"Apa lo lihat-lihat!" Pekik gadis itu menyadarkan Rizky dari lamunan.
Astaghfirullah... Ghadul bashar, Ky. Ia berkata pada dirinya sendiri sembari menundukkan kepalanya.
"Wah... Cepat sekali datangnya, Kyai..." Laki-laki itu memeluk tubuh yang mulai ringkih di depannya.
"Lebih cepat lebih baik, Pak." Balas Kyai.
"Sudah.. Ayo duduk.. Makan semua hidangannya. Mari-mari.. Jangan sungkan."
Mereka memakan hidangan yang sudah tersaji di atas meja.
Sesekali Gunawan bercengkrama tentang agama kepada Kyai. Sementara Rizky, ia tak habis mencerna sosok wanita di hadapannya. Balutan pasmina pink dengan gamis merah marun membuat gadis itu terlihat cantik.
Penampilan yang berbeda dari biasanya membuat mata lelaki tak bisa berpaling. Belum lagi melihat tingkah Kira saat makan, dengan pipi yang penuh layaknya ikan buntal semakin membuat wajahnya lucu dan imut dipandang. Tidak bisa dipungkiri sesekali Rizky melihat gadis itu tanpa ia menyadarinya.
Namun, balasannya adalah mata membulat yang ditunjukkan Kira tanda tidak senang membuat Rizky menunduk grogi.
Ini kenapa sih.. Jantungnya kok deg-degan gini. Mana keringet dingin lagi.. Istighfar, Ky.. Istighfar... Ghadul bashar. Awas dosa. Batinnya.
"Jadi, gimana Pak Gunawan? Bisa kita lanjutkan?" Tanya kyai memulai obrolan setelah mereka selesai makan.
"Bisa, Kyai. Tentu saja bisa.." Gunawan diam sejenak memanggil Iyem. "Sebentar, Kyai... Iyem!! Iyem!!!"
"Ya, Tuan?"
"Tolong kamu bersihkan meja ini sekarang juga, ya."
Iyem hanya mengangguk.
Setelah selesai, mereka melanjutkan obrolan. "Nah.. Kira.. Dia calon suamimu." Kata laki-laki itu kepada putrinya sembari menunjuk pemuda di samping Kyai. Sontak Kira yang sedari tadi menikmati jus jeruk tersedak oleh apa yang barusan dikatakan Papanya.
"Uhuk.. Uhuk! Apa?! D-dia?! Pa, yang bener saja? Kira pikir Papa mau cariin calon yang cool, tajir, modis, eh.. Ternyata yang seperti ini???..."
Yang seperti ini??? Rizky berkaca pada dirinya sendiri.
"... Selera Papa rendah banget, ya. Dia cuma penjual putu.. Mau makan apa Ra nanti? Jangankan makan, beli cemilan Ra saja dia tidak sanggup. Ra gak mau ya kalau harus tinggal di rumah kontrakan." Jawabnya acuh sembari memalingkan muka dan melipat tangannya di depan dada.
"Kira! Jaga bicaramu. Maaf, Kyai.. Maafin anak saya."
"Ra popo, Pak. Saya serahkan semua pada Rizky. Gimana, Ky?"
Sebelumnya Rizky sudah menduga bahwa kalimat ini yang akan keluar dari mulut seorang gadis manja seperti Kira. Ia sudah menyiapkan benteng untuk itu.
Walaupun berjuta anak panah beracun ditembakkan kepadanya, ia tak gentar. Benteng iman bisa ia andalkan.
"Lanjutkan saja, Pak." Jawabnya dengan ikhlas dihiasi senyum tipis.
"Itu sih maunya dia. Ra gamau. Titik." Pinta gadis itu kukuh.
"Kira.. Ingat apa yang kita bicarakan kemarin?"
Kira diam.
"Ck! Pa... Masa sama dia, sih??? Gak ada yang bagusan dikit apa?"
"Gak ada. Ini pilihan Papa. Mau tidak mau kamu harus turuti. Lagipula, bukankah dia tampan?" Ejek Gunawan.
Kira memandang Rizky dengan detail. Setelan baju koko berwarna abu begitu terlihat cocok padanya.
Boleh, sih. Tapi tetap aja miskin. Batinnya menggerutu.
***
Di kafe favorit The Girls...
"Kak, lo diundang gak sama Kira? Dia mau nikah tuh minggu depan." Tanya Caca pada kakaknya yang pernah menyandang gelar "pacar Kira", Ivan.
"Diundang."
"Datang?"
Ia hanya menaikkan bahunya sekali. Dan Caca memahaminya.
"Lo semua datang gak?" Tanyanya lagi kepada Luna, Pika, dan Dara.
"Gak tahu gue. Malas banget." Kata Dara.
"Gue juga. Bukannya dulu Papanya yang nyuruh kita jauhi anaknya? Mana nyuruhnya secara gak sopan lagi. Dan sekarang harus datang ke acara nikahan putrinya? Gak sudi gue." Kata Luna sembari menaikkan satu kakinya yang bertumpu pada kaki yang lain.
"Gue dateng ah.. Banyak makanan. Ada gulali, coklat, kue, es krim.. Dan yang terpenting pasti juga ada cowo-cowo tajir. Gue ha....rus datang!" Kata Pika semangat. "Kalau gak di pernikahan Kira, di mana lagi kita bisa ketemu bibit unggul?"
Dan pasti juga ada cowo-cowo tajir. Kalau gak di pernikahan Kira, di mana lagi kita bisa ketemu bibit unggul?
Kali ini pikiran Caca, Dara, dan Luna bertumpu pada kalimat yang dilontarkan Pika.
"Eh, tumben otak lo lancar, Pik. Benar juga, ya. Om Gunawan kan orang kaya, saudaranya, rekan bisnisnya pasti juga orang terpandang. Daaann.. Lebih pastinya lagi mereka akan bawa anak-anaknya untuk ikut. Kali aja ada yang baik hati mau menjadikan kita istrinya. Jadi, kita harus dateng nih." Kata Dara pasti. Dan mereka semua mengangguk setuju.
"Lo gimana, Kak? Mau bareng?" Tanya Caca kepada Ivan yang sedari tadi terlihat galau. Ia tahu bahwa kakaknya itu masih mencintai Kira, namun apa daya kasih tak sampai.
"Duluan aja." Katanya singkat.
"Yaudah… Eh girls... Ke mall, yuk. Cari baju bagus persiapan jumpa cogan.." Luna menaikkan dan menurunkan alisnya.
"Oke." Jawab mereka bersamaan.
"Van, kami ke mall, ya. Hati-hati lo di sini. Jangan lupa bayar minum kita." Pinta Dara dan hanya menyisakan jawaban anggukan kepala dari laki-laki di sudut meja itu.
Suasana kafe yang masih sepi di saat siang seakan mendukung kegundahannya.
Ivan terlihat kusut dan gelisah. Ia tidak ikhlas dengan pernikahan Kira.
Kenapa harus gini akhirnya, Ra??? Kenapa?!!! Emosinya memuncak. Ia memukul meja dan mengacak-acak rambutnya, frustasi.
Semudah ini kau pergi setelah beribu kisah yang telah kita lewati?!
Semudah itu juga kau melupakan semua kenangan yang sudah terekam?!
Kau anggap perasaanku ini mainan?!
Atau...
Aku ini kau anggap apa?!
Mesin kebahagiaan yang takkan pernah bisa diperbaiki lagi?!
Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya, Ra!
Dan kau memilih jalan ini?!
Ini jalan terakhirmu untuk memperjuangkan cinta kita?!
Rendah sekali!
Kau tahu?
Pergi tidak akan menyelesaikan masalah, kau justru mengukir luka di hatiku yang bahkan tak pernah terluka.
Tega sekali!. Tanpa sadar, Ivan meneteskan air mata.
Kalo gue gak bisa milikin lo, maka orang lain juga gak bisa! Tegasnya dalam hati.
Gue harus gagalin pernikahan itu!
Ivan kembali merapikan rambut dan pakaiannya kemudian mengambil ponselnya. "Halo, lo di mana? Gue butuh bantuan lo."
Seakan ada jawaban dari orang di seberang sana, ia menjawab, "Oke. Gue ke sana sekarang."
***
Dekorasi mulai dipersiapkan di masjid yang sudah dibooking untuk acara pernikahan. Lampu hias dan berbagai dekorasi mulai ditata sedemikian rupa. Segala jenis bunga warna-warni memenuhi ruangan berdimensi putih cerah itu. Kesan religi juga semakin nampak dengan ukiran kaligrafi di dinding masjid. Belum lagi bagian eksterior dengan kolam air pancur yang cukup kecil berjarak sepuluh meter di sebelah kanan masjid dan rumput yang halus saat dipijak, ah... Seakan tengah berada di taman surga. Tak akan membuat para tamu undangan kecewa.
Di sisi lain, Rizky tengah di pesantren saat ini. Ia kembali memantapkan hati dan dirinya untuk ikhlas menikahi Kira. Walaupun gadis itu keras kepala, setidaknya ia patuh pada orang tua. Dalam doa, tak henti-henti ia meminta agar Allah melancarkan acara pernikahannya nanti dan dimudahkan dalam membimbing Kira menjadi istri yang sholehah, taat dan bertakwa kepada Allah serta patuh pada suami.
Berikan aku keikhlasan yang tidak ada batasnya, Ya Rabb... Batinnya penuh harap.