Sandra sedang membantu Aya menyuap makanannya saat handphone nya berbunyi, ia bahkan belum memulai makan malamnya, itu dari IGD(¹) Rumah sakit tempat ia bekerja. Pasti penting, batinnya.
"Aku jawab konsul dulu ya", izinnya sambil meninggalkan ruang makan
Di ujung telepon, seorang dokter jaga melaporkan anak kedua dari direktur tempat Sandra bekerja, sedang berada di IGD karena matanya terkena pukulan orang yang tidak dikenal sepulang dari kampus tempat kuliahnya. Sandra menginstruksikan beberapa obat untuk diberikan dan mengatakan akan segera ke rumah sakit untuk melihat keadaannya.
"Aku mesti balik ke rumah sakit", pamitnya,
"Ada apa?", Sena dan Clara menanyakan bersamaan.
"Anak direktur rumah sakit, masuk igd, ada yg pukul, tepat bagian mata" jawab Sandra sambil membereskan tasnya.
"Anak dr. Reva, San?" Keenan ikut bertanya, Sandra hanya mengangguk.
"Tante mau pergi?" Aya terlihat kecewa.
Sandra tersenyum, "Maaf ya..ada yang lagi sakit, Tante harus periksa dulu, Aya lanjut makan ya," jawabnya sambil membelai rambut Aya.
"Mau saya antar?", Keenan menawarkan bantuan, "Sekalian saya mau lihat keadaan juga," Sandra menatap Keenan..pandangannya beralih ke piring makanan Keenan yang masih penuh. Dia tersenyum, kasihan sekali kalau dia harus meninggalkan makan malamnya..Sandra menggeleng.
"Aku bawa mobil," tolaknya.
"Habis dari rumah sakit aku ga balik kesini ya bang," pamit Sandra.
Keenan tampak ingin mengatakan sesuatu kepada Sandra, tapi terlambat..Sandra dengan cepat berlalu, dan menghilang dari ruang makan.
Sandra menuruni tangga apartemen Sena dengan cepat menuju tempat parkir, sambil mencari kunci mobil dari tasnya, disaat yang bersamaan handphonenya kembali berdering, ia melirik, itu dari rumah sakit lagi. Pikirannya terbagi antara mencari kunci mobil dan menjawab handphone, tidak dia perhatikan ada sebuah mobil sedan mewah sedang melaju saat Sandra akan menyeberang jalan. Mobil tersebut mengerem dengan cepat, tapi terlambat, jarak Sandra terlalu dekat. "Brakk.."
Sandra terjatuh ke atas aspal, handphone nya terlempar bersamaan dengan tas tangannya beserta isinya. Dia meringis kesakitan.
Pengemudi sedan putih itu langsung keluar dari mobilnya, wajahnya tampak panik. Dihampirinya Sandra yang sedang dalam posisi setengah terduduk diatas aspal.
"Maaf, saya tidak melihat kalau anda akan menyeberang jalan", ujarnya sambil membantu Sandra untuk berdiri. Dengan cepat dia ambil handphone Sandra yang terlempar tidak jauh dari tempat Sandra jatuh beserta tas tangan Sandra.
"Kamu berdarah, saya antar ke rumah sakit," ujarnya saat melihat luka robek di lengan bawah Sandra dan lutut kirinya. Ia masuk kembali ke dalam mobil, mengambil air mineral dan mengeluarkan sapu tangannya, ia basahi sapu tangannya dengan air mineral dan langsung menekan luka di lutut Sandra yang cukup banyak mengeluarkan darah tanpa meminta izin terlebih dahulu.
"Aawww..sakit" pekik Sandra, tanpa sadar, tangannya menepis tangan lelaki itu.
Lelaki itu terkejut, ia mundur beberapa langkah hingga sapu tangannya sampai terjatuh. Sandra meringis kesakitan.
"Maaf, darahnya cukup banyak, robeknya cukup besar pasti," Lelaki itu kembali memperhatikan luka di lutut Sandra.
"Saya antar ke rumah sakit, ini perlu dijahit," lanjutnya.
Sandra mengeluarkan tisu bersih dari tas hitamnya. Sandra mengambil botol air minum dari tangan lelaki itu untuk membersihkan pasir di lutut dan lengannya, ada luka robek yang cukup besar di lututnya.
"Saya memang harus ke rumah sakit," jawabnya.
"Ayo saya antar mbak,", lelaki itu langsung membereskan botol air minum dan sapu tangannya.
"Saya bawa mobil saja, mobil saya disana," tolak Sandra, sambil menunjuk letak parkir mobilnya
"Saya antar saja, saya sekalian mau ke rumah sakit juga melihat sepupu saya yg baru kecelakaan.. lagipula mbak luka seperti itu, pasti sulit untuk menyetir, nanti mobilnya saya yang antarkan ke rumah mbak,", lelaki itu bersikeras.
Sandra kembali membuka mulutnya untuk menolak, tapi lelaki itu sudah lebih dulu menarik Sandra masuk ke dalam mobilnya dan dengan cepat menyalakan mobilnya.
Sandra hendak akan protes, lelaki itu sepertinya tahu, sehingga ia langsung menatap Sandra dengan wajah serius,
"Maaf, saya tidak bermaksud kasar, saya sedang terburu-buru, saya baru mendapatkan telepon kalau saudara saya kecelakaan, sekarang ada di IGD, anda juga terluka, rasanya buang2 waktu kalau kita berdebat," jelasnya, sebelum Sandra mengeluarkan kata-kata protes.
Sandra diam saja mendengar kata-kata dia, dia sibuk memperhatikan lelaki itu, wajahnya serius sekali, sepertinya dia tidak bohong, Sandra melihat wajahnya sekali lagi, lelaki ini sepertinya berusia lebih muda 3 atau 4 tahun dari dia, rambutnya berantakan, sepertinya dia baru sampai dari suatu tempat, Sandra melirik tempat duduk dibelakang mobil lelaki ini, ada beberapa tas besar disana beserta beberapa barang. Tiba-tiba dia teringat anak direktur yang tadi baru dikonsulkan kepadanya.
"Saya perlu pergi ke rumah sakit "Persada", saya ada pasien yang harus dilihat disana, sekalian saya minta diobati disana saja," jelas Sandra.
"Mbak dokter?" tanyanya penasaran.
Sandra hanya mengangguk, dia sibuk mengecek kondisi handphonenya, ada retak kecil di layarnya, berusaha dihidupkannya handphonenya, syukurlah masih bisa menyala, pikirnya.
"Rusak?" lelaki itu ternyata memperhatikan apa yang Sandra lakukan.
Sandra menggeleng, diusap-usapnya retakan kecil di layar handphonenya, sedih sekali, handphone ini baru dua bulan dibelinya, tapi sudah rusak seperti ini. Sandra memang sangat suka berhemat, bukan apa-apa, karena penghasilannya selama dua tahun bekerja sebagian besar untuk membayari hutang saat ayahnya sakit dulu.
30 menit kemudian mereka nyaris tidak berbicara satu sama lain, hanya beberapa percakapan kecil yang sebagian besar hanya dijawab Sandra dengan anggukan atau gelengan. Mereka akhirnya sampai di IGD rumah sakit Persada, Sandra langsung melompat turun sambil mengucapkan terima kasih dengan singkat kepada lelaki itu. Dia tidak menyadari kalau lelaki itu mengikutinya sampai ke dalam.