webnovel

Legenda Sang Raja Dunia

Dalam Gugusan Qaf, terdapat puluhan benua besar yang terpencar-pencar, dipisahkan lautan dan tirai semesta. Ketika para raja agung dari berbagai negara di benua membuka batas wilayah masing-masing, perkembangan ilmu beladiri pun melesat menuju era kejayaannya. Tapi, seimbang dengan kemajuannya, sebuah pengorbanan besar pun kerap terjadi demi kemuliaan jalur beladiri. Banyak negara yang tumbuh semakin kuat, banyak juga yang hancur dan hilang dalam catatan sejarah. Pada masa damai, orang-orang perkasa kesulitan menerobos batas kultivasinya, pada zaman kekacauan, banyak naga perkasa yang lahir melukis kebesarannya di gugusan langit. Hindra memiliki konsep sendiri dalam beladiri. Ia membenci keserakahan perang para jenius demi keuntungan pribadi. Ia bangkit, menciptakan jalannya sendiri, berusaha menyatukan dunia besar di bawah keadilan yang manusiawi.

Roby_Satria · Fantasía
Sin suficientes valoraciones
53 Chs

Keberanian Gumba

Sindur dan Rugali meledak dalam gelombang pertempuran mengerikan. Keduanya saling serang dalam kecepatan kilat. Gerbang nirwana berubah menjadi lintasan cahaya abu-abu, dibanting bolak-balik oleh Rugali ke arah Sindur. Tangan-tangan kabut pecah berantakan, peti mati meraung dalam putaran kencang, mengeluarkan tangan kabut lebih banyak lagi untuk menjadi susunan pertahanan.

Sementara sambil berayun pada gerbang, sesekali tendangan dan pukulan Rugali menyusup datang. Tamparan pada kepala, dielakkan Sindur, tendangan ditepisnya, Sindur sempat terjajar, segera telapak kematian raksasa menghempas garang tubuh Rugali dari atas, membuat pemuda itu menyodokkan gerbang, menghalau serangan itu.

Angin panas berpusar-pusar, lonjakan api energi menerpa seluruh daratan dan menghancurkannya dalam dentuman mengilukan jantung.

Akhirnya satu kaki gerbang melemparkan Sindur ke tanah, membuat jenius Paviliun Persemayaman Kematian itu tergeletak dengan darah mengucur dari bibir.

Bayangan peti mati, tangan kabut dan telapak kematian sirna. Para anggota Tuan Ahli Strategi memapah sang jenius yang terluka menuju tempat pengobatan, sementara Rugali memandang angkuh, berselimut energi langit runtuh dan dinaungi gerbang nirwana yang digdaya.

"Rugali dari Paviliun Gerbang Nirwana pemenangnya!" Seru Tuan Ahli Strategi.

Lalu banyak lagi jenius 12 peringkat yang bertanding, membuktikan kepantasannya sebagai peringkat lima utama.

Para pemenang diadu lagi dengan yang belum bertanding. Setelah pertempuran luar biasa yang mampu meledakkan jantung bahkan melelehkan nyali banyak jenius, termasuk ruang pertempuran suci, akhirnya perhelatan megah Pertandingan Jenius pun selesai diselenggarakan.

Pada puncak lima utama, adalah: Rugali, Nek Ijung, Sindur, Ludai, Dewi Mulyani, dan Liba Tapak.

Sementara peringkat 12 jenius baru berubah menjadi 11 jenius yang tersusun dari: Basura, Rusagi, Dewi Rayumi, Artala, Liba Tapak, Sampu, Gurana, Jipan, Barujung, Pidar dan Haru.

Semua level pembentukan Ksatria Perunggu berhak memasuki pintu suci, termasuk peringkat lima utama dan juara satu dan dua peringkat Pertandingan Jenius.

Dewi Rayumi mengembuskan napas kesal. Dia sudah mati-matian bertarung begitu mendapatkan kesembuhannya. Tapi akhirnya dara jelita itu terpaksa pasrah berada pada peringkat ketiga.

Tapi, ada pengaturan baru lagi pada peringkat tahun ini. Kekosongan peringkat satu dan dua di peringkat Pertandingan Jenius tidak lagi digantikan jenius lain dari paviliun yang sama, tapi jenius pada pertandingan itulah yang dinaikkan posisinya. Sehingga dengan Basura dan Rusagi memasuki pintu suci, otomatis Dewi Rayumi memegang puncak peringkat Pertandingan Jenius. Jika tidak ada halangan, pada periode satu tahun mendatang, kemungkinan dirinya memasuki pintu suci juga sangat besar.

Pangeran Ruang Pertempuran Topan tersenyum dari atas kursi kebesarannya. Ia melayang turun, langkahnya diiringi para ksatria pelindung saat menuju ke tengah lapangan pertandingan yang tidak berbentuk lagi itu. Bahkan enam panggung sudah tidak terlihat lagi, semuanya tertelungkup serata tanah.

Tuan Ahli Strategi segera menjura hormat, lalu memberikan sekotak batu mulia pada sang putera mahkota.

Semua jenius menyaksikan simbolisasi dari puncak acara tersebut. Dada mereka bergemuruh. Bagi yang melihat jenius paviliunnya bisa meraih kemuliaan, mereka turut berbangga, bagi yang melihat jenius paviliunnya gagal, mereka mengelus dada apa boleh buat. Ini pertandingan adil, semua orang sudah berjuang dengan kemampuan terbaiknya.

Meski tidak memasuki pintu suci, tapi kekuatan mereka sekarang tetap menjanjikan pekerjaan layak diluar sana. Bahkan dimanapun para jenius bernaung nantinya, ada Istana Awan yang akan menjadi tulang punggung mereka. Hal itu sudah cukup. Makanya banyak negeri sanggup membayar mahal demi pelatihan jenius berbakat mereka di Istana Awan.

"Saya ucapkan selamat pada semua jenius yang telah memenangkan kompetisi tahunan Pertandingan Jenius. Bagi yang memasuki pintu suci, tugas dan kewajiban kalian semakin berat. Belajarlah dengan tekun, karena kemuliaan Istana Awan berada di tangan kalian para bakat muda.

"Sementara yang belum berhasil jangan berkecil hati. Memasuki paviliun sudah merupakan penghormatan terbesar bagi kalian. Ingatlah, kalian merupakan lima orang jenius terpilih dari ribuan jenius yang diseleksi dari negeri masing-masing.

"Sekarang masanya memupuk kembali kekuatan, masuk dalam pembajaan kultivasi, dan buktikan sekali lagi pada pertandingan tahun depan."

Bersemangat sekali kata-kata Pangeran Ruang Pertempuran Topan. Memberikan harapan baru dan membangkitkan banyak jiwa-jiwa kuyu.

"Sekarang saya minta para pembentukan pondasi level Ksatria Perunggu dan Ksatria Perunggu Tingkat Dasar maju ke depan!"

Diiringi tatapan kagum dan iri, Ralang Puntang, Junjung dan Gumba, diikuti Kalki, Sakral, Sarpa, dan Kembara maju dari antara 24 jenius.

Mereka menjura bersamaan. Pangeran Ruang Pertempuran Topan menyerahkan untuk mereka masing-masing satu batu mulia.

"Dengan batu mulia ini kalian bisa membuka pintu suci, batu ini juga menjadi penentu status kalian. Manfaatkanlah sebaik mungkin."

Ralang Puntang bertujuh melekatkan batu itu pada selongsong lengan. Sesaat cahaya terang berkiblat menyapu tubuh dan meresap ke dalam pori-pori mereka. Dengan itu, maka pintu suci telah mengenal mereka. Akses keluar masuk Istana Awan pun terbuka lebar. Kemudian pangeran memberikan sepuluh butir mutiara tingkat fosil utama pada masing-masing jenius itu.

Setelah mengucapkan terima kasih, ketujuh jenius itu menjura hormat dan kembali ke dalam kelompoknya.

Lalu yang kedua maju lagi peringkat lima utama. Mereka juga mendapatkan batu mulia yang levelnya dibawah tujuh batu mulia milik Ralang Puntang dan rekannya, lalu ditambah lagi lima butir mutiara tingkat fosil utama untuk masing-masing jenius.

Terakhir Basura dan Rusagi juga maju untuk mendapatkan batu mulia dan tiga butir mutiara tingkat dua dari tangan sang pangeran. Sementara sebelas jenius yang tersisa mendapatkan beberapa macam sumber daya, manual pelatihan dan sekantong mutiara tingkat dua.

Dengan sekantong mutiara tingkat dua, apabila mereka ingin membangun rumah dan bersenang-senang, maka mereka akan mendapatkannya sampai pada anak cucu keturunan. Tapi para jenius membutuhkan ini untuk membangun tubuh mereka. Dan biaya membangun tubuh para jenius, setara dengan membangun kota.

Makanya, apabila para jenius berkelana di dunia luar, keberadaannya sama dengan harta yang bergerak. Membunuh jenius, akan membangkitkan kemarahan seluruh Istana Awan. Telah banyak Ksatria Perang Istana turun tangan menghancurkan negeri yang menganiaya jenius mereka, dan hal ini jadi contoh untuk banyak negeri lainnya.

Setelah selesai penyerahan hadiah dari sang pangeran, akhirnya para guru suci, para bangsawan dan tokoh besar mendatangi para jenius terpilih, mengucapkan selamat dengan wajah berseri. Wajah Bangsawan Segitiga Emas dan Bangsawan Elang Bintang yang paling sumringah. Wajah Tuan Guhara yang paling tidak terbaca, Tuan Serayu yang paling meluap-luap, Tuan Tuba yang paling sombong dan bangsawan lain dalam tampilan kegembiraan dan kemurungan yang sewajarnya.

Saat Hindra bersama murid Paviliun Segitiga Emas dan Paviliun Elang Bintang mendekat, segera Ralang Puntang memeluknya, Junjung dan Gumba menjura hormat.

"Apakah kita akan berpisah, eh?" Suara Ralang Puntang agak tertekan. Walau bagaimanapun memasuki pintu suci adalah impian, tapi tanpa Hindra begitu lain rasanya. Sementara ia paham, jika menurut kepantasan, remaja di depannya inilah yang paling pantas berkultivasi di sana dibandingkan siapapun juga.

Hindra mengedikkan bahu sambil tersenyum.

"Aku akan berusaha agar kau juga bisa memasuki pintu suci!" Tegas Ralang Puntang.

Kening Hindra berkerut. "Jangan macam-macam, Kak. Paviliun Elang Bintang menaruh semua harapan padamu, jangan kau rusak kebanggaan Ayah Sura!"

"Itu kehendakku. Tanpa ruang suci, Ayah masih bisa membentukku menjadi ksatria, dan adalah kewajiban seorang kakak untuk menyokong perjalanan adiknya."

Ucapan Ralang Puntang mendapat persetujuan banyak jenius lain.

"Senior, kalian jangan mempengaruhi Kakak Ralang, prestasinya adalah kebanggaan kita semua. Sementara urusanku, para pimpinan di sini pasti punya alasan terbaik."

Semua jenius jadi terdiam.

Tapi tidak dengan Gumba. Ia membuktikan betapa keras kepalanya dia. "Tuan Muda, kebanggaan terbesar guru adalah dirimu. Akan kubuktikan pada Istana Awan bahwa kau pantas membuka Pintu Suci!"

"Maksud Senior?"

Dengan wajah mengeras, Gumba berjalan menuju Pangeran Ruang Pertempuran Topan. Semua orang terkejut, bahkan para bangsawan berdebar jantung mereka.

Di depan sang pangeran, Gumba membungkuk dalam-dalam. Kakinya menggigil, tapi pandangannya teguh.

Hindra melangkah cemas, memanggil tertahan, "Senior!"

Gumba tidak bergeming.

"Ada apa anak muda?" Suara tenang sang pangeran malah menciutkan nyali orang yang paling pemberani sekalipun.

"Yang Mulia, maafkan saya," suaranya terbata.

"Saya meminta penjelasan untuk Tuan Muda Hindra ...." Keringat memercik di wajah Gumba.

"Lanjutkan!"

"Apakah Tuan Muda tidak diuji kemampuannya? Dia juga pantas memasuki pintu suci." Akhirnya beban berat terangkat dari pundak Gumba.

Tapi jantungnya bagai berhenti berdetak.

"Apa yang menjadi alasan penilaianmu?"

Sambil mengepalkan tangan, Gumba berkata gemetar, "Kami semua para Ksatria Perunggu digabung tujuh pun bukan lawannya, kalau kami layak memasuki pintu suci dia seribu kali lebih layak Yang Mulia!"

Pemuda itu kini membungkuk sehingga keningnya hampir menyentuh tanah.

Suasana tegang. Para guru suci pun tidak ada yang berkutik. Bahkan jenius dari ruang pertempuran, kagum bercampur iri. Dari kalangan jenius paviliun ada pemuda yang berani tampil mendebat sang pangeran, dan dari kalangan paviliun ada remaja yang bisa membangkitkan kesetia kawanan sang senior sampai titik yang mungkin tidak akan didapatkan jenius lainnya.

Tapi, saat kata-kata Gumba mereka cerna, kegemparan besar terjadi. Bahkan jenius ruang pertempuran sulit menerima.

"Remaja itu mampu melawan semua Ksatria Perunggu? Tidak mungkin!"

"Berlebihan!" Seru paviliun lain gemetar.

"Apakah pertandingan besar hari ini tidak ada nilainya di mata Gumba? Dari mana datangnya Hindra mampu melawan gabungan tujuh Ksatria Perunggu?" Geram Sakya.

Pangeran Ruang Pertempuran Topan menatap pemuda di hadapannya dengan kagum. Dalam perawakan kecil itu tersembunyi jiwa yang besar dan keteguhan dalam memegang kebenaran.

"Siapa namamu?"

"Gumba, Yang Mulia."

"Maukah kau menjadi muridku?"

Pertanyaan itu sekali lagi membuat kegemparan. Bahkan jenius ruang pertempuran yang menantikan teguran keras sang pangeran, melongo sambil ada yang menggaruk kepala. Dalam sekejap, kesialan berganti keberuntungan terjadi di depan mata mereka.

Gumba kebingungan untuk menjawab. Ini adalah anugerah yang diimpikan semua jenius. Bahkan, Ralang Puntang Sebagai jenius utama dalam perhelatan ini saja tidak berhak walaupun sangat ingin untuk dapat bergabung di bawah bimbingan sang pangeran.

Tuan Ardan segera maju. Ia menjura pada pangeran, lalu berkata pada Gumba, "Berilah hormat pada gurumu, Gumba. Sungguh, anugerah sang pangeran ribuan kali lebih baik dari pada apa yang pernah kau terima dariku."

Wajah Gumba sebentar merah, sebentar pucat. Satu sisi dirinya diluapkan kebahagiaan, tapi satu bagian lagi dikecewakan atas nasib Hindra yang belum ada kejelasan. Hal ini membuat ia mematung di sana. Menatap Tuan Ardan dengan wajah memelas.

"Gumba!" Seru Tuan Ardan.

"Guru," desis Gumba gemetar. "Saat Tuan menerimaku dan Subra sebagai murid di Paviliun Segitiga Emas, kami telah bertekad mempersembahkan hidup dan mati untuk paviliun. Sekarang mati pun belum, beranikah aku melanggar tekad itu? Izinkan aku memegang teguh jiwa ksatria guru, karena bukankah hal itu yang kau banggakan pada diri murid-muridmu. Tidak bolehkah aku berbangga diri dihadapanmu guru?" Mata Gumba menggelap.

Tuan Ardan tercekat. Sebentuk perasaan hangat menjalari hatinya. Ia menatap Pangeran Ruang Pertempuran Topan, "Terima kasih atas anugerah Yang Mulia. Sekarang saya serahkan Gumba, semoga pengajaran saya padanya selama ini tidak mengecewakan Yang Mulia."

Sang pangeran mengerutkan kening. "Apakah Tuan Bangsawan Emas tidak menghiraukan permintaan Gumba?"

Tuan Ardan menghela napas panjang. "Aku tidak berhak membatasi masa depan orang lain, Yang Mulia, meskipun itu muridku sendiri."

Pangeran Ruang Pertempuran Topan semakin tertarik. Ia bisa melihat sifat setia kawan Gumba sedikit banyak terbentuk dari kepribadian Tuan Ardan sendiri. Bukankah hal yang membuat ia terkesan pada Hindra dahulu juga karena kesetia kawanannya pada Ralang Puntang.

"Pergilah Senior, lanjutkan latihanmu. Hal lain tidak usah kaupikirkan." Hindra menepuk pundak Gumba dengan hangat.

"Kalau kau menganggapku Senior maka biarkan aku berbuat untukmu Tuan Muda!"

"Apa yang bisa Senior perbuat? Apa ada keadaan yang bisa kau rubah?"

"Setidaknya dengan berada tetap di sampingmu aku telah menunjukkan tekadku!"

"Apa kau bisa?"

"Nyawaku taruhannya!"

"Mengapa kau membentakku?"

"Obat itu pahit Tuan Muda. Meski harus memenggal batok kepalaku, akan tetap kusuguhkan obat pahit, asal itu bisa menegakkan keagunganmu."

"Apa kau kira kau sendirian dalam pemikiran itu, Gumba?" Junjung tiba-tiba berdiri di sampingnya.

"Senior!" Bentak Hindra. Satu Gumba saja sudah memusingkan kepala, sekarang di tambah Junjung, ada lagi Ralang Puntang di sudut sana yang juga terlihat keras kepala.

"Bukankah aku pernah mengatakan pada Tuan Muda, tidak ada jalan besar bagi Junjung, sejak aku berkultivasi di Paviliun Segitiga Emas, hidup dan matiku adalah demi guru dan keturunannya!"

Semua orang terpana menyaksikan pertunjukan luar biasa ini. Jenius puncak Paviliun Segitiga Emas bahu membahu membuang semua kemuliaan yang diperebutkan ribuan orang, menukarnya dengan kesetiakawanan yang bahkan dianggap tidak penting oleh sebagian besar orang.

Tuan Ardan cemas. "Kalian tidak bisa bersikap begini di hadapan Yang Mulia. Aku tidak mendidik kalian menjadi penjilat, tapi juga tidak mengajarkan untuk tidak menempatkan rasa hormat ditempat yang semestinya."

"Sudah, sudah, mari kita bicara tentang Hindra." Ujar sang pangeran kemudian.