi air matanya terus mengalir keluar.

"Marven akan baik-baik saja, aku masih dapat merasakan nafasnya yang berhembus hangat." Ucap Darwis, ia juga sama terpukulnya tapi melihat Maya yang duduk sendiri disini membuatnya merasa kasihan pada Maya.

Jadi dengan perlahan ia merangkul Maya dan memeluknya membuat Maya semakin menangis.

"Marven kita akan selamat..." Ucap Darwis sambil mengusap bahu Maya pelan.

Hati Maya sunghuh hancur, ia masih menunggu kabar dari televisi tentang bagaimana kondisi Marve saat ini.

Marve...

Bertahanlan...

Ku mohon kembalilah padaku...

Maya kembali menangis, saat memikirkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi.

"Tenanglah..." Ucap Darwis, hatinya juga hancur saat ini.

Bagaimana bisa kemalangan ini menimpa cucunya, Marve sudah cukup menderita kehilangan orangtuanya sejak muda dan ia tidak boleh bernasib tragis seperti ini.

Karena sebelumnya ia baru melihat Marve hidup kembali saat Dewi mengiriminya foto-foto kebersamaan Marve dengan Maya yang selalu menunjukan senyumannya yang mengembang.

Ia tidak sepenuhnya menentang pernikahan Marve dengan Maya, ia hanya tidak ingin Marve berakhir seperti dirinya yang menikahi wanita miskin dan akhirnya mengambil semua hartanya dan membuatnya harus memulai bisnisnya kembali dari nol.

Tapi Maya sepertinya berbeda, gadis ini sepertinya tulus menyangi Marve dan dia bukanlah gadis munafik dia bahkan tidak bersikap sok baik padanya.

Darwis melepaskan dekapannya perlahan, dan menggenggam tangan Maya erat.

"Marven pasti kembali pada kita Maya.."

***