webnovel

The Revenge

Aura penuh ketegangan meliputi udara kala keempat siswi GoldWings bersitatap dengan salah satu pewaris Bara Salju, Farrel Primodihardjo, dan kedua temannya yang seolah siap melakukan apapun meski berbahaya.

Kesan dingin dan bengis Farrel semakin terpancar ketika dia bertanya,"Ngapain lo semua di sini?"

"Bawa temen lo yang tadi mukulin temen gue." Jawab Brenda tanpa jeda.

Farrel mengernyitkan keningnya, lalu melirik ke arah dua temannya di belakang yang sedang berusaha keras menyembunyikan rasa terkejut mereka.

"Eh…itu…Rel…beta…tadi cuma…mau menakuti itu cewek. Dia orang lewat wilayah kita seenaknya saja. Beta cuma….hehe…minta pajak jalan saja." Salah seorang dari mereka menjawab dengan aksen khas Indonesia bagian timur. 

"Iya Rel. Itu cewek rese nggak mau ngasih duit, malah nantangin. Dia bilang dia jago karate. Yaudah kita jajal ilmunya, heheeee." Seorang lainnya yang berwajah blasteran namun beraksen Betawi menimpali.

"Idiots…urus sendiri lah." Tak peduli, Farrel berjalan ke depan gerbang yang seketika terbuka.

"Jadi, lo ketua premannya? Terus lo mau lari? Cuma segitu nyali lo?" Brenda provokatif.

Farrel menghentikan langkahnya lalu berbalik dengan cepat hingga tiba-tiba wajahnya sudah berjarak hanya sejengkal dari wajah Brenda sambil berkata setengah berbisik,"Kecuali yang datang lawan sepadan, baru gue hadapi. You rats aren't worth my time." 

Tanpa sadar Brenda menahan nafas tatkala Farrel mengatakan hal itu. Tak pernah sekalipun dalam hidupnya, Brenda menghadapi lawan yang bisa mengintimidasinya seperti tadi. 

Farrel kembali berbalik badan dan melangkah melewati gerbang Bara Salju untuk kemudian menghilang dari pandangan semua yang ada di sana.

"JADI LO BERDUA BERANI GANGGU GOLDWINGS, HAH?!" Teriakan Leiffy yang tiba-tiba menyadarkan Brenda dari lamunannya.

Tanpa berpikir panjang, Leiffy berlari secepat kilat seraya melayangkan tinjunya ke arah siswa berwajah blasteran. Sekali pukul, siswa itu sempoyongan.

"KOLLSER! OSE TIDAK APA-APA?!" Temannya bertanya dengan nada panik.

Olin yang sedari tadi terdiam pun bereaksi.

"OSE MAU MATI, HARDI? SINI MAJU LAWAN BETA. ATAU OSE MAU LARI SEPERTI PENGECUT?!" Olin secara mengejutkan berteriak dengan aksen yang senada dengan Hardi, lalu mencekik leher Hardi dengan keras.

"AAAAAK….OSE….SUDAH GILA HE, OLIN?! KIT….A…..BASUDARA….AAAAAKKK…." Nafas Hardi tercekat.

"BASUDARA NENEK MOYANG OSE?! BETA MALU PUNYA SUDARA BEGUNDAL! CEPAT MINTA MAAF KE TEMAN BETA! IKUT BETA KE GOLDWINGS." Olin tidak melepaskan cengkeramannya di leher Hardi.

Semua terperangah menyaksikan adu mulut antara Olin dan Hardi.

"KAK OLIN! KAKAK SODARA CUNGUK-CUNGUK INI???!!! O MY GOOOOOD….UNBELIEVABLE!!!" Eirin tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya.

Yang selanjutnya terjadi adalah baku hantam yang tidak bisa dihindari antara Olin melawan Hardi dan Leiffy melawan Kollser.

Siapapun mungkin akan mengira kalau kedua siswa Bara Salju akan berhasil memukul mundur keempat siswi GoldWings dalam sekali gertak. Kenyataannya, sungguh tak disangka.

"A….AMPUN, OLIN….CUKUPLAH KAU RUSAK WAJAHKU, JANGAN GINJALKU." Hardi meringis memegangi perut dan wajahnya lebam akibat tinju Olin si jago boxing.

"Kaaaak…ampun kaaaak…aye kagak lagi-lagiiii."Kollser terkapar terkena tendangan karate Leiffy. Wajah putihnya kini penuh dengan luka membiru.

"Cukup, Leiffy, Olin!" Brenda yang sedari tadi hanya menonton baku hantam itu beranjak mendekati mereka, lalu menatap dingin kedua siswa yang terkapar setelah habis-habisan menghadapi serangan Leiffy dan Olin.

"Ini belum sebanding dengan apa yang kalian lakukan kepada teman kami." Brenda berkata dengan nada datar.

"KAMI TAK AKAN MACAM-MACAM LAGI DENGAN KELEAN." Hardi berkata gemetar.

"Ingat baik-baik, lain gue bakalan berkunjung lagi kalo sampe ada apa-apa sama warga GoldWings. Kalo sampe ada "lain kali", gue nggak jamin bisa nahan diri." Brenda menatap lekat Kollser dan Hardi, memastikan mereka mengerti dengan baik perkataannya.

Begitu Kollser dan Hardi mendapat celah untuk pergi, mereka segera mengambil langkah seribu tanpa berani menengok ke belakang sambil berjuang keras menahan rasa malu dan terhina karena dikalahkan oleh wanita.

Sementara itu, Farrel menyaksikan seluruh kejadian itu dari atas menara sekolah. Tidak ada satupun yang terlewat dari pandangannya, terutama Brenda. 

"Lawan yang sepadan." Farrel bergumam.

***

Tatapan penuh amarah menyambut kedatangan Brenda dan ketiga temannya saat mereka tiba kembali di sekolah. Kepala Sekolah GoldWings, Ibu Gladys Karmila Bachtiar, dengan rambut merahnya yang disasak tinggi dan konde cepol, berkata,"Kalian berempat, masuk ke ruangan saya. Sekarang!" 

Semua berjalan masuk ke dalam ruangan Ibu Gladys dengan penuh ketegangan. Entah karena AC ruangan yang memang dingin, atau karena aura mengerikan dari Ibu Gladys yang siap memuntahkan seluruh amarahnya, keempat siswi itu seakan menggigil, termasuk yang paling pemberani, Brenda. Mereka duduk berjajar di sofa panjang. Sofa empuk itu kini terasa sekeras kursi pesakitan bagi mereka yang seolah sedang menunggu putusan hukuman dari Ibu yang paling disegani di GoldWings.

"Jadi martial arts yang kalian kuasai, dipakai untuk membahayakan diri sendiri dan mempermalukan sekolah?" Lengkingan suara Ibu Gladys membuat keempat siswa di hadapannya terlonjak.

Eirin spontan menutup telinga. Olin hanya tertunduk. Leiffy siap-siap bersuara ketika Brenda menghentikannya dengan cara menyikut rusuk Leiffy.

"Rupanya tulisan besar-besar di tembok sekolah yang kalian lewati setiap hari itu, tidak pernah kalian baca?" Suara Ibu Gladys naik satu oktaf.

"ALTRUISTIC! MENDAHULUKAN KEPENTINGAN ORANG LAIN! Kalian pikir dengan cara menyerang sekolah lain, itu artinya kalian memikirkan GoldWings? NAMA BAIK SEKOLAH, SEMUA TEMAN-TEMAN KALIAN DAN GURU-GURU KALIAN MAU KALIAN KORBANKAN? Hanya karena nafsu balas dendam?" 

Eirin mulai sesenggukan.

"Maaf, Bu. Saya yang salah. Teman-teman saya cuma ikut-ikutan." Brenda bersuara.

"NGGAK BISA GITU, BRENDA. NGGAK, BU. SAYA YANG MUKULIN ANAK-ANAK ITU. BRENDA NGGA." Leiffy membantah.

"BETA JUGA, BU! EH, maksud saya, saya juga mukulin anak Bara Salju, Bu. Brenda nggak." Olin menyambar. Setengah Beta, setengah Saya.

Tangis Eir pecah. Suara tangisnya bahkan lebih nyaring daripada suara Ibu Kepala Sekolah yang penuh amarah.

"DIAAAAM! KALIAN SEMUA MASUK KE RUANG KONSELING. SE-KA-RANG!" 

Keempat siswi itu berhamburan ke luar ruangan. Di depan Ruang Kepala Sekolah, sudah menunggu enam orang teman mereka, lengkap dengan seragam martial arts mereka masing-masing. Berbagai pertanyaan dilontarkan mereka yang ternyata sudah mendengar tentang apa yang keempat teman mereka lakukan di Bara Salju.

"Kalian ngapain bolos?" Brenda berkata sambil terus berjalan ke ruang konseling.

"Tadi gimana?"

"Kalian berempat serius ke Bara Salju?"

"Gokillll. Habis ini bakalan viral deh."

"Kalian apain mereka?"

"Kapok lah mereka pasti."

"Duh, kalo kita masuk berita, gimanaaa?"

Nisa, Ingrid, Silma, Janet, Rossa, dan Henny bertanya bergantian. Brenda hanya diam dan masuk ke dalam ruang konseling, diikuti Leiffi, Olin dan Eirin.

"Gue udah feeling. Bara Salju pasti suatu saat bakalan kayak gini ke kita juga." Nisa mengepalkan tinjunya.

"Lo pada lihat kan Putri berdarah-darah gitu. Pasti dia mati-matian fight tuh. Kasihan. Baru tahun pertama udah kena hajar kayak gitu." Ingrid prihatin.

"Harusnya tadi gue ikut." Silma geram.

"Mau ngapain? Ikut ngehajar? Ga perlu. Leiffy udah cukup banget." Response Janet.

"GUE JUGA BISA." Silma membalas.

"Udaaaah. Lo berdua ngapain sik ribut? Kita balik latihan aja. Tunggu kabar dari Brenda." Rossa menengahkan.

"Hmmm…gimana reputasi sekolah kita nanti? Gawat." Henny hanya bergumam, tak terdengar yang lainnya.

Kecemasan kini meliputi GoldWings. Cemas akan keadaan fisik dan psikologis salah satu siswi mereka yang dirundung, juga cemas akan nasib keempat siswi yang membalas dendam kepada 2 siswa Aster Biru. Namun lebih dari itu, reputasi sekolah yang paling berada dalam bahaya. Bayangan akan berbagai tuntutan atas tindakan yang dilakukan keempat siswi tersebut membuat semua orang menjadi gentar.

Kini GoldWings harus bersiap menghadapi babak selanjutnya dari pertikaian ini, karena seseorang di Bara Salju sudah menyiapkan sesuatu yang akan membuat GoldWings berada dalam kesulitan. Siapa lagi kalau bukan Raden Mas Lukman.