webnovel

Lelaki Dalam Kabut

Bagi Mimi, mimpi adalah bagian dari kenyataan. Apapun yang hadir dalam mimpinya akan hadir pula di dunia nyata. Namun ada satu mimpi yang tak kunjung jadi nyata, mimpi tentang lelaki yang wajahnya selalu tertutup kabut. Berbagai petunjuk hadir tentang lelaki dalam kabut tersebut, namun Mimi tak juga menemukan lelaki itu didunia nyata. Sahabatnya menganggap Mimi sudah gila karena jatuh cinta pada lelaki dalam mimpi yang bahkan tak diketahui wajahnya seperti apa. Dia juga mengabaikan cinta yang nyata ada dihadapannya karena lelaki kabut itu. Apakah lelaki itu memang benar-benar ada? Dan apakah yang dirasakan Mimi adalah cinta atau obsesi semata? Akankah pencarian Mimi membuahkan hasil? 

Zianaabia_79 · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
74 Chs

Kamukah?

"Mi, ada temannya tuh!" panggil Bunda sambil mengetuk pintunya.

"Siapa Bun?" tanya Mimi sambil membuka pintu.

"Ngga tahu. Bunda ngga kenal," jawab Bunda lalu beranjak pergi.

Mimi mengganti celana pendeknya dengan celana panjang lalu dia turun dari kamarnya menuju teras rumah. "Lho Rio? Kok ngga bilang mau kesini?" tanya Mimi begitu melihat Rio duduk di kursi teras.

"Hehehe, tadinya ngga niat mampir. Tapi pas lewat komplek ini, jadi ingat elo, belok deh!". jawab Rio.

" Lo habis gowes ya?" tanya Mimi melihat baju Rio basah oleh keringat dan sebuah sepeda beserta helmnya terparkir di teras.

"Iya, liburan ini gue sering gowes Mi. Tadi dari stadion. Lumayan lah bikin keringetan."

"Gue bikinin minum dulu ya, kasihan tuh lo keringetan gitu."

"Kapan pulang dari Cisarua Mi?" tanya Rio begitu Mimi sudah ada bersamanya lagi.

" Tiga hari lalu, kok lo tahu gue habis dari cisarua?".

"Ya tahu lah, kan lo posting di sosmed."

"O iya ya... hehehe," Mimi menertawakan dirinya sendiri. Resiko aktif di sosmed adalah orang tahu aktifitasnya. "Lo udah sarapan belum?" tanya Mimi.

"Belum, tadi mau makan di stadion malas, karena sendirian."

"Kalau gitu kita ke taman komplek yuk! Disana banyak jajanan kalau hari minggu gini." ajak Mimi.

"Boleh!".

" Jalan kaki aja ya? Dekat ini. Sepedanya tinggal disini aja dulu."

Lima menit kemudian mereka sudah ada di taman komplek. Dan benar saja, disana taman sudah berubah menjadi area kuliner, banyak pilihan makanan yang bisa mereka pilih untuk sarapan.

"Tuh, ada tukang Bubur Ayam Bandung. Gue mau makan itu aja ah..." kata Mimi.

"Gue juga mau itu deh Mi!".

Mereka menuju ke tenda Bubur Ayam Bandung, ada dua meja yang masih kosong, mereka duduk di salah satunya.

" Mang, buburnya dua ya!" kata Mimi.

"Campur Neng?".

Mimi bertanya pada Rio, apakah ada pesanan khusus, namun dijawab tidak.

" Campur Mang. Jangan lupa sate hati dan dan telur puyuhnya ya Mang!" kata Mimi. "Bubur Ayam ini terkenal enak, tapi sayangnya dia mangkal disini cuma hari minggu aja," kata Mimi tanpa ditanya.

"Bubur Ayam Bandung Pak Gendut," Rio membaca tulisan pada spanduk yang terpasang disisi kiri tenda dalam hati, dan menyimpannya dalam ingatan. Beberapa saat kemudian mereka sudah mulai menikmati bubur ayam itu.

"Ternyata lo tim bubur ngga diaduk ya Mi?".

" Hehehe, iya, gue ngga suka diaduk kalau makan bubur. Kalau lo tim diaduk ya?".

"Iya, biar rasanya merata. kalau kayak elo kan atasnya aja yang terasa. Nanti bagian bawahnya ngga ada rasa apa-apa."

"Ngga sih, sampai suapan terakhir rasanya tetap sama," tukas Mimi.

"Lo mau minum apa Mi?" tanya Rio.

Mimi menjawab, "Apapun makanannya, minumnya.. "

"Teh botol s**r*!" kata Mimi bersamaan dengan Rio sambil tertawa.

"Teman-teman sekelas kita di SMA mau kumpul, malam ini, lo mau datang ngga?". tanya Rio.

" Eh, iya kah? Gue ngga tahu tuh!".

"Lo belum buka grup ya? Udah dari empat hari lalu dishare."

"Pesannya ketimbun kali ya? Gue malas scroll ke bawah kalau baca pesan."

"Jadi gimana? Lo mau datang ngga?".

" Jam berapa dan di mana?".

"Habis Maghrib di Bandar Jakarta Summarecon."

"Aduh, gue tuh ngga terlalu suka ikan sebenarnya. tapi boleh lah, yang penting ikut kumpulnya."

"Nanti gue jemput ya, kita berangkat bareng."

"Ngga ketemu disana aja?".

" Udah, pokoknya gue jemput ya!".

---

Rio menjemputnya setengah jam setelah waktu maghrib. Setelah berpamitan pada Ayah dan Bunda, mereka berangkat.

"Kita langsung ke sana aja kan Mi?".

" Iya langsung aja, emang lo mau kemana dulu?".

"Ngga, siapa tahu aja lo mau mampir dulu kemana gitu. Oya, buka dashboard deh Mi! Ada bungkusan warna biru disana, tolong ambil ya!".

Mimi membuka dashboard, lalu diambilnya bungkusan yang dimaksud. Nih!" katanya sambil menyerahkan bungkusan itu pada Rio.

"Ngga, itu buat elo, terima ya!".

" Buat gue? Gue ngga ulang tahun kok dikasih hadiah?".

"Udah, terima aja."

"Gue buka sekarang?" tanya Mimi.

"Terserah elo aja."

Mimi memegang bungkusan itu, lalu pikirannya melayang pada mimpinya malam tadi. Kalau benar, maka isi bungkusan itu sesuai dugaannya.

---

Flashback

Mimpi Mimi

Mimi sedang di Gramedia bersama Sisi. Sementara Sisi berkutat di rak buku-buku komik kesukaannya, dia memilih berada di rak stationery. Pandangannya tertuju pada sebuah Binder dengan design vintage. Mimi sangat menyukai apapun yang bertema vintage. Namun dia masih menimbang-nimbang untuk membelinya. Dia putuskan memanggil Sisi terlebih dahulu untuk meminta saran. Namun ketika dia kembali ke rak itu, Binder itu sudah tak ada di tempatnya. Mimi sempat merasa kesal, tapi apa mau dikata, mungkin belum rezekinya. Akhirnya Mimi pulang dengan tangan kosong. Sesampainya di rumah, saat dia hendak mengambil sesuatu dari dalam tas, dia melihat binder yang dia inginkan ada di dalam tasnya. Siapa yang menaruh dalam tasnya?

Flashback end

---

"Gue buka ya?" katanya seraya membuka bungkusan itu.

Dan seperti dugaannya, Binder Vintage dalam mimpinya semalam kini sudah ada di tangannya. Mimi memegang Binder itu dengan takjub. Ya, meski sudah berulang kali terjadi, tetap saja Mimi selalu merasa takjub saat mimpinya terwujud di dunia nyata.

"Suka ngga?".

" Suka, ini bagus banget. Makasih lho!".

Pikirannya melayang pada hadiah yang pernah dia terima sebelumnya. Apakah Rio juga pengirimnya? Apakah PR yang tercantum di kartu adalah sosok di sampingnya? Banyak tanya mulai berkecamuk di hatinya. Dia harus membuktikan dugaannya ini. Tapi dia tak mungkin menanyakan langsung. Karena sekalipun benar, Rio pasti akan mengelak. Jadi dia harus punya cara lain untuk membuktikannya.

"Kenapa? Kok ngelihatin gue sampe segitunya Mi? Gue tahu sih gue ganteng, tapi jangan sampe segitunya ngelihatin gue. Jadi nervous gue," kata Rio dengan tengilnya.

"Ih Ge eR deh lo! Gue cuma lagi mikir, lo tuh kesambet apa sampai ngasih hadiah gue segala?".

" Ngasih hadiah itu ngga perlu karena kesambet kali Mi! Gue kan emang rajanya romantis," jawab Rio dengan gaya menyebabkannya..

Mimi mencibir sebal mendengar jawaban Rio.

"Apapun itu, gue ucapin makasih ya!".

Rio hanya menjawabnya dengan senyuman. Dalam hati, Rio merasa senang karena hadiahnya disambut baik oleh Mimi.

Sementara Mimi, sibuk dengan pikirannya sendiri. Dia tengah mencari cara untuk mencari tahu, apakah hadiah-hadiah sebelumnya juga dari Rio? Jika benar, maka misteri " PR" akan terpecahkan.

Mimi mengambil ponselnya, lalu di ketiknya sebuah pesan,

Mimi : Hai kamu sedang apa?

Pesan terkirim, namun belum ada jawaban. Jantungnya berdegup kencang menunggu apakah dugaannya benar.