webnovel

Love in Mafia

Spin of Sweet Temptation Arabella Winston terbangun di tempat asing dengan kaki terikat rantai layaknya binatang. Sejak itu lah dia di hadapkan pada fakta bahwa ayahnya adalah seorang pimpinan Gangster Amerika. Axel Allessandro, seorang mafia Sisilia yang menculik Arabella Winston untuk misi balas dendam. Karena yang dia tahu, Arabella adalah putri dari pembunuh ayahnya. Hanya saja, pesona Arabella perlahan mampu menggoyahkan pertahanan hatinya. Akankah misi balas dendam Axel berhasil, ataukah cinta mengalahkan segalanya? *** "Kenapa kau menyekapku di sini, Brengsek! apa tujuanmu!" teriak Arabella. Axel dengan seringai menakutkan, mencengkeram rahang gadis itu kasar. "Tujuanku hanya satu, menjadikanmu budakku di atas ranjang ini."

Diana_Difi · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
3 Chs

Hell for Her

"Kapan kau akan membunuhnya, Axel?"

"Aku tidak akan membunuhnya," jawab Axel dengan mata bergerak pada berkas laporan perdagangan senjata ilegal yang baru saja dibawa oleh pamannya.

Abramo menaikkan sebelah alisnya. "Apa kau sudah mulai bersimpati dengan gadis itu?"

Axel menatap pamannya itu dengan tatapan tajam. "Aku tidak akan membunuhnya, tapi aku ingin menyiksanya lebih dulu."

"Tapi itu tidak sesuai dengan rencana kita." Abramo memajukan badannya yang duduk di hadapan Axel. "Bukankah kita akan membalas si bajingan Winston dengan mengirimkan mayat putrinya?"

"Itu memang akan terjadi, tapi tidak sekarang, Paman. Aku akan membuat gadis itu tersiksadi dalam neraka yang  kubuat, sebelum mengirimnya ke neraka yang sebenarnya."

Abromo tersenyum sinis. "Jadi benar kata Benigno kalau kau mulai tertarik dengan gadis Winston itu."

Brrraaakk.... kedua tangan Axel menggebrak meja keras, matanya menyala-nyala. "Jangan percaya ocehan anak bodohmu itu! dia lah yang selalu tidak bisa mengendalikan nafsu binatangnya!"

"Memang apa yang dilakukan Benigno? Bukankah dia telah membantumu membawa gadis itu ke mari?" Mata pria paruh baya itu tampak menyorot tajam.

"Iya, dan aku sudah memberinya club Lancoste, sebuah imbalan yang lebih dari cukup. Tapi anakmu itu terlalu tamak dengan meminta lebih," jawab Axel sambil menyandarkan punggungnya kasar.

Abramo menaikkan sebelah alisnya. "Memang apa lagi yang diminta olehnya?"

"Dia ingin tubuh gadis itu," geram Axel. Entah kenapa, hanya dengan membayangkan Benigno menyentuh tubuh Arabella saja, dadanya sudah bergejolak penuh emosi.

Abramo tersenyum miring. "Dan kau tak rela?"

"Karena dia tawananku, tidak ada yang berhak melakukan apa pun padanya selain diriku," ucap Axel tegas.

Abaramo baru akan kembali membuka mulut saat terdengar suara lain dari arah pintu.

"Maaf Tuan...."

Suara tersebut membuat mereka menoleh bersamaan, mendapati Markus yang berdiri di ambang pintu ruang kerja milik Axel.

"Signorina Winston tidak mau makan sama sekali seharian ini. Dia mengatakan pada pelayan bahwa lebih baik mati," ucap Markus.

Rahang Axel tampak mengetat, dengan senyum miring terukir di bibirnya. "Sepertinya dia ingin menguji kesabaranku."

Axel bangkit dari kursi kebesarannya, melirik Abramo yang masih duduk di sana. "Nanti malam kita akan rapat untuk membahas transaksi di Hampshire, tolong paman beritahu semua yang terlibat."

Abramo hanya mengangguk singkat, menampilkan senyum penuh kepura-puraan. "Kali ini Benigno yang akan memimpin misi, kau tak perlu khawatir."

"Aku harap si bodoh itu tidak membuat kekacauan lagi," kata Axel sambil berlalu dari ruangan tersebut.

Axel berjalan menghentak tegas, melewati hall pallazo yang menampilkan sekitar anak buahnya sedang beradu panco. Dia menaiki anak tangga melingkar di samping hall, terus berjalan menuju ke kamar yang ditempati oleh Arabella.

Saat dia datang, dua pengawal yang berjaga di depan kamar langsung membukakan pintu. Seperti biasa, dia akan masuk dan melarang pria lain untuk ikut masuk ke dalam kamar itu.

"Apa kau sedang bersenang-senang hari ini, Signorina?" desis Axel saat melihat kekacauan di dalam kamar. Tampak makanan dan pecahan-pecahan kaca bercecer di lantai, bantal-bantal serta selimut pun berhamburan.

"Kapan kau akan membunuhku!" teriak Arabella. Rambut acak-acakkan, hidung memerah dengan mata sembab menghias di wajah cantiknya.

Axel melangkah lebar ke arah ranjang, tiba-tiba menarik lengan Arabella kasar. "Turun!"

Refleks Arabella turun dari ranjang dengan tubuh tersentak keras. kakinya bisa leluasa menapak ke lantai kamar, karena rantai pengikat tersebut memang cukup panjang. Hanya saja dia melupakan fakta bahwa banyak pecahan kaca yang langsung menyapa telapak kakinya.

"Aaarrkkhh!" Arabella menjerit saat merasakan sengatan nyeri dan perih yang muncul seketika. Ketika dia menunduk, cairan merah pekat itu telah merembes keluar di sela telapak kakinya.

Axel tersenyum miring, kembali menyentak lengan Arabella agar semakin menempel padanya. Telinganya seakan tuli oleh jerit kesakitan dari gadis itu. "Bagaimana rasanya, sakit bukan? Sekarang bayangkan, bagaimana kalau seandainya aku menyayat lehermu secara perlahan hingga darahnmu habis seluruhnya? Pasti rasanya akan jutaan kali lebih sakit dari ini."

Mata Arabella memburam oleh air mata yang mengalir deras, isakannya semakin keras. "Kau... kau benar-benar seorang iblis!"

Axel tertawa keras, sebelah tangannya beralih mencengkeram rahang gadis itu. "Asal kau tahu, Amore... aku lebih dari seorang iblis, aku adalah titisan seorang Lucifer. Dan sekarang- kau tengah berada di neraka milikku."

Axel mendorong tubuh Arabella hingga terjungkal ke atas ranjang. Dia sangat bahagia saat melihat korbannya tak berdaya seperti ini. "Malam ini, aku sangat ingin menikmati kamar ini. Jadi, bersiap-siaplah untukku."

***

Arabella tampak duduk di atas ranjang, menatap kaki kanannya yang kini berhias perban melingkar. Tadi ada beberapa pelayan wanita yang datang untuk membersihkan kamar, dan salah seorang dari mereka mengobati luka di kakinya.

Kepalanya menoleh ke samping, menatap pintu kaca balkon yang tak tertutup gorden. Hari sudah malam, ditandai dengan langit yang mulai menghitam tanpa hiasan, tapi sampai detik ini dia tidak bisa melihat dunia luar. Bibirnya mengulas senyum miris, bahkan air matanya pun telah mengering karena menangis seharian.

"Sampai kapan aku akan berada di sini? Apa Jessy tahu kalau aku diculik?" Dia menyandarkan punggungnya kasar, matanya nyalang lurus ke depan. "Bahkan mungkin dia tak peduli, dia pasti hanya asik bercinta dengan pria-pria Italia itu."

Arabella menghela nafas, membentur-benturkan kepalanya pada kepala ranjang. "Bodoh! Seharusnya aku tidak berlibur ke Italia!"

Kedua tangannya kembali menarik rambutnya kuat sembari berteriak kesal.

"Kau sudah siap, Nona?"

Arabella berjingkat kaget, refleks menoleh ke arah pintu kamar yang terbuka. Tangannya langsung menarik selimut hingga sebatas dadanya saat Axel berjalan mendekat.

"Untuk apa kau datang ke sini?"

Axel berjalan dengan senyum miring, tangannya bergerak melepaskan kancing bajunya satu per satu. "Kau pikir apa yang bisa aku lakukan malam-malam datang ke sini, hem?"

Mata Arabella membulat sempurna, bahkan bibirnya tampak terbuka lebar. Refleks kedua tangan menyilang di depan dadanya. "Apa maksudmu? Jangan bercanda!"

"Apa aku terlihat seperti sedang bercanda, Nona?" Axel menanggalkan kemeja yang melekat di tubuhnya, membiarkan tubuh atasnya polos menggoda.

Mungkin semua wanita akan dengan senang hati melemparkan tubuh pada pria itu, tidak akan ada yang menolak dengan pesona Axel Allessandro. Tapi tidak denganArabella saat ini, dia ketakutan luar biasa.

Arabella beringsut memeluk tubuhnya sendiri, menekankan punggung pada kepala ranjang. Dia bukan gadis bodoh yang tidak bisa mengartikan situasi ini, dia jelas tahu apa apa yang diinginkan pria itu.

Seringai menakutk kembali tercetak di bibir Axel. "Bukankah sudah kubilang, kalau malam ini aku ingin menikmati tubuhmu. Apa kau siap?"

To be continue....

Ready or not? Siap-siap Arabella. Hehehe