Pagi Itu Adit bangun kesiangan dan inilah yang terjadi. Adit harus buru-buru membelah jalanan di perumahan padpenduduk untuk menuju jalan besar dan mengejar kendaraan umum faforit Adit yang sudah waktunya melaju.
Sesuai dugaan Transjakarta yang Adit butuhkan baru saja meninggalkannya. Alhasil ia langsung putar otak. Adit melipir sedikit ke samping halte busway dan berdiri di pinggir jalan untuk mencegah kendaraan apa saja yang lewat. Angkot, ojek, taksi, apapun akan Adit stop dan benar saja angkutan umum pun banyak yang melewatinya namun ingat, Hanya melewati Adit.
Sampai akhirnya Pilihannya jatuh pada kopaja, sampai di depan Adit kendaraan itu berhenti. Adit pun buru-buru naik lewat pintu sisi yang ke dua.
Hendak bernafas lega Adit di paksa mengelus dada, ternyata kopaja itu sudah padat penumpang. Tapi supirnya masih memaksa menambah penumpang. Alhasil mau tak mau Adit berdesak-desakan untuk bisa mencapai pegangan tangan agar ia lebih nyaman berdiri.
Setelah dapat berpegang tangan dengan benar Adit lega. Walau ia masih harus sabar dengan semua kebisingan di pagi hari dari pengamen jalanan yang entah bagaimana bisa masuk.
Selain sabar Adit bisa apa lagi? toh tidak tiap hari dia naik kendaraan merakyat ini. Gapapa itung-itung kan pengalaman.
Cukup lama, tinggal satu halte lagi Adit dipaksa harus merasa tidak nyaman. Memang sejak awal tubuhnya terhimpit orang di sana-sini tapi tiba-tiba ada yang mendorong punggungnnya dengan kuat dan memaksa merangsak melewati punggungnya. Dan ini sangat dekat, punggung Adit menempel dengan tubuh itu, dan Adit dapat mengenali jika itu tubuh bagian depan seorang wanita. Maka Adit pun lantas memepetkan tubuhnya makin ke depan, walau pun ia sangat press dengan kursi penumpang. Adit merasa melecehkan wanita itu jika dia memilih tetap diam. Plis adit masih tahu cara menghormati wanita yah.
Tiba-tiba ada siku yang menyenggol lengannya bersamaan dengan suara manusia berbicara.
"Lo tuh bego apa emang seneng nyari mampus sih? Udah pernah dicopet kaga kapok-kapok. Nih, disamping gue ni mau nyopet elo!" ujar wanita itu sarkas dengan nada santai namun nyolot di ujung. Reflek Adit pun menoleh ke arah seorang pria berkaus putih dengan motif tengkorak yang tadi tepat disampingnya namun kini telah terpisahkan oleh Winty.
Yah gadis berseragam putih abu-abu itu PD sempit-sempitan di tengah om-om berumur yang badannya gede-gede. Adit oke lah dia tahu orangnya baik tapi yang satunya Winty pelototi dan Winty ancam.
"Pigi kaga lu sebelum gue tereak dan lo di jadiin kambing guling disini!!"
Pria itu hanya menatap tajam pada Winty sebelum dengan muka bensisnya ia berpaling dan merangsak menuju pintu lalu mengetuk, tanda minta berhenti. Setelah melihat pria itu turun dari kopaja Winty terseyum congkak.
Sedang Adit? Di masih specles, muka tampannya terpaku.
Lalu ia ditepuk Winty yang berujar
"Yah malah kesambet padahal kaga jadi dicopet. Ni heran gue kalo lo bneran kerampok gimana~ Langsung jadi gila kali yah hahaha Untung ganteng lo Om. kalo ga udah gue tampol lu saking gemesinya." Yah Winty dan mulut frontalnya selalu tampak PD dengan apapun yang ia ucap dan lakukan.
Adit masih hanya memandang gadis yang tengah tertawa itu sampai ia sungguh kembali sadar dan mengulas senyum hangat. Lalu membalik tubuhnya tuk menghadap Winty.
"Bagaimana bisa... kamu tahu jika orang itu hendak menyopet saya?"
"Ah ela berasa ngomong ama guru BP gue. Formal amat." Winty berdecak lalu melanjutkan.
"...Gue ga bisa jelasin, yang jelas gue tahu dia mau jahatin elo. Abisnya muka lo kelihatan minta di jahatin sih!"
Adit tak bisa menahan tawa kalemnya yang sangat tampan mendengar komenan Winty.
"kamu lucu sekali, asal kamu tahu. Saya juga bisa jadi lebih jahat dari yang bisa kamu duga jika saya mau." senyum Adit sedikit sirna dengan mata yang mendadak sendu sepaket dengan hatinya yang berdesir perih. Teringat kejahatan masa lalunya yang kelam.
"Kaga percaya gue! Muka lo ga cocok jadi orang jahat. Lebih Cocokan jadi suami gue!!" Balas Winty bercanda. Dan tawa Adit berhasil pecah mendengar banyolan Winty yang tak bisa di prediksi. Adit mengangguk-angguk mengiyakan.
"Gitu yah? Boleh juga tuh."
Tak lama kopaja berhenti. Sadar jika sudah sampai tujuan, separuh dari penumpang kopaja itu turun termasuk Adit dan Winty.
Dua mahkluk dengan perbedaan usia cukup senjang itu berjalan beriringan di trotoar.
"Mana sekolah kamu?" tanya Adit penasaran, sebenarnya di mana tempat gadis blangsak ini menimba ilmu. Mungkinkah di TPA CERDAS kelurahan lain yang banyak bukunya? Well itu pemikiran jahat.
"Noh! Disamping Apotek di ujung itu..." Adit terhenyak, ia tersenyum tipis.
"Ternyata disitu."
"Kalo elo om, lo kerja apa? Dimana?"
"Apotek di ujung yang baru kamu sebut, itu tempat kerja saya. Disamping sekolah kamu."
"Ooooohhhh lo Apoteker ternyata!"
"Ga cocok yah?"
"Iya, lo pantesan jadi tukang parkir Om!" lagi-lagi Adit tertawa kemudian menimpali. "Kadang saya juga mikir gitu." Medengar jawaban Adit, Winty tersenyum puas.
Adit terpikir sesuatu lalu merogoh kantong celananya untuk mengambil sesuatu. Yubsss Dompet.
"Ini... Untuk uang saku." Winty memandang apa yang di ulur Adit tepat di wajahnya lalu ia beralih menatap wajah Adit minta penjelasan.
"Saya berterima kasih, jadi ambilah."
"Ini karena yang di kopaja tadi?" tanya Winty, Adit pun mengangguk. Winty melihat lekat-lekat 50 ribuan dua lembar yang Adit beri. Sebelum seulas senyum jahil terbit di wajah Winty.
"Hmmm gue ga mau duit. Gue mau bikin permintaan aja sama Elo." Adit menghentikan langkah. Dan Winty pun lakukan hal yang sama maka keduanya saling berhadapan kini.
Adit tampak memikirkan sesuatu walau pada akhirnya ia ringan menjawab.
"Katakanlah, terserah kamu. Saya akan beri semua yang kamu ingin. Dengan catatan jika saya mampu yah."
Winty tersenyum menang dan mengangguk. "Beneran yah lo bakan kasih semua yang gue mau?"
"Iya."
"Oke, kalo lo emang berterima kasih sama gue. Gue sih cuma mau lo janji."
"Janji apa?"
"Hmm, lo harus nikahin gue di umur gue yang ke 20 tahun. Harus!"
Terkejut?
Tidat terlalu, Adit Justru terkekeh.
"Astagah... Janji apa itu?"
Tangannya reflek bergerak di atas kepala Winty dan mengusak surai terikat gadis itu. Sudah terlalu gemas pada gadis SMA ceplas-ceplos ini.
Sedang Winty lantas melotot dan menepis tangan Adit yang berulah pada rambutnya. Muka annoying Winty mendadak sirna dan pipinya memerah.
Yah jebakan batman! Hendak menjahili Adit malah Kini Winty yang kena jahil Adit.
"Paan sih lo om pake belai-belai pala gue ih! Setuju dulu ih om!" ujar Winty lantang sambil menghindari kontak mata dari Adit menutupi rasa malunya. Adit yang menyadari itu merasa bersalah namun juga senang. Winty sangat polos ternyata pemirsa.
"Kalau saya ga mau setuju sekarang gimana?" kini giliran Adit yang jahil, sedikit jahil lebih tepatnya.
"Yah! Yaudah sih!" Jawab Winty sekenanya, sampai kelabakan begitu menjawabnya Adit tak duga efek usakan refleknya bisa selucu ini, bisa meluluhkan fokus Winty dan segala kefrontalannya.
"Ah, gue bisa laporin elo ke komisi perlindungan anak. Lo megang kepala gue udah masuk pelecehan kan? Nah itu! Gue laporin lo kalo lo ga jawab sekarang." ancam Winty menggebu.
"Serem banget..." ujar Adit sok terkejut.
"Iyakah? Kalo gitu..." dan kini wajah Winty mendadak lugu lagi karena berpikir ide lain. Ah Adit gemas rasanya ia tersenyum dan berpaling menyembunyikan raut gemasnya.
"Kalo gitu gini dah!" tak diduga Winty melompat dengan tangan terulur keudara, hendak balas mengusak kepala Adit. Benar-benar tidak sopan.
Tapi bukan itu masalahnya sekarang, karena ketiba-tibaan Winty, tentu Adit yang tak menduga lantas terkejut sebab tubuh Winty menubruk tubuhnya karena lompatan indah winty itu gagal.
Yang benar saja jarak tinggi mereka nyaris 20cm.
Bukannya mengusak kepala Adit, yang ada kedua tubuh itu tumbang dan jatuh diatas trotoar cukup keras.
Bruk
"Akh..." yang pria bersuara. Jelas korban sesungguhnya disini Adit. Karena Winty mendarat di atas tubuh pria itu, sukses kian menambah penderitaan Adit.
Winty melotot panik, Adit yang meringi kesakitan juga menatap gadis diatas tubuhnya itu. "Kamu mau ngapain sih? Kenapa Tiba... Tiba..." Winty sejenak seolah tak sadar, hanya menatapi wajah Adit yang hanya beberapa senti darinya. Bukan, bukan sedang terpesona. Winty merasa riwayatnya baru tamat.
"Ma... Af." Winty buru-buru bangkit lalu membantu Adit tuk berdiri juga.
"Maaf om. Gue ga maksud nubruk lo. Abisnya lo sih yang duluan!" ujar Winty bersungut-sungut sedang Adit yang masih membersihkan baju dan sesekali memijat pinggangnya itu sudah tersenyum lagi.
"Iya-Iya saya maafin. Dan saya juga setuju kok sama Janji yang tadi... Sudah?"
Tiba-tiba Winty mengulas senyum tipis. "Beneran yah? Yaudah lo gue maafin juga."
Adit sedikit syok mendengar dia dimaafkan sementara dia yang paling tersakiti disini. Ah... Winty-Winty.
Gadis itu mengulurkan tangan dan menatap Adit percaya diri.
"Deal?"
Tak butuh berfikir Adit langsung menjabat tangan Winty. Berbarengan dengan bunyi bel masuk terdengar dari sekolah Winty.
Winty pun reflek melepas tangan Adit dengan muka paniknya. Seperti cacing kepanasan winty Ambil ancang-ancang berlari.
"Ya-Yaudah yah Om. Gue duluan!!" Tanpa perlu mendengar jawababn Adit, Winty sudah melesat pergi tinggalkan Adit yang tersenyum. Memandanginya hingga Winty berbelok masuk tinggalkan Adit.
Adit Melangkah santai dan membuka pintu Apotek yang terkunci. Ia kemudian menggeleng-geleng masih dengan swnyum yang belum dapat ia redam. Winty masih jadi yang berputar-putar di otaknya. Pelaku yang jadikan pagi harinya kali ini lebih panjang dari biasa.
"Janji macam apa itu.. "
Di tempat lain, tanpa Adit sadari ada seorang gadis yang bersandar di dinding luar kelasnya.
Ia berdiri bersandar di koridor yang sudah sepi sambil memegang dada atas bagian kirinya. Meredam sesuatu didalam yang sedang meronta-ronta ingin keluar. Winty bingung mengapa Jantungnya berdetak menggila seperti ini. Ia termenung.
"Masa iya... Gue... Suka sama om-om?"
BERSAMBUNG...