webnovel

Hunting Books (4)

Tak lama kemudian, Yuni menerima pesan dari Lukman.

✉️ Yun, si Rey lagi sakit nih. Dari tadi pagi badannya panas.

📤 Serius? Panas banget nggak badannya? Kok baru ngabarin sekarang sih?

✉️Aku mau ngabarin dari tadi tapi dilarang sama Rey. Disuruh makan juga nggak mau dia.

📤 Ya udah aku kesana sekarang.

"Gals, maaf banget ya, aku pamit duluan." kata Yuni.

"Loh, ada apa memangnya, Yun?" tanya Anisa.

"Barusan Lukman ngabarin katanya Rey sakit. Badannya panas."

"Ya udah, kalau begitu kamu pakai motor aku aja biar cepet." tawar Ditya.

"Iya sih, aku juga rencananya mau mampir beli bubur dulu buat dia. Tapi kamu bagaimana pulangnya nanti? Triana kan, pulang dari sini mau jemput Kak Enda dulu."

"Kamu tenang aja, Yun. Kan ada aku. Aku bisa antar Ditya pulang." kata Randy.

"Iya betul. Udah kamu nggak usah khawatir." tambah Ditya meyakinkan Yuni sambil menyerahkan kunci motornya.

"Duh, thanks banget, ya, Dit, Kak Randy." kata Yuni. "Sampai ketemu di rumah ya."

Yuni pun setengah berlari meninggalkan mereka. Sebetulnya Ditya tidak tahu ada hubungan apa antara Yuni dan Rey. Yang Ditya tahu Rey sudah memiliki kekasih. Tapi Yuni dan Rey juga cukup dekat, mungkin mereka bersahabat, pikirnya.

"Ehm, Dit. Nanti kamu sama Kak Randy pulang duluan aja, ya. Soalnya aku sama Niar juga mau mampir dulu." kata Anisa, "Iya kan, Niar?" tanyanya lagi sambil memberikan kode.

"Oh, iya bener, Dit." jawab Niar.

"Yah, jadi kita nanti pulang masing-masing, nih? tanya Ditya.

Semuanya mengangguk.

Selesai makan, mereka berpisah di pintu keluar food court. Anisa, Niar dan Triana jalan bersama meninggalkan Randy dan Ditya.

Setelah mereka sudah cukup jauh dari Randy dan Ditya, Niar bertanya dengan nada bingung "Nis memangnya kita mau kemana?"

"Kemana aja lah, yang penting jangan sampai bareng sama Kak Randy dan Ditya." jawab Anisa.

"Kamu pintar juga, Nis. Mungkin kalau kita memberikan kesempatan buat mereka bersama, lama-lama Ditya akan menyadari perasaan Kak Randy yang sebenarnya." kata Triana.

"Jadi kalian juga berpikiran sama dengan aku?" tanya Niar.

"Sepertinya cuma Ditya yang nggak menyadari hal ini." kata Anisa.

"Sebenarnya wajar juga sih, kalau Ditya nggak menyadari hal itu. Masalahnya Randy dan Ditya udah sering bersama sejak mereka masih kecil. Bahkan Randy menganggap Ditya sebagai adiknya. Jadi Kak Randy pasti udah perhatian sama dia dari dulu. Mungkin itu alasannya kenapa Ditya nggak menyadari perasaan Kak Randy saat ini." jelas Triana.

"Iya, apalagi Kak Randy juga sepertinya belum mengutarakan perasaannya ke Ditya." kata Anisa.

"Mungkin Kak Randy takut kalau nanti Ditya akan menjauhinya." kata Niar.

"Yah, kita berdoa aja yang terbaik untuk mereka." kata Anisa.

--------------------------

"Awwww..." Ditya tiba-tiba tersandung saat berjalan dan Randy dengan sigap menangkap Ditya agar dia tidak terjatuh.

"Kamu nggak kenapa-kenapa, Dit?" tanya Randy khawatir.

Ditya jadi merasa canggung dan langsung memperbaiki posisinya. "Ehem . . . Iya, Kak. Aku baik-baik aja. Tadi aku cuma kaget karena kesandung."

"Kok, bisa kesandung?"

Ditya langsung melihat ke arah sepatunya, "Alas sepatu aku karetnya copot, Kak. Jadi tadi ketekuk gitu makanya aku kesandung."

"Kita cari tempat duduk dulu yuk. Sini aku pegang tangan kamu biar kamu nggak kesandung lagi." kata Randy sambil mengulurkan tangannya.

Ditya ragu sejenak. 'Apa nggak apa-apa kalau aku pegang tangan dia? Kalau ada yang lihat lagi dan bergosip kaya tadi bagaimana?' tanya Ditya dalam hati.

"Dit . . ." panggil Randy sekali lagi saat Ditya tidak merespon perkataannya.

Akhirnya Ditya menyambut tangan Randy dan mereka berjalan mencari bangku.

"Pelan-pelan aja jalannya," kata Randy. Ditya mengangguk.

Setelah berjalan agak jauh akhirnya mereka menemukan bangku. "Tuh, ada tempat duduk." tunjuk Randy sambil berjalan kesana.

"Kamu tunggu disini ya, Dit. Jangan kemana-mana! Aku titip belanjaan aku." perintah Randy.

"Kakak mau kemana?" tanya Ditya.

"Aku mau mencari sesuatu dulu. Tunggu sebentar ya." kata Randy sambil mengacak-acak kepala Ditya.

Randy pun meninggalkan Ditya seorang diri.

Kira-kira 15 menit kemudian, Randy kembali dengan membawa sebuah plastik belanjaan.

"Barang yang kakak cari ketemu?" tanya Ditya.

Randy mengangguk lalu dia berlutut di hadapan Ditya.

"Kakak kenapa duduk seperti itu?" tanya Ditya bingung.

Lalu Randy mengeluarkan barang dari plastik yang dia bawa. Lalu dia mengambil sepatu dari dalam dusnya dan memasangkannya di kaki Ditya.

"Sepatu itu . . . untuk aku, Kak?" tanya Ditya kaget.

"Iya. Tadi aku cari sepatu kets dulu karena aku tau kamu lebih suka sepatu jenis ini untuk dipakai kemanapun. Kalau kamu memakai sepatu ini nanti kamu tersandung lagi. Mudah-mudahan cocok dan kamu suka ya." kata Randy sambil memandang wajah Ditya dan tersenyum.

Ditya merasa tersentuh dengan sikap Randy. Randy selalu saja memanjakan Ditya dan tidak pernah mau melihat Ditya dalam kesusahan.

"Terimakasih ya, Kak." kata Ditya, "Seharusnya kakak beli sandal jepit aja untuk sementara."

"Iya sih, tapi aku memang sengaja membelikan kamu sepatu ini supaya kamu bisa memakainya ke kampus. Jadi kemanapun kamu pergi, kamu akan mengingat aku dan merasa kalau aku selalu bersama kamu."

Ditya tertawa senang mendengar perkataan Randy. Dia merasa sangat beruntung karena telah dipertemukan dengan orang seperti Randy.

"Coba kamu pakai jalan." kata Randy.

Ditya pun berdiri dan berjalan beberapa langkah. "Bagaimana? Apakah ukurannya pas?" tanya Randy.

Ditya mengangguk.

"Kamu suka model sepatunya?"

"Iya, Kak. Kakak memang paling tau selera aku." kata Ditya sambil mengacungkan jempol.

"Syukurlah kalau begitu." kata Randy senang melihat reaksi Ditya. "Ayo kita pulang."

"Ayo, Kak!"

"Tunggu, Dit!" panggil Randy.

"Ada apa lagi, Kak?"

"Kamu nggak mau pegang tangan aku lagi? Kalau kamu jatuh lagi bagaimana?" goda Randy.

"Nggak, ah. Kalau aku pegangan tangan sama kakak, semua orang akan berpikir kalau kita pacaran."

"Memangnya kenapa? Aku nggak keberatan kalau semua orang berpikir seperti itu." kata Randy santai.

"Tapi aku yang keberatan. Bagaimana aku bisa punya pacar kalau laki-laki itu berpikir aku udah punya gandengan." katanya sambil tertawa meledek Randy.

"Hei, sejak kapan adik kecilku bertingkah genit seperti ini! Awas kamu ya kalau berani genit sama laki-laki!" kata Randy pura-pura marah.

Ditya tertawa semakin geli melihat reaksi Randy dan menjulurkan lidahnya. Dan Randy pun merasakan kebahagiaan yang luar biasa karena bisa menghabiskan waktu bersama Ditya dan membuatnya tertawa seperti ini. Randy berharap waktu dapat berhenti sejenak agar dia bisa menikmati kebersamaannya dengan Ditya lebih lama lagi.