webnovel

Perfect World

Heni berjalan santai dengan membawa bekal makan siangnya menuju ke arah kantin. Di sepanjang jalan setapak yang ia lewati, penuh dengan daun kering yang berguguran.

Dia melewati sekelompok cewek-cewek cantik yang sedang bercanda. Mereka berpenampilan sexy, unik dan trendy. Ditambah dengan rok mininya yang memperlihatkan kemulusan kaki panjangnya. Sepertinya mereka sedang menggosipkan seseorang. Tapi Heni tak peduli dan terus melangkah.

Perjalanan masih jauh, Heni melewati lapangan sepak bola. Mungkin sedang ada pertandingan sepak bola, karena begitu ramai sekali penontonnya tak seperti hari-hari biasa.

Heni tetap fokus melangkahkan kakinya menuju ke kantin. Dia termenung dan menyadari bahwa dia telah menghabiskan dua setengah tahun di kampus ini. Dia sudah mulai bosan dengan kesehariannya.

Ketika menjadi mahasiswa baru, hidup penuh dengan energi. Sibuk belajar untuk masa depan yang cerah. Namun sekarang, energi itu semakin lama semakin pudar. Tidak yakin lagi dengan adanya masa depan, keraguan pun mulai datang.

Heni termenung, mengingat obrolan teleponnya semalam. Ibunya berkata bahwa ayahnya sudah mencarikan pekerjaan untuknya di kampung. Bekerja sebagai karyawan di pabrik dekat kampungnya, dengan gaji yang memuaskan. Heni bisa langsung kerja ketika dia menamatkan kuliahnya. Memikirkan itu semua, membuat Heni merasa lelah.

Ketika Heni sudah berada di depan pintu kantin, saat itu pula ada orang yang berlari keluar dari arah kantin. Dia menabrak Heni yang sedang berdiri memegangi bekalnya. Heni mencoba menghindar, tetapi tetap saja bahunya tersenggol. Heni terhuyung dan bekalnya jatuh ke tanah.

"Maaf...", kata cowok itu sambil menarik Heni yang terhuyung untuk berdiri tegap, kemudian dia mengambil bekal Heni, "Apakah rusak?"

"Nggak kok." Heni mengambil bekalnya. Heni mengangkat wajahnya, dan dia melihat seorang cowok memakai seragam sepak bola. Dia tinggi, berambut cepak, matanya sipit dan bibir yang menggoda. Benar-benar tampan. Heni tak berkata apa-apa lagi dan melangkah pergi.

Heni memasuki kantin dan melihat ketiga temannya sudah duduk di sudut kantin. Ketika mereka melihat Heni, salah satu dari mereka berteriak: "Hei... Hen, kenapa lama sekali?"

Cewek yang memanggil Heni tadi adalah Inggit Anggreini, teman sekamarnya. Dia memiliki postur tubuh yang kecil dan imut, namun dia paling suka menghabiskan minuman, kemudian teman-temannya menjulukinya dengan "Unta" karena dia suka minum banyak tanpa kekembungan.

"Aku berjalan mengelilingi kampus sebelum menuju ke sini, jadi ya begitu lama. Maaf." Heni duduk di kursi kosong samping Inggit. Dia membuka bekalnya, dan dia pun kaget. Dia melihat di dalam bekalnya, sayur, lauk dan nasi sudah bercampur menjadi satu.

"Ughhh, apaan itu yang lu bawa? Nasi ruwet?" kata Inggit apa adanya.

Heni: "..."

"Lu lagi sibuk saat ini?" Tanya temannya yang lain.

Sejak kecil, Heni selalu berpartisipasi dalam organisasi sekolah. Jadi saat dia mulai kuliah, dia pun tetap berpartisipasi. Dalam dua tahun ini, dia telah berusaha keras mengerjakan semua tugas-tugasnya dengan baik. Namun, sejak awal tahun ini, dia begitu tampak lemas, tak ada motivasi. Biasanya banyak teman-temannya yang merekomendasikan Heni menjadi ketua. Namun, sekarang Heni lebih memilih menarik diri dari semua kegiatannya.

"Nggak ada, seperti biasa.." Heni memainkan sendoknya, sudah tak ada nafsu lagi untuk makan.

———

Setelah selesai mengikuti kelas di siang hari, Heni pulang ke kosnya untuk tidur siang. Ketika dia terbangun, dia melihat Inggit sudah duduk dan sedang memandangi komputernya, sibuk bermain game.

Cewek satu ini hobi banget bermain game. Dari pertama bertemu sampai sekarang, Heni tak pernah melihat Inggit tidak bermain game. Setiap hari dia sibuk bermain game terus. Walaupun suka bermain game, Inggit tetap kuliah seperti biasa tanpa pernah bolos. Namun dia tidak suka belajar, dan rankingnya berada di pertengahan. Sampai sekarang pun, cewek satu ini masih sama dan tak ada yang berubah. Makan, tidur, main game lagi, tak ada bosannya. Terkadang Heni merasa iri pada temannya ini.

Melihat gambar yang asing di komputer Inggit, Heni duduk mendekat dan berkata: "Masih main?"

Inggit melepas headphonenya, mengusap-usap dadanya dan menjerit, "Lu ngagetin banget!! Diam-diam udah nongol disamping gue."

"Kamu aja yang nggak dengerin aku ngomong," Heni melirik ke arah komputer Inggit dan bertanya, "Itu game apa?" Dia melihat gambar peri mungil di layar, dengan pemandangan gunung yang berjarak jauh dan pemandangan laut yang indah, Heni belum pernah melihat gambar ini sebelumnya.

Inggit merasa senang saat ditanyai tentang sesuatu yang ia sukai, dia pun menjelaskan dengan sangat antusias: "Oh ini Perfect World, game petualangan 3D dan MMORPG dengan latar belakang tradisional China. Sekarang lagi ramai dengan adanya patch baru!"

"... Perfect World?" Heni merasa tak asing mendengar nama game tersebut.

"Dulu game ini sangat terkenal, masa lu nggak tau?" Inggit menggerakkan mousenya bermain game sambil melanjutkan ceritanya, "Dulu setahun yang lalu, gue pernah bermain game yang hampir sama dengan game ini, namun kurang menarik dibandingkan game-game buatan Eropa dan Amerika, jadi gue meninggalkannya. Namun sekarang gue nyobain main game ini, dan ternyata benar-benar di luar dugaan sangat menarik sekali!"

Mendengar ini, Heni terdiam. Perfect World adalah game yang pernah dia mainkan dulu waktu SMP. Hampir semua teman sekelasnya bermain game ini; setiap hari mereka selalu berbicara tentang game ini. Adapula yang membuat grub diskusi tentang game ini, dan itu membuat Heni ikut terbawa arus untuk bermain game.

Inggit baru menyadari bahwa dia sedang berbicara dengan Heni, seseorang yang ia tau tidak pernah bermain game. "Okay, gue tau pasti lu nggak tertarik.." Inggit melihat ke arah jam dinding. Dia meletakkan headsetnya dan ingin mengajak Heni untuk makan malam di luar. Kemudian Inggit mendengar suara dari samping bertanya, "Tolong instal in dong."

Inggit: "..." mungkinkah kiamat sudah dekat?

—————

Setelah makan malam, Heni membuka aplikasi game Perfect World yang telah terinstall di komputer miliknya. Dia pun memasukkan id dan password yang sudah lama dia tinggalkan.

Inggit nampak terkejut memperhatikan Heni disampingnya, "Lu udah punya akunnya?"

Heni: "Aku dulu pernah bermain waktu SMP."

Inggit: " Tapi lu masih ingat id dan passwordnya?"

Heni: " Semua akun sosmedku mempunyai id dan password yang sama, dan jika aku lupa, mungkin tinggal memasukkan nomor pin ..."

Inggit merasa sangat gembira. Hari ini Heni benar-benar membukakan matanya. Inggit mengenal Heni selama dua setengah tahun, dan dia tidak pernah melihat Heni melakukan sesuatu selain belajar dan kegiatan organisasi. Inggit bahkan mengira kalau Heni seorang kutu buku dan pekerja keras. Dia tak pernah berpikir kalau Heni juga seorang gamer.

Setelah Heni memasukkan kata login, dia hanya menunggu beberapa saat, dan game pun mulai memasuki permainan.

Kemudian, muncul kotak notifikasi sistem di layar komputernya-

[ Halo "Love", Selamat datang kembali di Perfect World! Karena sistem kami akan meluncurkan patch terbaru, kamu bisa mendapatkan kesempatan untuk mengikuti event undian berhadiah! Untuk informasi lebih lanjut silakan klik ... ]

"Ah ah ah! Cepat, cepat!" Inggit tak sabar melihat Heni.

Heni hanya mengangguk, membuka website yang telah ditunjukkan. Kemudian dia melihat halaman formulir yang harus dia isi menggunakan nama aslinya, nomor telepon, alamat rumah serta nomor KTP.

"Apakah ini benar-benar aman?" Heni bertanya, sedikit ragu.

Inggit menjelaskan: "Aduh Hen, namanya juga undian, lu harus isi dengan informasi yang benar. Yaudah, kalau lu masih ragu, isi saja pakai identitas gue. Jika lu menang, ntar gue kasih barangnya ke lu!"

Setelah berpikir lama, Heni akhirnya mengisi formulir itu dengan identitas Inggit, namun siapa sangka, muncul kotak notifikasi.

[ Maaf, identitas ini telah digunakan. Perfect World memiliki kebijakan untuk semua pemain. Setiap satu identitas hanya bisa digunakan oleh satu akun. ]

Inggit: "..."

Pada akhirnya, Heni mengisi formulir itu menggunakan identitas miliknya sendiri. Pemenang undian tersebut akan diumumkan bulan depan bertepatan dengan peluncuran patch terbarunya.

Kembali ke dalam game, karakter Heni muncul, gadis kecil mungil memakai baju berwarna biru.

"Ha ha ha ..." Inggit tertawa terbahak-bahak, "Hen, nggak sesuai banget ama image lu!"

Heni nampak malu, kemudian membalas: "Imut." Wajar saja Heni membuat karakternya begitu lucu, imut dan menggemaskan. Dia membuat karakter "Love" itu saat dia di bangku SMP. Sementara karakter Inggit bernama "Clueless" berasal dari ras peri berambut merah.

Inggit melirik ke arah layar komputer milik Heni, dan dia nampak kecewa, "Ah, ternyata kita beda server!"

Heni: "Aku hanya melihat-lihat saja, dan entahlah aku juga bingung mau main apa nggak."

Setelah mendengar perkataan Heni, Inggit hanya mengangguk dan bercanda, "Seandainya lu memenangkan hadiahnya, berikan aja ke gue." kemudian Inggit pun kembali melanjutkan aktifitasnya bermain game.

Heni mulai memasuki dunia gamenya. Karakternya masih berdiri di dekat danau desa bunga. Pegunungan membentang di sekitarnya, banyak bunga-bunga mekar berwarn merah di sekitar danau. Benar - benar pemandangan yang menakjubkan.

Heni mengarahkan kameranya ke sekeliling, dia tak dapat menahan ketakjubannya melihat pemandangan yang sungguh menawan ini.

Heni melihat-lihat daftar nama temannya, semuanya berwarna abu, dan dia membaca beberapa nama dari atas: MieGoreng, TelurOmelet, BaksoBulat ... Sebagian banyak dari mereka adalah temannya saat di SMP.

- Hmm, Tears??

Dari sekian nama-nama berjenis makanan di daftar temannya, nama ini terlihat jauh. Bagaimanapun juga, Heni seperti tidak asing melihat nama ini. Namun dia lupa ini nama siapa.

Ketika Heni sedang memikirkan nama tersebut, nama tersebut tidak lagi berwarna abu, disertai dengan munculnya sistem notifikasi-

[ Sistem ] : Kekasihmu "Tears" telah online.