webnovel

#2 - Pingsan

Aku ternganga. Aku pasti mimpi. Berdiri mematung di pinggir kuburan dengan sesosok mahluk entah apa yang sedang menyatakan cinta padaku. Ini pasti mimpi.

Mimpi romantis yang sayangnya bergenre horror.

Akhirnya aku merasakan kehangatan dipangkal celanaku. Anjay!

Mata indahnya menatap ke bawah diriku yang kini basah dan berkata pelan, "kamu kencing ya? Atau jangan-jangan..."

Aku melihat kebawah dan mengutuk diriku sendiri yang hari ini memilih mengenakan celana berbahan kain yang berwarna coklat muda. Padahal biasanya aku lebih sering memakai jeans warna gelap. Eh ndilalah pas pertemuan istimewa ini celana kain yang sedang aku pakai. Alhasil basah sedikit saja sudah terlihat jelas. Padahal ini tidak sedikit basah tapi lumayan banyak. Menyebalkan. Aku menatap kesal pada mahluk cantik itu, "iyalah kencing! Kamu pikir apa?!" baru kali ini aku merasakan takut sekaligus sebal.

"Hihihi.... maaf deh, apa penampakanku yang seperti ini masih terlihat menyeramkan buat kamu?"

Aku terdiam bingung mau menjawab apa. Wujudnya memang cantik dan menggemaskan, fakta bahwa dia bukan manusia yang bikin aku terkencing-kencing.

"Atau aku ubah jadi seperti ini?" mendadak tubuh gadis itu menciut. Dalam hitungan detik wujudnya berubah menjadi anak kecil. Perempuan seusia 8 tahun, rambut hitam lurus sepunggung dengan poni tebal. Bola matanya dominan hitam dengan kulit pucat. Mengenakan kemeja perempuan berwarna putih dan rok pendek selutut warna gelap. Entah hitam entah biru tua. Sepatunya warna hitam dengan kaus kaki yang menutupi sebagian betisnya.

Mataku terbelalak. Gadis itu kini lebih mirip setan anak kecil dari film horror Jepang. Damn! Itu genre film horror yang paling aku hindari. Pocong oke, genderuwo sikat, kuntilanak hayuu, zombie malah bikin aku ketawa, dracula keren... tapi setan berjenis anak perempuanlah yang bisa bikin aku menutup mata! Dan kini sosok itu malah ada dihadapanku!

Duh dari sekian banyak sosok setan kenapa dia memilih yang itu!

Aku ingin berteriak tapi gagal. Aku tak lagi berasa ingin kencing, tapi yang kurasakan kini malah rasa mules yang luar biasa, melilit perut seakan sedang memeras cucian. Edan! Jangan sampai keluar! Akhirnya dengan suara tercekat aku berkata, "please... please jangan wujud yang itu.."

Ingin rasanya pingsan. Tapi aku tahan. Sungguh, aku tak ingin besok pagi diketemukan warga sedang berbaring di pinggiran kuburan dengan celana penuh kencing dan kotoranku sendiri. Apalagi kalau ada yang merekam dan masuk youtube dan kemudian tersebar di acara-acara gosip. Apa jadinya masa depanku? Huhuhu.... tahan, jangan pingsan sekarang...

"Ganti wujud kamu cepat atau aku..." ancamku sambil bingung. Atau apa? Atau aku lari? Atau aku pingsan? Atau aku pup di celana?

Untung dia termasuk jin yang pengertian dalam sekejab wujudnya kembali seperti gadis yang awal aku lihat, "maafin aku ya aku gak bermaksud membuat kamu takut..."

"Jangan kamu ulangi lagi.." kataku terengah-engah. Walau aku tak lari kemana-mana, tapi kejadian tadi membuat nafasku turun naik seperti habis mendaki gunung. Kepalaku terasa pusing dan kakiku melunglai menyebabkan aku jatuh terduduk, beruntung mules di perutku perlahan memudar.

"Iya.. aku mohon maaf.." ujarnya dengan muka yang terlihat penuh penyelasan. Kakinya perlahan melangkah mendekat.

"Jangan... jangan dekati aku.." pintaku memelas. Semua ini mulai terasa melelahkan. Aku ingin pulang, tidur dan menjadikan ini sebagai mimpi belaka, "aku ingin pulang.."

"Boleh aku antar?"

"Gak! Jangan pernah kamu ikuti aku!" aku menegakkan kakiku yang lemah. Dengan gontai aku mencoba berbalik badan, menjauh dari mahluk cantik itu.

"Eh jangan.. jangan balik badan.." kata gadis gaib itu cepat.

Aku mendengarnya tapi tubuhku sudah terlanjur berbalik arah. Sempat heran mengapa ia berkata demikian namun hanya dalam hitungan detik aku tahu alasan ia berkata itu. Dihadapanku kini berdiri seorang anak kecil, perempuan, persis seperti wujud yang tadi. Hanya saja bajunya berwarna merah penuh dengan darah dan matanya terpejam erat.

Aku tercekat. Kengerian luar biasa merasuk dalam diri. Perutku kembali bergejolak dengan hebatnya. Bergerak menerjang atas dan bawah. Bagai tsunami yang dengan cepat melaju menghantam segala rintangan. Mual ingin muntah sekaligus merasa diare parah.

Mata anak kecil itu mendadak terbuka. Putih. Tak ada warna lain di bola matanya selain putih. Pucat yang mencekam dan menusuk sukmaku. Menatap tajam merobek sisa-sisa keberanianku. Jebol sudah pertahanan tubuhku. Entah bagaimana rupaku saat itu.

Sesaat kemudian dunia terasa gelap.

Aku pingsan.