webnovel

Siapa dia ?

"Assalamualaikum.. Bu.." ucapku setelah menekan dial pada nomor handphone ibuku.

"Bisakah ibu menemaniku? Mas Awi ada tugas keluar kota beberapa hari, Amira akhir akhir ini rewel Bu. Entah tidak seperti biasanya." Bayi mungilku benar benar rewel semenjak aku pulang dari malang, dia jadi sering menangis, tak mau di turunkan, setiap malam selalu begadang dan aku merasa kewalahan.

Ku matikan handphone, setelah ibu memastikan jika nanti sore akan datang menemaniku.

"Sari !" Seru ibuku pukul 02.00 pagi mengejutkanku saat ku mengantar mas Awi ke pintu pagar. Yach.. mas Awi pamit berangkat ke Banyuwangi bersama beberapa teman kantornya, saat ku tanya "kenapa pagi sekali?"

Jawabnya "karena acaranya juga pagi ma." Aku yang termangu melihat kendaraan yang di tumpangi nya melaju pelan di area perumahan hanya bisa mengelus dada. Tak tega, kasian, demi kami dia bekerja begitu keras.

"Sar!" Seru ibuku membuyarkan lamunanku di depan pagar dan aku segera masuk.

"Mbok Yo lampu gak usah di pateni." Ucap ibu dengan masih menggendong Amira yang merengek.

"Ibu lihat ada bayangan putih menyerupai kresek terbang dari dapurmu ke ruang tamu, buat apa toh lampu di matikan segala?"

"Lho.. lampu apa bu? Lampunya dari tadi nyalah. Buktinya ini nyala." Aku bingung dengan maksud wanita kesayanganku itu.

"Ibu lihat lampunya mati sar, terus ada bayangan putih seperti kresek lewat dan Amira menangis ga karuan. Besok, kita pulang ke Malang saja, kita tanya ke temen ibu yang mengerti tentang hal seperti ini. Sementara malam ini kita gantian jaga amira, anakmu gak mau turun barang sebentar saja." Ibu orangnya peka, peka terhadap lingkungan sekitar, tapi berbeda halnya dengan diriku yang super duper cuek.

Keesokan harinya, kami pulang ke Malang naik kereta api. Di statiun kota baru kami turun dan langsung menuju rumah teman ibu. Rumah yang kami datangi cukup unik, satu satu nya rumah yang ada di tengah sawah. Rumah pedesaan, dengan banyak pohon tebu dan bambu di sekitarnya.

"Assalamualaikum.." salam ibu. Rumah besar dengan gaya kuno, suasananya begitu sepi. Tak ada jawaban salam dari dalam rumahnya.

"Waalaikumsalam.." aku melongok kaget setelah ku rasakan nafas berat dan menderu dari belakang punggungku.

Aku terpekik, wajahku memucat, mulutku menganga tak bisa berkata. Sosok bertubuh gelap berbulu hitam bermata merah menatapku tajam.

"Minggat o.." sentak seorang pria paruh baya menyabetkan tasbih ke arah sosok hitam tersebut.

"Monggo pinarak mbak, masuk dulu." Tubuhku yang kaku di bopong oleh seorang wanita yang tak ku kenal. Dan dia memberiku air putih di dalam gelas.

"Mbak bisa lihat cah nakal kuwi ya mbak?" Ibu itu tersenyum masih memegang tanganku. Aku yang sedari tadi diam, hanya bisa tersenyum simpul. Wajahnya yang mengerikan masih teriang ngiang di ingatan.

"Dia memang nakal mbak, jangan di ambil hati,Dia tidak akan ganggu lagi." Ucap laki laki paruh baya itu dengan terus memutar tasbihnya.

"Maksud kedatangan kami kesini, kami mau minta tolong Gus." Ibu yang sedari tadi diam membuka suara.

"Sepertinya, rumah anak saya ini ada yang ngga beres. Si kecil ini gak pernah bisa tidur nyenyak gus, selalu saja menangis dan gelisah." Lanjut ibu.

"Rumahnya mana mbak? Boleh minta alamatnya?" Ku tuliskan alamat lengkap rumah kontrakanku. Dengan harapan teman ibu bisa membantu.

Setelah ku berikan kertas kecil berisikan alamat, teman ibu yang di panggil Gus itu masuk ke dalam kamarnya. Kami menunggu dengan gelisah, wanita yang tadi membopongku menanyakan perihal rumah kontrakanku.

"Apa rumahnya jarang di tempat i mbak?" Laki laki paruh baya itu bertanya setelah keluar dari kamarnya.

"Betul pak, kata sang pemilik rumah, rumah itu lama gak laku dan gak ada yang mau ngontrak. Ada kalau lima tahunan gak di tempati, hanya di bersihkan saja sesekali." Aku mengingat ingat ucapan Bu inggrit sang pemilik rumah kontrakan saat aku berkunjung kerumahnya.

"Rumahmu ini ada penunggunya nduk, bukan penunggu tetap. Tapi dia kiriman dari seseorang yang bikin biar kalian gak betah dirumah." Lelaki itu memejamkan mata dengan terus berdzikir dan memutar tasbihnya.

"Aura rumah kalian di bikin panas, kalian sering bertengkar tanpa alasan yang jelas kan?" Memang, akhir akhir ini rumah tangga kami tak karuan. Selalu ada saja pertengkaran yang terjadi, entah masalah ekonomi, masalah anak bahkan masalah kantor pun bisa masuk kedalam rumah kami.

"Nggak usah takut dan gak usah khawatir, nanti kita bersihkan pelan pelan." Lanjut lelaki itu. Selepas Gus memberi wejangan dan doa doa yang harus aku hafal untuk membantu mengurangi rasa takut dan stres. Kami pamit pulang, Gus berjanji akan main ke rumah kami di Sidoarjo.

"Siapa ya buk yang gak suka dengan rumah tangga kami?" Tanyaku dalam perjalanan pulang.

"Masmu jabatannya tinggi di perusahaan, mungkin ada teman yang ingin kalian hancur." Aku berfikir dan mengingat satu persatu teman suami yang pernah di kenalkan padaku, tapi tak satu pun yang bisa aku curigai.

"siapa dia ?" gumamku dalam hati.